24| Hallo, Daniel!

37.2K 4.2K 173
                                    

Senyuman manis terbit di bibir Aurora saat menatap rintik hujan yang mengiasi pagi ini, Aurora menyukai ketika titik air itu mulai menghiasi minggu pagi yang begitu tenang ini. Semalam, setelah mengembalikan amplop itu pada tempatnya, Aurora lantas kembali ke rumah dengan meminta supir untuk menjemputnya.

"Pagi mama cantik" sapa Aurora ketika menemukan sang mama sibuk menata sarapan bersama beberapa pelayan di meja makan.

"Pagi, Aura"

Aurora memeluk mama-nya dengan manja, ia bagaikan bayi yang begitu enggan berada jauh dari sang mama. Menyadari putrinya yang sedang dalam mode manja, Helena pun menepuk pelan tangan Aurora yang melingkar di pinggangnya.

"Mama mau siapin sarapan dulu, kamu bantuin mama ambil buah di dapur sana" ujar Helena lembut.

"Aye aye boss" Aurora melepaskan pelukannya dan berjalan riang menuju dapur. Saat Aurora kembali ke ruang makan, ia menemukan papa-nya sedang memeluk sang mama layaknya apa yang Aurora lakukan beberapa saat lalu.

"Papa, itu mama-nya Aura" keluh Aura sambil menatap papa-nya kesal.

Dengan jahil, Jendra mengecup pipi Helena cepat. Tentunya hal itu membuat Aurora semakin cemberut, "Papa!"

"Papa, suka banget godain anaknya" tegur Helena namun hanya diacuhkan oleh Jendra, bahkan kini Jendra hanya menatap Helena lekat tanpa memalingkan wajahnya sekalipun.

"Morning kiss?"

Helena tersenyum geli, lantas dengan secepat kilat mengecup bibir suaminya. Jendra terkekeh pelan, kemudian melepaskan pelukannya pada sang istri dan mendekatkan dirinya pada Aurora. Saat berada dekat dengan Aurora, Jendra mengecup pucuk kepala putrinya hangat sambil menepuk pelan pucuk kepala putrinya.

Aurora tersenyum senang, ia membalas dengan memberikan kecupan hangat di pipi kanan sang papa. Suasana ini yang ia inginkan, senyum merekah indah dari sang mama inilah yang selalu Aurora rapalkan dalam doanya dulu. Aurora menuduk dan sejenak berusaha menahan ledakan bahagia yang membuncah dihatinya.

"Abang mana?" Tanya Jendra yang tak menemukan keberadaan Axel.

Tak lama Axel nampak menuruni tangga dengan langkah pelan, wajahnya memar pada bagian rahang atas dan pelipis. Melihat sang putra yang tampak lebam-lebam pun Helena segera menghampirinya.

"Ini kenapa bisa gini, bang?" Tanya Helena khawatir

"Aman, ma. Allaric udah panggil dokter semalem" kekeh Axel sambil menatap Helena.

Jendra menggelengkan kepalanya pelan, "Selagi masih bisa ketawa gitu kalo anak cowok nggak masalah, ma" sahutnya santai.

Aurora menatap lekat pada abangnya, perasaannya kacau seketika. Apakah artinya Axel telah lolos dari waktu kematian?

Allaric mengatakan jika markas Xavierous diserang, lantas Axel pagi ini datang dengan wajah lebam. Apakah waktu pertarungan yang berhasil menggugurkan Axel di kehidupan sebelumnya telah terlewat? Apakah artinya Aurora sejenak bisa lega mengenai abangnya?

Lamunan Aurora buyar ketika Axel kini telah duduk manis di sampingnya, menepuk pelan bahu Aurora yang hanya diam mematung. Pandangan Aurora kini beralih pada Axel sepenuhnya, menatap luka memar yang menghiasi wajah Axel.

"Abang baik-baik aja, Allaric yang parah tuh" bisik Axel pelan.

Aurora hanya mencibir pelan, mengalihkan pandangannya. "Nanti kalau Aura nggak sibuk, Aura tanyain. Tapi kalau nggak masuk rumah sakit kayaknya nggak papa"

"Dasar"

Jendra memulai sesi sarapan dengan khidmat, bahkan kini hanya denting pelan yang menghiasi keheningan ruang makan kediaman keluarga kecil Haidar ini. Setelah beberapa saat berlalu, menyadari semua telah menyelesaikan sarapan. Jendra pun berdehem sejenak, menatap sang istri yang telah memberikan kode untuk membuka suara.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang