Eps. 22

943 63 1
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Kalau jatuh cinta, jangan lupa pakai logika. Jangan hanya mengandalkan hati saja."

—🖤—

SYAKI pasrah saat dirinya dijadikan sebagai samsak pelampiasan oleh Nayya. Dia ikhlas walau mungkin nanti badannya akan sakit-sakit, asal gajinya naik. Nayya tidak segalau dan sefrustrasi ini kala putus dengan Angga. Tapi, lihatlah bagaimana kacaunya dia sekarang?

"HTS tuh emang nggak akan pernah berhasil. Jago kalau ada yang HTS-an, jadian, terus sebar undangan," oceh Syaki saat Nayya melempar asal guling yang digunakan sebagai alat tempur untuk menyiksanya.

Nayya mendelik tajam. Tak suka dengan penuturan Syaki. Bukannya dihibur, ini malah disudutkan. Memang punya sahabat modelan Syaki itu tidak ada faedahnya.

"Kalau Zayyan ngomong dari awal, kalau dia udah ada calon. Gue pasti nggak akan baper. Lagian tuh orang baiknya sama semua orang, ya wajar kalau sebagai perempuan gue salah paham," raungnya seraya meraup wajah kasar.

"Emangnya lo pernah nanya sama dia? Dengerin gue yah, Nay, tipikal cowok kayak Zayyan tuh nggak akan ngomong kalau nggak ditanya. Salah lo juga kenapa nggak diselidiki dulu sebelum hati lo bener-bener kepincut," komentar Syaki.

"Kurang ajar, lo! Nyalahin gue lagi. Cerita sama lo tuh emang nggak pernah bener!"

Syaki meringis dan tanpa dosa malah menyomot camilan yang terhidang di meja. "Gue nggak maksud gitu, Nay. Sorry."

Nayya merampas makanan yang akan masuk ke dalam mulut Syaki. "Lo emang nggak ada kenyang-kenyangnya yah. Makan mulu!"

"Jangan pelit-pelit, lha, Nay. Sama temen sendiri perhitungannya minta ampun lo."

Syaki meminum cappuccino terlebih dahulu. "Gue mau ngomong serius sama lo."

"Apaan?" sambar Nayya judes.

"Gue kasihan sama bininya Zayyan. Dia tuh masih muda, cantik, bening pula, bonusnya shalihah. Tapi, nasib baik nggak berpihak sama dia. Divonis lumpuh pas sadar dari koma. Gila nggak tuh? Kalau gue ada di posisi itu. Gue udah gantung diri kali."

Nayya terdiam, menatap sekilas ke arah Syaki lantas merebahkan tubuhnya di sofa.

"Gue juga salut sama Zayyan, masih ada cowok modelan dia yang berani ambil langkah sejauh ini. Calon bininya koma, terus pas sadar kondisinya memiriskan, tapi malah langsung dinikahi. Gue nggak tahu, itu termasuk sebuah tindakan mulia, atau kebodohan dengan dalih cinta," tukas Syaki seraya geleng-geleng kepala.

"Bucin dia tuh pake iman dan akal. Nggak mungkin juga Zayyan mutusin hal besar yang akan mempertaruhkan masa depannya secara asal. Zayyan beda sama lo!" sahut Nayya sarkas.

"Mulut lo jahat banget dah, Nay. Gue tuh bukan tandingannya Zayyan. Jelas akan kalah jauh," terangnya sadar diri, tapi perkataan Nayya cukup menohok hati.

Syaki mengelus pundak sahabatnya. "Udah, Nay, lo jangan mikirin Zayyan mulu. Makin susah move on nanti."

"Gue telat ketemu Zayyan, kecolongan start."

"Kalaupun lo duluan yang ketemu Zayyan, nggak ada jaminan pasti kalau dia bisa jatuh cinta sama lo," sahut Syaki begitu enteng.

Nayya mendengkus kesal. "Gitu amat lo sama gue. Sahabat lo lagi galau, dihibur kek, disanjung-sanjung kek supaya mood-nya bagus. Lha, ini malah dinistakan."

"Gue orangnya jujur, Nay. Realistis aja, nggak usah banyak berandai-andai. Lagian sekarang Zayyan juga udah bahagia sama bininya. Lo, nggak mungkin, kan mau jadi istri kedua, atau mau jadi pelakor? Kayak nggak ada cowok lain aja!"

Selepas Gulita | END √Where stories live. Discover now