Eps. 12

1K 71 0
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Takdir Allah selalu baik, itulah yang harus senantiasa ditanamkan, agar kita bisa ikhlas dalam menyikapi kenyataan."

—🖤—

MEMBACA Alquran setiap selesai menunaikan salat dhuha dan hajat merupakan kebiasaan Harini. Satu juz sehari, dan saat ini sudah berada di penghujung juz terakhir. Lantunannya terdengar merdu dan indah, siapa pun yang mendengar pasti akan terkagum-kagum.

Saat kegiatannya selesai dan dia meletakkan mushaf di atas nakas, dirinya tertegun beberapa detik karena melihat jemari Zalfa bergerak. Dengan kecepatan kilat dia berlari mencari keberadaan Angga. Nafasnya memburu, tapi matanya memerah haru. Dia harap ini merupakan tanda-tanda kesadaran.

"Mas Dokter..., Mas Dokter..., tangan Zalfa bergerak," katanya tergesa-gesa dengan napas yang ngos-ngosan.

Angga langsung berjalan cepat menuju ruang ICU, tak lupa dia pun membawa serta suster. "Ibu tunggu dulu di sini, saya akan melakukan yang terbaik," ungkap Angga kala Harini ingin ikut masuk.

Harini pun akhirnya mengangguk. Dia mencoba menghubungi sang putra, tapi panggilannya tak kunjung dijawab. Sampai akhirnya tepat di panggilan ketiga barulah tersambung.

"Assalamualaikum, Yan," salamnya.

"Wa'alaikumusalam maaf, Bu, Zayyannya sedang kerja. Handphone-nya saya yang pegang."

Harini membatu kala mendengar suara perempuan di seberang sana.

"Anda siapa yah? Putra saya di mana?"

"Saya Nayya, Bu. Apa ada pesan yang ingin disampaikan?"

Harini menutup kedua matanya beberapa saat, sebelum akhirnya berucap, "Bisa tolong berikan handphone ini pada putra saya? Ada hal penting yang harus saya bicarakan."

"Baik, Bu, tunggu sebentar."

Tak lama setelah itu, akhirnya salam Zayyan menguar. "Iya, kenapa, Bu? Maaf handphone Zayyan ditahan sama Mbak Nayya."

Harini menghela napas singkat. "Memangnya dia siapa sampai harus banget pegang handphone kamu? Kamu jangan macam-macam yah, Yan!"

"Ibu jangan salah paham dulu, nanti Zayyan jelaskan secara langsung kalau ketemu. Ada apa Ibu menghubungi Zayyan pagi-pagi?"

"Zalfa sadar." Setelah mengatakan hal tersebut, Harini memilih untuk mengakhiri sambungan telepon.

Dia tak habis pikir dengan sang putra yang begitu mudah memberikan alat komunikasi, yang merupakan hal pribadi dipegang oleh orang lain. Mana perempuan bernama Nayya itu juga sangat lancang menjawab panggilannya.

—🖤—

Di lain tempat, Zayyan terlihat mematung dengan gawai masih berada dalam genggaman. Angannya berkeliaran entah ke mana. Dia masih terpaku dengan dua kata yang diungkapkan sang ibu.

"Lo kenapa malah bengong? Ada apa?" tanya Nayya penasaran. Tangannya dikibaskan tepat di depan wajah Zayyan, yang tidak berkedip sama sekali.

"Woyyyy!" Teriakan Nayya akhirnya berhasil membuat kesadaran Zayyan terkumpul.

"Saya harus ke Jakarta sekarang, Mbak," putusnya seraya melepas atribut memasak.

"Muka lo tegang amat, ada apaan sih?"

"Maaf Mbak saya harus pergi sekarang. Assalamualaikum," pamitnya segera memacu langkah.

"Makin aneh tuh orang. Penuh rahasia banget!" gumam Nayya setelah menjawab salam dan memilih untuk meninggalkan dapur.

Selepas Gulita | END √Where stories live. Discover now