11| Hate you

71.2K 6.3K 136
                                    

Aurora menatap dirinya dalam pantulan cermin, tak ada senyuman maupun kesedihan. Aurora hanya menghela napas panjang sebelum akhirnya meraih lipt cream dan tint pink miliknya, mengaplikasikan dengan ombre tipis yang membuat kecantikannya seolah menguar begitu saja. Aurora menatap cincin indah bertabur berlian kecil di jari manisnya, tersenyum tipis mengingat pertunangannya dengan Allaric.

Aurora menoleh saat ketukan dikamarnya terdengar, tak lama muncullah sang mama yang tersenyum menatap putrinya. Paras ayu sang putri yang mirip seperti dirinya.

"Allaric udah di bawah, kamu udah siap?" Tanya sang mama

Aurora mengangguk, "Aura ambil tas terus turun bentar lagi, ma"

Helena menatap putrinya yang kini telah beranjak dewasa, senyum keibuanya begitu bangga menatap Aurora. "Mama turun dulu ya" ujarnya yang diangguki oleh Aurora.

■■■■

"Kita mau kemana?" Tanya Aurora ketika mobil Allaric melaju membelah jalanan lenggang malam ini.

Entah sadar atau tidak, keduanya terlihat seperti couple goals dari style pakaian mereka. Aurora yang mengenakan jeans dipadukan dengan cardigan crop berwarna putih bersanding dengan Allaric yang juga mengenakan celana jeans dipadukan kaos putih berlogo LV berwarna putih yang sekilas hampir tak terlihat.

"Balapan"

Aurora mengernyit bingung, "Balapan?" Sedetik kemudian Aurora membulatkan matanya menyadari tujuan Allaric mengenakan mobil sport saat ini.

"Aric, lo gila? Gue nggak mau!"

Allaric seolah tuli, ia tak membalas pekikan Aurora dan masih sibuk menyetir tanpa peduli pada Aurora yang mulai panik.

"Ar, turunin gue di sini kalau emang lo mau balapan" Ujar Aurora pelan sambil menatap Allaric serius.

"Ar, gue mohon" manik Aurora berkaca-kaca apalagi kini maniknya telah menemukan keramaian yang sepertinya menjadi tujuan Allaric.

Setelah mobil berhenti, Allaric menatap Aurora sejenak. Menghela napas sebelum akhirnya meraih tangan Aurora yang dingin, mengecupnya pelan dan menatap manik hazel Aurora sungguh-sungguh.

"Gue janji cuma bentar, tadi Haczon tiba-tiba nantangin dan nggak bisa gue tolak. Percaya gue ya" jelas Allaric lembut

Aurora menggeleng, "Kalau gitu, turunin aku di sini" bisiknya serak

Allaric menarik Aurora dalam dekapannya, "Xavierous belum dateng, lo nggak aman di luar"

Aurora memberontak, tangisnya terdengar. "Gue nggak mau ikut balapan! Gue takut, Ar.." lirihnya di akhir kalimat

"Ada gue, lo percaya gue kan?"

Aurora hanya diam, tangannya semakin berkeringat dingin. Pelan-pelan Allaric melepaskan pelukan keduanya, menangkup pipi Aurora erat. "Cukup percaya gue bakal menang dan selesaiin ini secepat yang gue bisa, oke?" Bisik Allaric sambil mengeratkan seat-belt Aurora.

Aurora menggeleng, debaran jantungnya kini menggila bukan karena perlakuan lembut Allaric, tetapi karena rasa takut yang membuncah pada dirinya. Pikiran Aurora tidak tenang, rasa khawatir dan takut seolah menyiksanya kini.

Telinga Aurora seolah berdengung keras ketika bendera dilempar tinggi-tinggi dan mobil Allaric melaju begitu cepat, yang bisa Aurora lakukan hanya memejamkan matanya erat tak mampu membayangkan seberapa cepat kini mobil yang ia tumpangi melaju. Meski begitu, air mata tak henti mengalir di pipi chubby Aurora.

Entah berapa lama waktu berjalan, Aurora setidaknya mampu bernapas ketika tangan besar Allaric menariknya masuk dalam dekapan laki-laki itu. Tangis Aurora pecah, tangan Aurora gemetar bukan main, bahkan rasanya dada Aurora terlalu sesak saat ini. Aurora menangis terisak, hatinya sakit. Ia bukan Vanilla yang mampu bertahan di situasi seperti itu, ia bukan Vanilla yang ratu jalanan, ia bukan Vanilla yang mampu diajak oleh Allaric di gelapnya dunia malam. Ia Aurora.

IridescentWhere stories live. Discover now