21. Menantang Maut

2.1K 212 24
                                    

Biananta tersentak sadar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Biananta tersentak sadar. Jalur napasnya tersumbat hingga dia kesulitan meraup udara. Seketika itu pula, dorongan kuat merambat melalui kerongkongan, bersamaan dengan beberapa kali tekanan yang ia terima di area dada. Dan dengan gerakan cepat, Bian memiringkan badan lalu memuntahkan isi perut berupa cairan yang tak sengaja terhirup ketika ia tenggelam. Tak hanya melalui mulut, air yang keluar dari hidung menciptakan pengar hebat hingga naik ke kepala.

Seseorang baru saja melakukan pertolongan pertama untuknya setelah tenggelam beberapa menit terlewat. Wajah yang pucat pasi seolah tak ada oksigen dalam darahnya itu perlahan menunjukkan rona.

"Uhuk! Uhuk!" Biananta terbatuk hebat di sela dada yang naik turun begitu cepat, serta mulut terbuka yang dengan rakusnya meraup udara. Napas kasar yang terhirup dan terhela, terdengar sangat menyakitkan.

Tak sempat menetralisir semua rasa tak nyaman yang menyerang raga secara bersamaan, tiba-tiba sepasang lengan menarik tubuhnya untuk bangkit seketika.

"Bertahan, Bi. Kita harus cepet pergi dari sini." Itu suara Arlan. Bian merasa sedikit tenang sekarang. Setidaknya, dia tak lagi sendirian.

Dengan gerakan cepat, tetapi kentara penuh kehati-hatian, seseorang membantu menaikkan Bian ke punggung Arlan. Dalam buram pandangan, Biananta melihat bahwa Rayyan yang melakukan hal demikian. Seolah deja vu, hal seperti ini pernah Bian alami beberapa hari yang lalu. Saat itu, Rayyan juga membantu dirinya menaiki punggung Arlan untuk digendong ke ruang kesehatan setelah insiden tak terduga di depan sekolah.

Saat ini, Biananta sudah tak dalam keadaan terikat. Mulut yang dibungkam lakban juga sudah dilepas oleh Ray dan Arlan. Tangannya yang lunglai, kini melingkar lemah pada bahu sang teman yang seluruh tubuhnya juga dalam keadaan basah. Beberapa saat setelah Bian dijatuhkan ke dalam kolam renang, Arlan--yang datang bersama Rayyan--dengan segera melompat dan menyelamatkan sang teman.

"Cepetan, Lan. Tadi gue udah telepon Bang Kay buat pulang. Begitu gerbang dibuka, kita nyelinap keluar." Terdengar suara Rayyan memberi titah pada Arlan. Sahabat dekat Biananta yang biasanya tak suka dengan tingkah Rayyan tersebut, kini tak sedikit pun membantah.

Ketika Arlan berjalan cepat meninggalkan kolam renang bersama Bian di punggungnya dan diikuti oleh Rayyan, Praja Wiratama berdiri dengan tatapan tajam ke arah mereka. Pria paruh baya tersebut masih berada pada balkon lantai dua--tempat di mana Bian ia dorong hingga terjun ke kolam. Kedua tangan pria itu terkepal kuat di sisi badan. Gigi beradu geram hingga rahangnya tampak mengeras.

Tak ada kata terucap dari pria yang sedianya akan menikahi Raline Damarih tersebut. Akan tetapi, bukan Praja namanya jika tak memiliki rencana berikutnya. Tak mungkin dia melepaskan Biananta dengan mudah.

Benar saja, sesaat setelah tiga anak muda itu tak lagi terlihat dalam pandangan, Praja mengangkat ponsel dan men-dial nomor salah satu anak buahnya. Ketika menempelkan benda segi empat pintar pada telinga dan sambungan terhubung, pria paruh baya tersebut berkata, "Dia lepas dariku. Kalian tahu apa yang harus kalian lakukan, bukan?"

DANCING WITH THE DEATHWhere stories live. Discover now