Eps. 14

981 68 0
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Banyak orang tua yang malu anaknya dinikahi secara sederhana, tapi mereka tak malu anaknya dipacari secara cuma-cuma."

—🖤—

PERNIKAHAN bukan hanya sebagai ajang penghalalan dari sesuatu yang haram. Melainkan sebuah perjanjian agung sepasang insan yang melibatkan Tuhan. Hampir semua orang memimpikan sebuah pernikahan, tapi tak sedikit dari mereka tidak mampu untuk menjaga kerukunan.

Harapannya bisa membersamai hingga jannah nanti, tapi rumah tangga yang dibina tidak melibatkan Allah sama sekali, atau bahkan mencurangi sang Illahi. Yang menghelat pernikahan memang banyak, tapi kasus perceraian pun membeludak. Maka dari itu berpikirlah sebelum bertindak.

"Saya terima nikah dan kawinnya Zalfa Hasna binti Haidar Wiratama dengan maskawin tersebut, tunai." Suara lantang Zayyan menguar ke segala penjuru masjid.

"SAH?"

"SAH!"

Zalfa yang memang sengaja tidak disandingkan di sisi Zayyan, akhirnya muncul dengan balutan gamis serta kerudung berwarna senada, putih. Kepalanya menunduk dalam, dengan tangan saling memilin resah ujung khimar. Sedangkan Harini memasang senyum terbaik, kala mendorong kursi roda yang menantunya gunakan.

Zayyan bangkit dan mengambil alih tugas sang ibu, dia mendorong kursi roda Zalfa untuk sejenak melipir ke sudut ruangan. Dia meminta waktu sekitar 15 menit pada petugas KUA serta para tamu undangan, untuk menunaikan dua rakaat salat hajat.

Zayyan bersimpuh di depan kursi roda Zalfa. "Punya wudu, kan?"

Zalfa mengangguk kecil dan enggan menatap wajah berbinar suaminya yang saat ini terlihat sangat tampan.

"Salat hajat dulu yah. Kita akan beribadah sepanjang masa, dan alangkah baiknya kita mulai dari sekarang," terang Zayyan yang lagi-lagi hanya dibalas anggukan.

Zayyan segera berdiri di depan Zalfa, mengumandangkan takbir dengan sangat merdu. Sampai akhirnya ucapan salam terdengar, tanda salat sudah usai. Zayyan tak langsung bangkit, dia lebih memilih untuk berdzikir dan berdoa terlebih dahulu.

Setelah dirasa cukup, barulah Zayyan bangkit dan menatap Zalfa cukup lama. Tangan kanannya memegang puncak kepala sang istri, sedangkan tangan yang lain dibiarkan untuk menengadah. "Allahumma inni as-aluka khairaha wa khaira maa jabaltaha alaihi, wa a'udzubika min syarriha wa syarri maa jabaltaha alaihi."

Zalfa mengaminkan dengan suara bergetar. Sekuat tenaga dia memberanikan diri untuk menyalami punggung tangan sang suami, untuk yang pertama kalinya.

Degupan di dada Zayyan yang sedari tadi sudah berulah di ambang batas wajar, kian menggila saat dengan lembut dan penuh hati-hati sang istri mencium tangannya.

Keringat dingin membanjiri kening, dan Zayyan rasa kakinya pun lemas bukan main. Baru kali ini dia bisa bersentuhan fisik dengan seorang wanita. Masya Allah, ternyata efeknya sangat amat luar biasa.

"Mari kita mulai ibadah ini dengan bismillah," ungkap Zayyan lalu mencium ubun-ubun Zalfa.

Tanpa sepatah kata pun Zayyan mendorong kursi roda Zalfa untuk kembali ke meja akad. Masih ada berkas-berkas yang harus mereka tanda tangani, dan lagi ada beberapa tetangga juga yang ikut menghadiri. Jadi mereka wajib menjamu tamu yang hadir dengan sebaik mungkin.

"Janjinya 15 menit, tahunya malah jadi dua kali lipat," oceh Harini setelah proses penandatanganan selesai.

"Maaf, Bu, mana sempet lihat jam. Terlalu khusuk," jawab Zayyan apa adanya.

"Nunduk terus, pipinya masih merah merona yah," goda Harini terkikik geli.

Zayyan menggeleng pelan, ibunya ini memang sangat pandai menggoda.

"Jangan usilin Istri Zayyan terus dong, Bu, kasihan," pinta Zayyan.

Harini malah makin menggila. "Istri katanya, iya deh yang udah halal dan punya gandengan."

"Jangan becanda terus dong, Bu, mending sekarang kita pulang ke rumah buat lanjutin acara tasyakuran."

Harini menurut dan mengomando para tamu undangan untuk berkumpul di rumahnya. Di sana sudah disediakan hidangan dari mulai makanan berat sampai dengan camilan.

Sebelum acara makan-makan dimulai. Dibuka dengan doa yang dipimpin oleh seorang pemuka agama terlebih dahulu. Tidak lama, bahkan sangat singkat padat dan jelas. Lalu dilanjut dengan kegiatan makan bersama.

Inilah yang Zalfa maksud sebagai pernikahan impian. Khidmat dan hanya dihadiri orang-orang terdekat, kegiatannya pun diisi dengan lebih banyak doa. Tak perlu menggelontorkan uang puluhan juta hanya untuk acara satu hari saja, cukup yang sederhana tapi bermakna.

"Besok kita pindah ke Bogor, Zayyan sudah membeli sebuah rumah untuk kita tempati. Nggak besar, tapi in syaa allah cukup untuk kita bertiga," tutur Zayyan setelah acara selesai.

"Ibu kira malam ini kita akan langsung pindah. Lusa, kan kamu mulai kerja lagi, Yan. Kalau besok pindahannya, kamu nggak ada jeda untuk istirahat," sahut sang ibu.

"Kasian Ibu sama Zalfa kalau Zayyan memaksakan perjalanan hari ini juga," jelasnya seraya melirik secara bergantian ke arah Zalfa dan juga Harini.

"Aku setuju sama Ibu, Mas. Barang-barang, kan udah di-packing tinggal berangkat aja. Lagian ini juga masih sore. Istirahat untuk meluruskan punggung masih bisa. Berangkat ba'da isya supaya jalanan nggak macet," imbuh Zalfa menimpali.

"Nah bener tuh apa kata Mantu Ibu."

Zayyan mengangguk setuju. "Ya udah Zayyan ikut suara terbanyak aja."

"Oh, ya, temen-temen di tempat kerja kamu tahu, kan kalau status kamu sekarang suami orang? Jangan sampai ada yang ngira kamu masih lajang," tutur Harini mengingatkan.

"Zayyan belum sempat untuk memberi kabar, lagi pula buat apa sih pamer status? Kalau ada yang tanya, pasti Zayyan jawab. Tapi untuk gembar-gembor kalau Zayyan udah nikah, kayaknya nggak deh. Bukan Zayyan banget."

"Mas malu yah punya istri lumpuh kayak aku?" tanya Zalfa dengan kepala menunduk.

Zayyan menggeleng kuat. "Kenapa kamu berpikiran seperti itu? Nggak ada sedikit pun rasa malu. Mas hanya nggak mau privasi kita terganggu. Lagi pula kalau ada yang tanya, pasti dengan bangga Mas akan jawab kalau Zalfa Hasna ini istri Mas yang paling cantik hati dan juga cantik rupa, shalihah pula. Paket lengkap pokoknya."

"Gombal itu, Fa, jangan didengerin. Mulut Zayyan mengandung glukosa yang membuat siapa pun kena penyakit gula, diabetes maksudnya," kelakar Harini lantas berlalu pergi ke kamar. Dia tak ingin menjadi nyamuk.

Zalfa terkekeh pelan. Ternyata ibu mertuanya ini sangat senang berguyon dan menyudutkan sang suami.

"Nah gitu dong senyum, aura cantiknya, kan makin terpancar," cetus Zayyan.

Zalfa geleng-geleng. "Mas ternyata pinter gombal juga yah. Perasaan dulu itu lugu banget, natap mata aku aja nggak berani."

"Gombalan Mas itu mahal dan harus berlabel halal. Hanya ditujukan untuk Istri Mas Seorang," katanya semakin menjadi.

"Allahuakbar, Mas ini bisa banget jawabnya."

Zayyan tertawa puas, melihat istrinya tersipu malu dengan rona merah di pipi.

"Istirahat dulu sebentar, kamu pasti capek, kan?" saran Zayyan seraya mendorong kursi roda Zalfa untuk memasuki kamarnya, yang sekarang menjadi milik Zalfa juga.

🖤SEE YOU NEXT CHAPTER🖤

Bandung,
Rabu, 31 Mei 2023

Uhuyyyyyy, ada pengantin baru nih 🙈🤣 ... Awas hati-hati, jangan sampai iri hati dan dengki melihat ke'uwu'an pasutri 😂

Next or No?

Selepas Gulita | END √Where stories live. Discover now