Eps. 38

1.1K 74 2
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Masalah ada untuk diselesaikan, bukan malah diperpanjang."

—🖤—

NAYYA mengerjapkan mata secara perlahan. Menatap ke sekeliling dan mendapati Harini yang tengah duduk setia menemaninya.

"Ada yang sakit, Nak? Perlu apa, Sayang?" tanya Harini penuh perhatian.

Nayya menggeleng lemah, spontan dia pun meraba perutnya.

"Alhamdulillah kandungan kamu baik-baik aja, tapi harus bedrest, jangan banyak beraktivitas dulu. Tadi kamu nge-plek, Nay," tutur Harini menjelaskan.

Nayya menarik tubuhnya hingga kini menjadi duduk. "Aku nggak mau di penjara, Bu. Aku nggak mau mendekam di sana," rancaunya.

Kilatan kejadian tadi membayang, bahkan dia sangat ingat betul bagaimana ucapan penuh intimidasi yang Angga layangkan.

Harini mengelus puncak kepala Nayya lembut. "Nggak akan, Nak, kamu jangan banyak pikiran. Semua akan baik-baik saja."

"Zayyan membenci aku, dia akan menjebloskan aku ke penjara. Aku nggak bersalah, Bu, aku nggak terlibat dalam kecelakaan itu."

Harini merengkuh tubuh sang menantu yang bergetar karena menangis. mengelus punggungnya untuk menyalurkan ketenangan.

"Ibu nggak akan membiarkan itu terjadi, Ibu yang akan pasang badan buat kamu," tegas Harini menyakinkan.

Nayya terisak di dalam pelukan hangat beliau. Hatinya sedikit lega mendengar penuturan Harini, setidaknya sang mertua berada di pihaknya.

Harini mengurai pelukannya, menghapus jejak air mata Nayya lalu berkata, "Sekarang kamu istirahat, jangan banyak pikiran, jangan banyak bergerak, kamu harus benar-benar bedrest supaya cepat pulih. Jangan kabur-kaburan lagi yah, Nak."

Nayya mengangguk kelu. "Maafin aku, Bu."

Harini menampilkan senyum tulusnya.

Dia tak tega melihat raut ketakutan dan kecemasan yang terpancar jelas di mata sang menantu. Dia tak ingin Nayya menanggung beban seberat ini di tengah kondisinya yang sedang mengandung.

"Zayyan di mana, Bu?"

Harini tersenyum samar. "Lagi urus administrasi dulu, nanti dia ke sini kalau semuanya udah selesai."

"Zayyan masih marah sama aku?"

Harini menggenggam tangan Nayya lembut. "Semua akan baik-baik saja."

"Ibu nggak bisa jawab, berarti Zayyan masih marah sama aku. Dia mau menceraikan aku," lirihnya.

Harini menggeleng tegas. "Nggak, Nay, kamu jangan terlalu jauh berpikir ke sana. Sekarang kamu lagi mengandung darah daging Zayyan, dia nggak akan mungkin setega itu menceraikan kamu."

"Tapi, Bu—"

"Semuanya akan baik-baik saja. Seharusnya Ibu yang minta maaf karena nggak bisa menjadikan Zayyan sebagai sosok suami yang baik untuk kamu. Dia belum mampu mengendalikan emosi dan begitu mudah melontarkan kata-kata kasar yang nggak sepantasnya kamu denger. Atas nama Zayyan, Ibu minta maaf yah, Nak," potong Harini cepat.

Nayya hanya mampu berkawan geming, dia kehilangan kosakata karena perlakuan baik Harini. Sangat berbanding terbalik dengan sang suami yang begitu leluasa menghakimi.

"Semua yang terjadi merupakan takdir Allah, Nay," tutur Harini menenangkan.

Nayya menoleh saat mendengar suara pintu yang dibuka dari luar. Di sana menampilkan Zayyan yang datang tanpa ekspresi, terlihat sangat dingin dengan rahang mengencang kuat.

Selepas Gulita | END √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang