07. Butuh Obat dan Istirahat

2.1K 158 2
                                    

"Biananta Prayudha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Biananta Prayudha."

"Biananta!"

"Bian!"

Semua siswa menaruh atensi pada sang guru yang sedang mengabsen pagi ini, kecuali si pemilik nama yang dipanggil. Biananta justru terlihat tenggelam dalam lamunannya sendiri. Tatapannya kosong ke arah buku yang terbuka di atas meja. Kedua tangannya terkulai lemah di pangkuan, sementara tubuh bersandar pada punggung kursi yang didudukinya.

"Psttt! Bi!" Arlan yang duduk tepat satu baris di belakang Bian, sampai harus menendang kursi sang teman. Barulah wajah linglung Biananta terangkat, dengan pandangan yang kontan meliar ke seluruh penjuru ruang kelas.

Semua teman sekelas memperhatikan Bian dalam diam. Sementara sang wali kelas bernama Suryani di depan sana berdiri dengan tangan terlipat dan geleng-geleng kepala melihat tingkah satu muridnya yang tampak baru kembali dari alam bawah sadar.

"Kamu itu cuma disuruh datang ke sekolah dan belajar saja, ekspresinya udah kayak disuruh nafkahin anak orang aja, sih, Bi." Bu Suryani memberi teguran jenaka, yang kontan membuat beberapa siswa dalam kelas terbahak bersamaan.

Masih belum paham apa yang dimaksud oleh si pengajar, Bian tak mengeluarkan satu patah pun kata untuk menjawab. Seolah hanya raganya yang berada di sana, tetapi tidak dengan jiwanya.

Menyadari sang teman kebingungan, Arlan mencondongkan badan ke depan dan berbicara pelan. "Tadi Bu Sur lagi ngabsen. Pas nama lo dipanggil, lo enggak nyahut."

Biananta masih tak memberi respon apa pun, meski sempat menoleh ke arah Arlan dengan dahi berkerut. Di kelas tersebut memang diatur duduk sendiri-sendiri. Jadi, tak ada istilah teman sebangku. Wajar jika Biananta melamun pun tak ada yang menegur sebelum Bu Suryani masuk.

Melihat Bian yang masih tampak linglung, Arlan berdecak dan seketika bangkit dari duduk seraya berseru, "Bian lagi enggak enak badan, Bu. Saya izin antar ke UKS dulu ya, Bu."

Tanpa menunggu persetujuan, Arlan meraih bahu Biananta dan menarik temannya itu untuk berdiri.

"Lan--"

"Ssst. Diem!" potong Arlan ketika Bian bermaksud melontar kalimat.

"Kenapa tidak bilang dari tadi kalau sakit. Ya udah, hati-hati Lan bawa Biannya. Perlu bantuan teman yang lain? Atau, mau Ibu mintain kursi roda dulu ke UKS?" Bu Suryani justru dibuat panik.

"Enggak, Bu. Makasih. Masih bisa saya handle ini." Arlan tersenyum menyahuti sembari memapah Bian keluar kelas.

Bu Suryani mengangguk dan berkata, "Minta perawat buat cek kondisi Bian, Lan. Udah pucat begitu mukanya."

"Pasti, Bu." Arlan mengiyakan.

"Apa-apaan, sih, Lan? Gue baik-baik aja kenapa lo seret ke UKS?" ucap Bian di sela langkah lebar mengikuti Arlan yang merangkulnya. Beberapa kali Bian berusaha melepaskan diri, tetapi Arlan dengan sigap menariknya lagi.

DANCING WITH THE DEATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang