PART 9

2.5K 255 16
                                    

Hi...

saya kembali...

mau share sedikit cerita nih!

Beberapa bab di sini ada banyak cerita tentang kursi goyang

sebenarnya itu adalah pengalaman saya pribadi,

gini ceritanya,

Mak Ko (sebutan untuk tante nenek saya) baru meninggal sekitar 5 tahun lalu di umur 95 tahun kalau tidak salah.

Di malam meninggalnya Mak ko, saya disuruh mengambil beberapa pakaian di rumah yang selalu ditempatinya sendiri.

Sebenarnya saya ingin menolak tapi melihat pihak keluarga lain yang sibuk untuk mempersiapkan keperluan di Adi Jasa membuat saya jadi tidak tega.

Rumahnya memang tidak terlalu besar tetapi selalu gelap dan bau dupa di seluruh penjuru ruangan.

Saat masuk ke kamar Mak ko asli merinding disko, jantung berdetak lebih kencang. Pokoknya pengen banget cepat-cepat keluar dari sini.

Eh, saat berbalik, kursi goyang kesayangan Mak ko saya yang selalu diduduki saat beliau masih hidup bergoyang ke depan dan ke belakang dengan sendirinya. Bau minyak (saya tidak tahu minyak apa yang digunakan, bukan minyak kayu putih atau minyak telon) yang biasa digunakan oleh Mak ko saya tercium tiba-tiba. eh, tidak lama kursinya berhenti bergoyang sendiri.

Lari adalah hal yang paling tepat menurut saya saat itu.

Pelajaran yang saya dapat malam itu:

Berada di tempat orang yang baru meninggal dunia lebih dari 5 menit dalam keadaan remang-remang dan bau dupa bukan hal yang bagus.

Lain kali akan saya ceritakan mengapa di cerita ini dan Papan Ouija ada setting Pohon berjejer-jejer.

Typo bertebaran

Happy reading :)

*****



Perempuan itu menarik tubuh gadis kecil yang bernama Beth tanpa melepaskan jambakannya. Kemudian didorongnya tubuh gadis kecil itu hingga terjengkang di lantai. Gadis itu menangis semakin keras ketika dahinya menatap dinding. Kulihat darah mengalir dari dahinya.

Perempuan berpakaian serba hitam itu malah terlihat senang ketika melihat darah mengalir di dahi Beth. Dihampirinya gadis kecil itu yang sedang meringkuk ketakutan. Dihentikannya darah yang mengalir dengan jari telunjuknya kemudian perempuan itu menjilat jarinya sendiri yang terkena oleh darah.

Kubekap bibirku rapat-rapat. Menjijikan! Sungguh, Aku ingin muntah ketika melihatnya! Apa yang dipikirkan perempuan itu?

"Manis," kata perempuan itu dengan seringainya.

"Nanti akan kubuat kamu mengeluarkan lebih banyak lagi!"

Diseretnya kaki mungil Beth dengan kasar. Perempuan itu menarik sebelah kaki gadis kecil itu menuju kamar mandi yang terletak di ujung ruangan. Beth berusaha untuk menggapai sesuatu dengan tangan mungilnya.

"Berhenti! Kubilang berhenti!" Teriakku.

"Kakak! Jangan menyakitiku! Kumohon! Kumohon!" teriak Beth sambil meronta-ronta.

Perempuan itu menghentikan langkahnya lalu menghempaskan kaki Beth dengan kasar. Ditariknya rambut Beth hingga gadis kecil itu berdiri mengikuti kemauannya. Dibiarkannya Beth walaupun dia tengah menangis sesenggukan. Ditamparnya pipi kanan gadis itu keras-keras. Tubuh gadis kecil itu kembali terjatuh. Tidak sampai di situ, perempuan itu menendang tubuh Beth berulang kali hingga gadis itu merintih kesakitan.

Wajah Beth menengadah, menatap lurus padaku seakan meminta pertolongan. Tubuhku merinding, ketika pandangan matanya beradu padaku.

"Tolong... tolong..." pintanya lemah.

Tangan kananya menjulur, seakan berusaha menggapaiku. Tubuhku bergerak mundur ke belakang beberapa langkah tanpa dikomando. Tiba-tiba tubuhku limbung karena tidak menemukan pijakan. Benar saya, aku tidak menyadari ada tangga tepat di belakangku. Aku hanya bisa pasrah ketika tubuhku melayang dan menunggu tubuhku terapar di lantai nanti.

"Alice bangun! Alice!!"

Mataku mengerjap. Kepalaku terasa pusing. Wajah Matt yang terlihat khawatir malah membuatku bingung. Kaosku basah oleh keringat, Mimpi. Ternyata tadi adalah mimpi. Tapi terasa nyata, bahkan aku dapat mengingat setiap detail dari mimpiku barusan.

"Alice, kamu baik-baik saja?" tanya Matt cemas.

Kugelengkan kepalaku sebagai jawaban.

"Alice, apa kamu merasa tidak enak badan?" tanya Matt lagi.

Kembali kugelengkan kepalaku. Otakku masih sibuk mencerna mimpi barusan.

"Alice..." panggil Matt dan sama sekali tidak kugubris.

Otakku melayang pada mimpi barusan. Wajah anak yang bernama Beth dapat kulihat setiap detailnya. Matanya yang bulat dengan hidung tidak terlalu mancung. Pipinya chubby dan terlihat menggemaskan. Rambut sebahu berwarna hitam yang kontras dengan kulit putihnya. Sepertinya blasteran. Tapi Perempuan yang dipanggil dengan sebutan 'Kakak' itu tidak dapat kulihat wajahnya. Hanya pakaian serba hitam dari atas hingga bawah.

Tunggu! Mimpiku barusan sepertinya berurutan. Maksudku, sepertinya aku pernah membaca sesuatu yang mirip seperti itu. Ck! Di mana ya? Aku mencoba mengingat-ingat sesuatu. Tubuhku kembali menegang ketika Aku berhasil mengingatnya, mataku membulat lebar dan bibirku menganga lebar. Aku tahu, wajahku terlihat buruk saat ini. Buku merah itu!

Aku menjambaknya

Menarik tubuhnya

Menyeretnya

Membanting tubuh rapuhnya

Mirip dengan mimpiku barusan. Apa benar ini petunjuk? Beth terlihat meminta tolong padaku dan tangannya berusaha menggapaiku tadi. Apa yang harus kulakukan?

"Alice, berhenti melamun! Kau membuatku takut!" Sentak Matt jengkel.

Kembali Aku tersadar ke alam nyata. Suara Matt yang terdengar kesal membuatku sadar Aku tidak sendiri di ruangan ini.

"Kakak kenapa?" tanya Ava khawatir.

"Tidak apa-apa." jawabku berusaha untuk tersenyum.

"Kau terlihat tidak baik Alice! Kau terlihat kacau!" Bantah Matt.

Aku sedikit kesal dengan penuturnnya barusan.

"Aku tahu! Tapi kau tidak perlu bilang di depan Ava! Lihat, dia mencemaskanku!"

Matt terlihat bersalah ketika melihat Ava menatapku dengan cemas.

"Kakak baik-baik saja Ava," kataku menenangkan.

Ava tersenyum. Wajahnya sudah tidak pucat seperti kemarin. Jauh lebih cerah dan lebih baik.

"Kamu tidur lagi ya..." suruhku.

Ava menurut. Kuberi kode pada Matt untuk keluar ruangan denganku. Suster yang disewa untuk menjaga Ava kembali duduk di kursi samping ranjang ketika melihatku dan Matt berjalan keluar. Matt menutup pintu kamar Ava pelan agar gadis kecil itu tidak merasa terganggu.

"Kamu kenapa Al?" tanya Matt lembut.

Aku menatapnya dengan datar. Sungguh, aku bingung bagaimana aku mengeskpresikan wajahku saat ini. Buku merah dan mimpi itu sangat menganggu pikiranku.

"Aku percaya kalau Beth itu ada. Bagaimana menurutmu?"

*****












The BloodOnde histórias criam vida. Descubra agora