09. Penyidikan

1.3K 152 21
                                    

Tujuh hari kematian Zayyan, dan Bian heran dirinya tak juga ditangkap

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tujuh hari kematian Zayyan, dan Bian heran dirinya tak juga ditangkap. Apa benar seperti apa yang Praja Wiratama katakan bahwa kepolisian kerjanya lamban?

Tidak. Bukan dia berharap untuk dijebloskan ke penjara setelah sekuat tenaga lari dari segala bentuk tanggung jawab. Bukan juga rela membuat hidup sang mama menderita karena Praja yang pastinya akan menuntut balas. Dia hanya penasaran, apa yang membuat mereka sulit menemukan Bian sebagai pelakunya. Hal itu justru menjadikan Biananta tak pernah bisa tenang. Selalu was-was juga panik mendadak.

Dan hari ini, Raline membawa kabar yang membuat jantungnya tak bisa berdetak dengan normal. Untung saja tak sampai mendapat serangan.

Bi, polisi menduga, aksi pembegalan mobil kamu, ada kaitannya dengan kecelakaan Zay. Kita diminta datang ke kantor polisi hari ini.

"Sayang, kok sarapannya didiemin aja?" Suara Raline berhasil menarik atensi Biananta dari lamunan. Saat ini, keduanya sedang berada di ruang makan yang sudah disiapkan berbagai hidangan oleh Bu Las.

Remaja itu mengangkat pandang dan tersenyum samar. Lalu, tanpa mengucap sepatah pun kata, Bian mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Kenapa? Enggak nafsu makan karena Mama mau ngajak kamu ke kantor polisi lagi hari ini?" Raline berpindah tempat duduk, yang semula di depan Bian terpisah oleh meja makan, kini tepat di samping sang anak.

Mengusap punggung putranya, Raline kembali berkata, "Mama mau perkara ini diusut tuntas. Harusnya saat malam kejadian, kamu langsung kabarin Mama kalau kamu dibegal. Polisi pasti bisa langsung melacak pelakunya."

Tangan Bian yang sedikit gemetar, ia sembunyikan dengan menggenggam sendok cukup erat. Ia dibegal adalah sebuah kebohongan. Namun, mobilnya yang hilang, merupakan kenyataan. Bian takut, masalah ini justru akan melebar ke mana-mana. Meski begitu, tak ada sedikit pun niat Bian untuk mengungkap kejadian sebenarnya. Bian tak mau mamanya juga akan menjadi obyek pelampiasan kemarahan Praja Wiratama jika ia mengaku telah menabrak Zayyan.

Sekalipun ia berubah pikiran untuk mengakui perbuatan, bukankah semua sudah terlambat? Tujuh hari telah terlewat, ingat?! Biananta akan dihukum kian berat karena tak mengaku sejak awal. Jika ia dipenjarakan, Bian tak akan tahu nasib sang mama. Ia yakin, sekalipun ia menyerahkan diri, Praja sudah terlanjur menyimpan dendam. Hukuman negara untuk Bian tak akan membuat pria paruh baya itu puas. Seperti apa yang Bian saksikan dengan mata kepalanya sendiri, bahwa Praja Wiratama telah berujar akan membuat keluarga si penabrak menderita juga. Siapa pun orangnya.

Enggak. Aku enggak bisa. Mama harus baik-baik aja.

Setelah menelan makanan di mulutnya, Biananta berucap, "Malam itu aku udah telepon Mama berkali-kali. Tapi Mama enggak jawab sama sekali."

Wajah Raline berubah sendu. Ia teringat, bahwa malam itu adalah malam di mana Zayyan mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat kejadian. Wanita tersebut sibuk menenangkan Praja, juga menguatkan anak-anaknya. Sampai-sampai tak ingat untuk menghubungi kembali Biananta, putra kandungnya.

DANCING WITH THE DEATHWhere stories live. Discover now