Chapter 21

1 1 0
                                    

Aku sangat iri. Apa mereka sedekat itu? Atau mungkin lebih dekat lagi dari yang kuketahui? Kedekatan mereka ini bisa berpotensi untuk menjadikan mereka sebagai sepasang kekasih. Teringat dengan kata-kata Sakura saat itu, sepertinya aku mulai mengerti bagaimana perasaan yang dimiliki gadis itu.

Cemburu yang kurasakan saat ini, Sakura sudah lebih dahulu memilikinya. Tentu ia sering melihat Manato sedang bersama Hotaru. Bahkan ia pernah bilang kalau Hotaru adalah sahabatnya sendiri.

Dibandingkan dengan Hotaru dan Sakura, aku ini tidak ada apa-apanya. Aku hanya gadis yang sederhana. Biasa. Bahkan bisa dibilang sangat biasa. Ah, perasaan ini muncul lagi.

Sambil menunduk dan mulai menggigiti bibir bawah, aku pun berbalik. Melangkah gontai menuju kelas F. Kudorong pelan pintunya lalu masuk. Langsung disambut oleh teriakan Nanae. Gadis itu memanggil namaku dengan riang.

Aku mendongak. Kudapati Nanae yang sedang duduk di bangkuku dan Shoji yang duduk di sampingnya. Seperti biasa, sebelum pelajaran kembali dimulai suasana kelas ini begitu kacau dan berisik.

“Achan, kau baru saja menemui cowok itu kan? Kenapa wajahmu nampak menyedihkan seperti itu?” tanya Nanae begitu aku sudah berdiri di hadapan mereka.

“Minggirlah. Aku mau duduk,” decisku pelan.
Menyebalkan sekali kan kalau harus menceritakan hal yang tak menyenangkan seperti ini sekarang? Aku lebih memilih untuk menceritakannya nanti jika hatiku sudah lumayan tenang. Saat ini perasaanku masih sangat kalut.

Shoji langsung menarik tanganku dengan kuat dan menggoyang-goyangkannya. Ditatapnya wajahku sambil menyeringai lebar. “Ah, biar kutebak!” serunya, “kau pasti baru saja menyatakan cinta padanya lalu ditolak!”

Pemuda ini selalu saja mengatakan hal yang bodoh. Dia malah membuatku semakin kalut dengan ucapan yang begitu sadis itu. Baiklah, aku hanya mau menjawab dengan menunjukkan tampang terjelekku saja.

“Shojiro. Dasar kau cowok yang tidak punya perasaan ya!” pekik Nanae sambil mencubit lengan Shoji yang langsung saja membuat cowok itu menjerit.

***

Langit mulai menimbulkan semburat kemerahan begitu kami bersepeda bersama keluar dari gerbang sekolah. Jalanan mulai ramai oleh siswa dengan seragam musim panas sekolah yang serupa dengan kami. Mereka tampak riang dan semangat untuk segera tiba di rumah.

“Hei, jangan murung terus seperti itu!”
Nanae mendekat dan menepuk pelan bahuku. Aku langsung menoleh dan melengkungkan senyum sebisanya. “Ada sesuatu yang mengganjal pikiranmu?” tanyanya sambil membalas senyumanku. Aku hanya membalas dengan anggukan pelan.

Shoji melintas pelan dari belakang hingga kini berada di sisi kananku. “Hei, gadis muda. Jangan mau jatuh cinta kalau tak mau sakit hati kemudian!” decis pemuda itu.

Aku langsung mendengus keras dan mendorong tubuhnya hingga sepedanya hampir oleng ke samping. Cowok itu pun langsung memacu sepedanya dengan cepat sambil tertawa mengejek.
“Ceritakan saja padaku. Aku akan mendengarkan dan memberi masukan,” ucap Nanae sambil kembali menepuk bahuku.

Aku menunduk, menarik napas panjang lalu menghembuskannya lagi. “Nachan, menurutmu bagaimana, apakah aku tidak pantas untuk menjadi gadis yang dicintai Manato?” ucapku kemudian.

Nanae menarik tangannya dari pundakku. Ia lalu kembali menatap lurus ke jalanan. “Kalau kau terus-terusan membanding-bandingkan dirimu dengan gadis lain, maka habislah sudah harapanmu..” katanya sambil menoleh sebentar ke arahku.

“Aku merasa bukanlah gadis yang cantik dan pintar seperti Hotaru yang ia cintai. Bagaimana bisa aku menarik perhatiannya?” decisku sambil kembali menunduk. Mulai menggigiti bibir bawah.

“Seharusnya yang dinilai adalah ketulusan. Tinggal bagaimana caramu membuat dia bisa merasakan itu. Ya, meskipun cara menarik perhatian pada umumnya adalah dari fisik dahulu,” lanjut Nanae.

Kata-katanya itu memang benar. Tapi, nyatanya hatiku malah semakin sakit mendengarnya.
“Kau setuju kan kalau aku ini memang gadis yang tidak ada apa-apanya?!” pekikku putus asa. “Aku begitu bodoh dan tidak cantik!”

Nanae langsung menoleh dan menggeleng-geleng. “Kau bukannya tidak cantik, tapi kau hanya gadis yang tampil apa adanya. Makanya kau harus memiliki sesuatu yang istimewa!”
“Aku tidak punya sesuatu yang istimewa!”

Nanae menaikkan kedua alis. “Lalu, apa yang membuatmu bisa menyukai Manato yang bagiku penampilannya juga biasa-biasa saja?”

Aku langsung terdiam. Hanya bisa tertegun untuk beberapa saat. Bayangan Manato langsung melintas di benakku. Seluruh ekspresinya yang pernah kulihat pun muncul. Caranya tersenyum, berbicara, tertawa, lalu wajah pulas yang nampak polos seperti anak kecil. Bagiku semua itu sempurna.

“Aku juga tak mengerti alasannya. Hanya saja, ada rasa yang aneh di sini,” desisku. “Ada hasrat yang selalu mengantarku untuk menujunya..”

Aku berlarian menuruni tangga. Suara pintu yang digedor dengan keras mengacaukan pikiran yang seharusnya bisa konsentrasi dengan shukudai yang sedang kukerjakan. Mau bagaimana lagi, beginilah tabiat Okaa-san. Selalu pulang dengan kondisi mabuk berat.

Begitu kubuka pintu lebar-lebar, tubuh kurus Okaa-san langsung oleng ke hadapanku. Bau alkohol yang begitu kubenci tak bisa kutolak untuk menyergap langsung ke indera penciumanku.

“Okaa-san, kau bisa berdiri dengan kedua kakimu!” pekikku kesal sambil menahan tubuhnya dengan tangan kanan yang mencoba meraih gagang pintu untuk menutupnya lagi.

“Okaa-san, aku ingin menutup pintu!” pekikku lagi sambil mendorong tubuhnya. Akhirnya ia mengerti hingga terpaksa berdiri. Aku pun langsung menutup pintu dengan kuat hingga menimbulkan suara keras memekakkan telinga.

Begitu berbalik, Okaa-san sedang berdiri tepat di hadapanku. Menatapku dengan tajam.
“Begitu sikapmu kepadaku yang sudah susah payah melahirkanmu?”

Aku membalas tatapannya tak kalah tajam. Aku tahu dia berucap seperti itu karena pengaruh alcohol. Tapi tetap saja, emosiku betul-betul tersulut. “Aku sedang tidak mau berdebat!” jawabku dengan nada tinggi sambil berjalan melewatinya.

“Ayaka, aku mendapat kiriman surat dari ayahmu!”
Mendengar kalimatnya itu, langkahku pun terhenti. Perlahan, aku berbalik dan menatapnya. Ia langsung mendekat dan menyodorkan sebuah amplop putih.

***

Bersambung ke Chapter 22

Sayonara, SkyМесто, где живут истории. Откройте их для себя