Chapter 13

1 1 0
                                    

“Ohayou gozaimasu!”

Aku berteriak tepat di telinga Nanae yang sedang asyik dengan buku di tangannya. Hmm, tumben sekali dia rajin membaca seperti ini. Setahuku, anak kelas F tidak ada yang suka membaca termasuk dia, hehe.

“Oi, Nachan, aku barusan menyapamu!”

Kesal karena dia tidak juga mau melepaskan kedua mata dari buku mengerikan itu, aku sekarang malah menarik-narik kedua tangan gadis berambut ikal hitam kemerahan itu. Oia, jujur saja meskipun warna rambutnya itu alami karena paparan sinar matahari, tapi terlihat sangat cantik seperti hasil jasa salon profesional, hihi.

Aneh, Nachan hanya diam. Hanya ekspresi di wajahnya yang tadi nampak datar sekarang berubah jadi tatapan kesal. Beberapa kali alisnya mengernyit naik.

“Apa ada yang salah?” tanyaku yang kemudian menggigiti bibir bawahku.
Tanpa menoleh, Nanae berdiri dari duduknya. Ia mengagetkanku dengan sambaran tangannya. Dibawanya aku dengan sedikit berlari. Kulihat Shoji dari bangkunya memandangi kami dengan heran. Pemuda itu juga pasti merasa ini sangat aneh.

“Nachan, tanganku sakit! Nachan!”

Gila saja, pegangan tangannya begitu kuat sampai-sampai tanganku memerah. Dia sama sekali tak memedulikanku yang sedari tadi berteriak kesakitan. Ada apa ini? Dia terus menarikku paksa.

Tak perlu berlama-lama untuk tiba di kelas B dari kelas F, apalagi dengan sedikit berlari seperti ini. Tapi, untuk apa dia membawaku seperti tawanan begini ke kelas B? Sakura? Ya, dia menyeretku tepat ke hadapan Sakura yang sedang duduk di bangkunya sekarang.

Tepat ketika tatapan mataku bertemu dengan tatapan gadis cantik berambut panjang bergelombang itu, Nanae langsung melepaskan pegangan tangannya dariku dengan kasar. Didorongnya tubuhku hingga menabrak meja.

Sakura langsung menghujaniku dengan tatapan kaget sekaligus sinis. Membuatku semakin yakin bahwa hubungan pertemanan kami sudah benar-benar berakhir sekarang. Nampaknya dia juga tak tahu kami akan menghampirinya seperti ini.

Hubunganku dengan Sakura memang wajar jika harus seperti ini. Tapi Nanae? Kenapa dia? Apa yang sebenarnya telah terjadi?

“Minta maaflah dengan dia!”
“Nani?”

Tentu saja aku bingung dengan ucapannya yang terdengar getir barusan. Aku menelan ludah. Lidahku pun sekarang terasa kelu. Liur di dalam mulut ini seakan pahit bercampur racun. Kami-sama, apa lagi ini? Apa maksudnya ia menyeretku paksa untuk menyuruh minta maaf dengan gadis ini?

“Kau tidak bisa mendengar suaraku dengan jelas? Minta maaflah dengan dia!” bentak Nanae padaku. Sekarang, dia menatapku dengan penuh kebencian. Apa yang sedang dipikirkannya? Ah, tidak, apakah ini ada hubungannya dengan perasaanku terhadap Manato?

“Nachan..?”

Tidak bisa dipercaya. Bahkan, aku belum saja melakukan perlawanan dengan Sakura. Bahkan aku baru memulainya dengan gertakan kemarin. Tidak ada yang bisa kulakukan selain menggertaknya saat aku benar-benar tersulut emosi seperti itu. Bahkan semalaman aku terus terpikirkan oleh gertakanku sendiri itu sampai-sampai terbawa mimpi. Tapi haruskah begini kenyataannya?

Aku baru saja merasa kehilangan seorang sahabat kemarin. Apa hari ini aku harus merasakan kehilangan seorang lagi? Lalu bagaimana besok, aku harus kehilangan siapa lagi? Tanpa sadar, buliran bening mulai menggenang di sudut mataku. Tidak, aku tidak boleh terlihat lemah seperti ini. Apa aku harus kalah?

“Jangan bilang kau tidak mengerti dengan ini semua! Apa kau tidak mau minta maaf dengannya?!”
Sialnya, aku hanya bisa diam ketika Nachan membentakku lagi. Lebih parahnya, sekarang dia mendorongku hingga jatuh ke lantai setelah punggung ini menghunjam kursi dan meja di sekitarku.

Seperti yang bisa kau ramalkan sendiri, begitu ramai mata memandang kami sekarang. Entah mereka ini semuanya penghuni anak kelas B atau sudah bercampur dengan penghuni kelas lain.

“Ayaka Hirose, kau sudah merasa hebat sekarang?”

Menyakitkan sekali mendengar kata-katanya itu. Nanae, bagaimana bisa dia berkata begitu padaku yang sahabatnya ini? Setiap hari kami makan dan minum dari bento dan botol yang sama, tapi dia sanggup seperti ini? Ah, sepertinya tidak begitu. Aku tahu yang tersimpan di dalam matanya itu. Bahkan bisa kulihat jelas, ada air mata yang mau keluar dari sana.

“Nachan, ada apa ini?!!”

Aku langsung menoleh begitu terdengar suara Shoji dan derapan kaki yang nampak cemas menghampiri. Sedetik kemudian, kedua telapak tangan lebar yang hangat langsung meraih kedua tangan ini dan menuntunku berdiri dengan lembut.

“Achan, kau baik-baik saja?!”

Suara Shoji terdengar serak dan berat. Tak pernah juga dia secemas ini menatapku. Bahkan kedua tangannya yang kini menepuk-nepuk seragamku yang tidak kotor sama sekali, terlihat bergetar hebat. Jujur saja, rasa takut kembali menggerogoti tubuh ini. Aku tidak mau juga kalau harus kehilangan Shoji suatu hari nanti.

Begitu bel tanda pelajaran pertama dimulai, aku langsung meraih kedua tangan Shoji. Ia pun langsung menatapku dengan wajah yang masih nampak ketakutan.

“Ayo, kita segera ke kelas,” desisku sambil menunduk.

***

Seperti biasa, suasana di kelas F lumayan tenang jika ada guru yang sedang mengajar. Padahal muridnya sendiri sibuk dengan kegiatan masing-masing. Bahkan tak sedikit yang lamunannya sudah jauh entah ke mana.

Dibanding kelas ini, kelas E di sebelah lebih parah. Penghuni kelas itu terkenal brutal. Selalu bising dan paling hobi membuat jebakan konyol untuk guru yang mereka benci. Kekompakan mereka membuatku kagum. Dan ulah mereka yang sukses membuat guru yang sedang mengajar di kelas kami jadi terganggu bisa kami jadikan alasan untuk tidak bisa konsentrasi belajar.

Tapi kali ini yang membuatku tidak bisa konsentrasi adalah masalah yang tiba-tiba menerpa. Masalah yang tak berhenti membuat dada ini begitu sesak. Masih kuingat tadi ketika kami keluar dari kelas B, di luar ada begitu banyak mata penuh tanya yang sudah menunggu kami.

***

Bersambung ke Chapter 14

Sayonara, SkyWhere stories live. Discover now