PART 8

2.5K 245 25
                                    


Aku mengucek kedua mataku, memastikan kalau kedua mataku tidak buram karena tertutup ketek yang tebal. Pintu itu terbuka, ada anak kecil masuk, dan tertutup. Benar seperti itu kan urutannya? Ah, tidak! Yang benar adalah seseorang mengetuk pintu kamarku berulang kali, kemudian aku membuka pintu kamarku, lalu aku melihat pintu kamar Ava terbuka, ada anak kecil mirip Ava masuk, dan pintu itu kembali tertutup.

Aku gila! Ava jelas-jelas berada di Rumah Sakit! Lalu siapa gadis itu??? Kulangkahkan kakiku menuju kamar Ava. Ragu-ragu kubuka pintu kamar Ava. Sial! Tanganku gemetaran! Jantungku berdegup kencang tak karuan. Berasa seperti peserta uji nyali. Gelap. Kucari saklar yang berada di samping pintu.

Kosong. Tidak ada semut apalagi gadis kecil di sini. Kulangkahkan kakiku ke dalam kamar Ava. Aku duduk di pinggir kasur Ava, tanganku mengusap bantal yang biasa dipakai olehnya. Harusnya Aku tidak sekasar itu pada Ava. Harusnya Aku lebih memperhatikannya.

"Hihihihi." kudengar suara tawa anak kecil di dekatku. Spontan Aku menoleh ke samping, tapi suara itu menghilang.

Kurasakan seseorang meniup tengkukku. Nafasnya terasa dingin. Aku berjingkat kaget dan berdiri sambil memeluk tubuhku sendiri. Kuedarkan padanganku ke sekeliling ruangan. Cepat-cepat Aku berjalan keluar dari kamar Ava.

Tek!

Suara aneh kembali terdengar ketika Aku akan mencapai ambang pintu. Sekali lagi kuberanikan diriku menoleh ke belakang. Kursi goyang itu kembali bergoyang dengan sendirinya. Sudahkah kukatakan kalau kursi itu diam di sudut sana tadi? Langsung kututup pintu kamar Ava dengan satu gebrakan keras dan Aku kembali ke kamar tidurku.

*****

Mataku terasa berat pagi ini. Kalau saja aku tidak ingat harus melihat keadaan Ava di rumah sakit aku sangat enggan untuk bangun. Sabtu pagi, biasanya menjadi hari yang menyenangkan karena Sekolahku libur. Namun tidak pagi ini! Gara-gara kejadian semalam, mataku susah untuk terpejam.
Aku berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri kemudian berganti pakaian dengan kaos santai dan hotpants. Ketika Aku akan melangkah keluar, kulihat sebuah buku terbuka di atas kasurku. Aku tidak membaca buku apapun selama beberapa hari ini. Kuambil buku itu. Tulisan ini... buku aneh menyebalkan yang membuatku bermimpi aneh itu kan? Aku yakin tidak pernah membuka buku aneh ini lagi selama beberapa hari. Kubaca barisan tulisan tangan ini dengan perlahan.

Aku menjambaknya
Menarik tubuhnya
Menyeretnya
Membanting tubuh rapuhnya
Aku muak!
Akan kubunuh kau,
Beth!

What the hell! Beth? Bukankah nama teman khayalan Ava? Otak cantikku telah memikirkan kemungkinan-kemungkinan aneh yang membuat diriku sendiri ketakutan. Buku ini nyata! Ada di tanganku! Ava tidak pernah melihat buku ini tapi pernah memperingatiku untuk tidak membaca buku ini.

Ava tahu sesuatu yang buruk terjadi padaku. Semua itu Beth yang mengatakan. Teman khayalan Ava yang memiliki nama yang sama dengan di buku ini! Beth! Gadis yang disiksa oleh penulis buku merah ini. Siapa mereka sebenarnya?
Kuletakkan begitu saja buku merah ini di atas kasur. Segera Aku menuju Rumah sakit untuk melihat keadaan Ava. Aku merasa cemas dengan keadaan Ava. Kuharap sesuatu yang buruk tidak terjadi padanya.

"Kak Alice," sambut Ava ketika Aku membuka pintu kamarnya.
Ava telah dipindah ke ruang rawat biasa, tidak di ruang IGD lagi. Suster yang disewa Matt mengangguk kemudian tersenyum padaku. Kubalas dengan sebuah senyuman ramah. Aku duduk di pinggir ranjang dan memeluk adik kecilku.

"Kak, maafin Ava yang sudah membuat Kakak marah kemarin ya," pinta Ava dengan memasang wajah bersalah.

"Maafin Kakak juga ya Ava," balasku.

Ava mengangguk dan tersenyum. Menampakan kedua lesung pipi yang makin membuatnya tampak manis dan menggemaskan.

"Ava, Kakak boleh tanya?"

"Tanya apa Kak?"

"Beth, teman kamu itu apakah seumuran denganmu?"

"Iya," jawab Ava dengan mengangguk.

"Kamu ingat pernah bilang pada Kakak kalau dia disiksa oleh Kakaknya?"

"Iya! Beth sering bercerita padaku."

"Lalu... apa yang terjadi padanya?" Tanyaku menyelidik.

"Ava tidak tahu. Ava tidak pernah bertanya," jawabnya jujur.

"Kenapa dia mendorongmu ke Kolam?"

"Karena Ava tidak mau bermain dengannya, dia hanya kecewa padaku."

kuhela sebuah nafas panjang. Jujur, ini adalah pembicaraan teraneh sepanjang hidupku. Aku membicarakan seseorang yang kupikir adalah hantu dengan adik manisku. Sepertinya bukan Ava yang butuh psikiater tapi Aku.

"Istirahatlah," suruhku.

Ava mengangguk kemudian memejamkan mata. Kubelai puncak kepalanya hingga rasa kantuk menerjangku. Semalam tidurku tidak begitu nyenyak.

"Jangan! Kumohon jangan!" pinta seseorang dengan suara memelas.
Aku berlari mencari suara aneh yang terdengar dari arah kamar Ava. Kulihat seorang anak seumuran Ava berambut sebahu ditarik rambutnya oleh seseorang yang berpakaian serba hitam. Aku tidak dapat melihat wajah perempuan yang berpakaian serba hitam itu karena berdiri membelakangiku.

Perempuan itu menjambak rambut anak kecil itu dengan keras tanpa belas kasihan. Kuperintahkan tubuhku untuk berjalan dan memisahkan mereka tapi tubuhku kaku tidak dapat bergerak.

"Apa yang kau lakukan?! Lepaskan dia!" Teriakku.

Perempuan itu tak menggubrisku, tarikannya sangat kecang hingga membuat kepala gadis kecil itu tertarik ke belakang. Air mata mengalir deras di kedua pelupuk matanya. Bibirnya tidak berhenti memohon untuk meminta belas kasihan.

"Sakit Kak! Sakit!!!"

"Diam Beth! Atau aku akan membunuhmu!" ancam perempuan serba hitam itu.

Wait! Siapa? Beth? Gadis kecil itu bernama Beth??

*****


The BloodWhere stories live. Discover now