PART 20

4K 280 56
                                    

Yuhuuu~
Typo bertebaran~

Ava mengaduh kesakitan. Dahi, tangan, dan kakinya lebam. Lututnya berdarah. Aku berlari kesetanan ke arahnya. Tak kuperdulikan meski Iblis itu akan menghajarku setelah ini. Dia tidak boleh menyakiti Ava lagi.

Ava jatuh pada posisi terlungkup. Air mata mengalir melalui sudut matanya.

"Kau baik-baik saja?" tanyaku khawatir.

Kupeluk dia erat dengan kedua tanganku. Ava mengangguk. Sudah pernah kubilang jika Ava memiliki kecerdasan dan kedewasaan jauh dari anak seusiannya. Ava tidak menangis meskipun Ia meringis menahan sakit.

Untung dia tidak mendapatkan luka yang berarti. Diberikannya buku merah itu padaku. Ketika buku itu telah berada di tanganku, Makhluk itu menghempaskan tubuhku ke belakang. Tubuhku terdorong dan berada tiga meter jauhnya dari Ava. Buku itu terbuka disampingku. Halamannya terbolak-balik sendiri kemudian berhenti.

Kuambil buku itu ragu-ragu. Belum juga aku membacanya, bulu kudukku kembali meremang. Tidak ada satupun hal baik terjadi ketika aku membaca buku ini. Bukankah begitu?

Mati... mati... Mama mati...

Musnah... musnah... Papa musnah...

Darah mengalir, cabut nyawanya

Suara jeritan hapuskan dunia

Mengiba ingin kulepaskan...

Mama dipenggal, Papa terkoyak

Beth menjadi hiasan indah

Kamu bagaimana ya?

Malaikat... hiasan... Patung itu! Kubuang buku merah itu asal. Kulihat iblis itu menghampiri Ava, tapi Matt sigap memasang badan di depan Ava. Memanfaatkan kelengahannya, aku mengendap menuju pintu keluar. Berjalan cepat ke halaman, menuju patung air mancur.

Pasti patung itu yang dimaksudkan Ava! Jika benar... betapa mirisnya nasib gadis itu. Cara kematiannya sungguh mengenaskan. Ditambah dengan kenyataan jika mayatnya dijadikan sebagai hiasan di tengah halaman rumah.

Aku berdiri di depan patung itu, sedikit mendongak aku memperhatikan tiap detail wajah dan tubuhnya. Sejak awal aku memang merasa patung ini seperti hidup. Guratan wajahnya nampak sempurna. Lalu apa yang harus aku lakukan dengan patung ini? Matanya seakan menyorotku tajam, pandanganku tak bisa lepas darinya.

"Apa yang harus kulakukan padamu? Beth... jika ini kau... kumohon... kumohon bantulah aku," bisikku.

Sungguh, aku putus asa menghadapi semua ini. Andaikan jika aku tidak mengontrak Rumah ini... andaikan jika aku tidak membuka buku itu.... Semua hal yang kulakukan berbuntut penyesalan!

"Kumohon..." lirihku bersamaan dengan air mata yang jatuh dari pelupuk mata.

"KYAAAA!"

Suara teriakan Ava seakan menamparku. Ava mengatakan jika aku harus mengeluarkan bola dari tubuhnya. Bola apa? Sekilas mataku menangkap ada pergerakan dari patung itu. Kupejamkan mataku sejenak. Tidak mungkin, aku hanya terlalu lelah.

Bukan. Ini nyata. Pertama... mata itu mengedip kemudian, lehernya bergerak ke kanan. Jari-jari tanganya, lalu kakinya.... Perlahan tapi pasti, kaki itu bergerak. Kraak. Kraak. Kraak. Patung itu berjalan melewatiku. Tubuhku membeku dengan wajah memucat.

Kubalikan tubuhku untuk melihatnya sekali lagi. Patung yang terbuat dari tanah liat itu berjalan lurus menuju pintu masuk. Lapisan tanah itu perlahan berjatuhan menjadi serpihan seiring langkahnya.

Kusaksikan dengan kedua mataku sendiri, patung yang tadinya berupa tanah kini menjelma menjadi sosok gadis kecil. Sebelah kakinya terlihat janggal, tulangnya seakan patah menjadi dua. Beth. Aku yakin itu dia. Segera aku mengikuti langkahnya ketika tubuh mungil itu menghilang di balik pintu.

The BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang