33| Next Chapter

52.6K 3.5K 218
                                    

Hari kembali berganti, pagi ini sama seperti kebiasaan seorang pelajar lainnya, Aurora menekuni kegiatan belajarnya di kelas. Maniknya begitu fokus menatap papan tulis yang berisi angka matematika, namun sepertinya pikiran Aurora melayang entah kemana. Karena nyatanya buku catatan Aurora masih bersih tanpa hiasan tinta dari penanya, Freya yang duduk disampingnya pun hanya diam menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Aurora.

Denting bel istirahat makan siang berbunyi, sorakan terdengar dari setiap kelas. Pun pula kelas Aurora, akhirnya mereka bisa melepaskan kejenuhan mereka bersama rumus matematika yang begitu rumit dimengerti. Guru pun bergegas meninggalkan ruangan, menyisakan pekikan heboh siswa siswi Oxyzen yang berlomba menuju kantin.

Aurora mengerjab ketika tepukan terasa di bahunya, maniknya menatap Freya terkejut. "Udah istirahat ya? Maaf ya, gue nggak fokus"

"Lo kenapa? Butuh tempat cerita?" Tanya Freya lembut yang langsung menarik perhatian Maurel dan Vivian.

Manik hazel Aurora berkaca-kaca, hadiah istimewa seperti ini tak pernah ia dapatkan di masa lalu. Senyuman manis Aurora terbitkan untuk sahabatnya, tangannya terulur memeluk Freya yang kini terkejut dengan ulahnya. Namun juga tak urung membalas pelukan Aurora.

"Cup cup, adik manis cup cup" kekeh Freya lembut yang membuat Aurora semakin menangis.

Aurora berterima kasih, di kehidupan kali ini ia dikelilingi orang-orang baik yang selalu ada untuknya. Setidaknya, Aurora mampu kembali bangkit bersama orang-orang yang kini mampu merangkulnya ketika ia jatuh. Izinkan Aurora untuk menggenggam semuanya hingga akhir, apapun yang akan terjadi, bersama mereka Aurora akan siap menghadapi semuanya.

"Udah tenang?" Tanya Vivian sambil mengusap bahu Aurora.

"Lo sedih ya karena kak Allaric sakit?" Tanya Maurel hati-hati.

Tawa Aurora meluncur ringan, menggeleng pelan. "Enggak, dia udah sembuh kok" manik Aurora menatap para sahabatnya dengan begitu tulus.

"Gue mau berterima kasih, sama kalian–" senyumnya merekah, maniknya masih berkaca-kaca namun bibirnya sibuk mengukir senyuman.

"–terima kasih, kalian udah jadi sahabat terbaik yang pernah ada. Gue tau teman itu pasti punya waktu, people come and go. Tapi gue berharap, kalian nggak akan pergi"

Vivian, Maurel dan Freya menatap Aurora dengan senyuman, "Jadi bagian terbaik dari setiap momen dalam hidup satu sama lain, gue harap persahabatan kita akan selalu terjaga sampai kita tua nanti" ujar Freya haru.

"Setidaknya kita makan dulu nggak sih? Nggak bakal bisa sampai tua kalau sekarang kita nggak makan" sela Maurel yang membuat semuanya tertawa.

"Yuk kantin" ajak Vivian yang langsung diangguki oleh semuanya.

Kaki mereka mulai melangkah menuju kantin, diiringi tawa yang selalu tercipta dalam langkah mereka membuat jarak kelas menuju kantin terasa begitu hangat. Tak jarang, beberapa murid menatap kearah mereka, terkesan dengan paras elok keempatnya yang memanjakan pandangan.

Langkah Aurora terhenti ketika maniknya menatap Kaivan yang terduduk sendirian di gazebo taman sekolah. Aurora menimang sejenak, maniknya terpaku ketika sosok Kaivan tersenyum menatapnya.

"Ra, ayo!" Ajak Maurel yang menarik Aurora dari bius indahnya manik Kaivan.

"O-okay" kali ini Aurora memilih abai, ia kembali menyusuri langkahnya, menyamakan langkah dengan para sahabatnya menuju kantin.

■■■■

Lonceng pulang sekolah kembali berbunyi, pekikan girang terdengar dari setiap sudut sekolah. Selalu, denting bel pulang sekolah menjadi kebahagian tersendiri bagi setiap murid tak peduli latar belakang mereka. Bel pulang sekolah adalah kebahagiaan yang mutlak bagi seorang pelajar.

IridescentWhere stories live. Discover now