20. Kilas Masa Lalu yang Terulang

1.5K 199 34
                                    

"Tata!"

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

"Tata!"

Suara anak kecil menarik Bian dari kesadaran yang timbul tenggelam. Meski begitu, Biananta tak bisa sepenuhnya membuka mata. Rasanya begitu berat, seolah ada perekat yang merapatkan kelopak.

"Tata!!!"

Kini, tak hanya panggilan lantang. Akan tetapi, suara bocah itu diiringi isak tangis memilukan. Berkali-kali anak tersebut menyerukan nama Tata, yang entah ditujukan untuk siapa, Bian tak paham.

"Tata bangun, Tata! Bangun! Pergi dari sini. Tata ... bangun!"

Bukan lagi sekadar tangisan, tetapi suara anak kecil itu kini berubah menjadi jerit penuh kepanikan. Bian berusaha semampu yang ia bisa untuk membuka netra. Namun, seakan hanya bola matanya yang bergulir ke kiri dan ke kanan, tanpa bisa mengangkat kelopak hingga terbuka.

"Tata, bangun! Atau aku marah sama kamu."

Barulah ketika teriakan yang kesekian dari sang bocah tersebut mengudara, Bian mampu perlahan mengizinkan cahaya menyapa retina. Samar, Bian melihat dirinya berada dalam ruangan bernuansa abu-abu gelap, tanpa ada benda apa pun di sekitarnya. Tempat itu kosong tanpa perabotan. Tak ada celah, selain satu pintu yang masih tertutup rapat, dengan cat serupa dindingnya.

'Di mana ini?' Bian membatin. Terakhir yang ia ingat, dirinya berayun turun dari pohon mangga dan justru terjatuh tepat di sisi ruangan--di mana Rayyan dihajar oleh Praja.

Ya, dengan mata kepalanya sendiri, Biananta melihat Praja Wiratama berlaku begitu kasar pada sang putra, yang entah apa alasannya. Dan ketika Bian bangkit bermaksud melakukan sesuatu, tengkuknya tiba-tiba mendapat pukulan kuat dari arah belakang. Salah satu penjaga gerbang yang mengejarnya memanjat tembok pembataslah sang pelaku pemukulan. Hingga kesadaran Bian pun terenggut seketika.

Beberapa langkah di depan Bian yang baru saja membuka mata, terlihat anak kecil kisaran usia enam tahun, memberontak dalam kekangan seorang pria dewasa. Anak itu berusaha melepaskan diri, dengan bergerak brutal agar bisa menyingkirkan lengan sang pria dewasa yang memerangkap tubuhnya dan menyeret menjauhi Biananta.

"Tata! Pergi, cepetan! Jangan cuma diam. Cepetan, Ta!"

Jelas-jelas anak kecil itu menatap lekat Biananta, tanpa sedikit pun mengalihkan pandangan. Dan lagi, memang tak ada orang lain di dalam ruangan tersebut selain dua laki-laki berbeda usia di depan sana, juga dirinya.

'Tunggu. Jadi sedari tadi, aku yang dipanggil? Tapi, dia siapa? Dan kenapa memanggilku dengan nama Tata?' Bian membatin kebingungan. Dirinya bahkan tak ingat, jika pernah mempunyai panggilan demikian.

Meski tak paham dengan apa yang tengah terjadi sekarang, Bian berniat untuk menolong anak kecil yang mulai kepayahan menghadapi sang pria dewasa berbadan kekar. Namun, jangankan melangkah mendekat dan memberikan bantuan. Untuk sekadar bergerak saja Bian kesulitan.

DANCING WITH THE DEATHUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum