16. Sakit Lagi

2K 196 9
                                    

Hari di mana Arlan dan Rayyan berseteru, telah berlalu

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

Hari di mana Arlan dan Rayyan berseteru, telah berlalu. Meski begitu, dua siswa sekelas itu belum juga menunjukkan tanda-tanda akan akur. Bian tak peduli, yang terpenting dirinya tak terganggu.

Sudah beberapa waktu, Biananta tak lagi mendapat teror misterius. Cukup untuk mengistirahatkan jantung manjanya yang sering meminta perhatian serius. Meski begitu, justru bagian tubuh lain yang mendapat serangan, entah apa pemicunya--Bian tak tahu.

Sekarang, jadwal pelajaran olahraga kelas XI-5. Jika hanya sekadar pemanasan, biasanya Bian masih bisa mengikuti seperti teman lainnya. Namun kali ini, jangankan mengikuti kegiatan. Untuk bergerak mengganti seragam dengan kaus olahraga saja, Bian kesulitan. Padahal ketika berangkat ke sekolah diantar sang mama tadi, Bian baik-baik saja. Memang sudah terasa nyeri di beberapa bagian sendi, tetapi masih dapat ia tahan. Namun sekarang, Biananta sungguh kepayahan.

Tulang punggung bagian bawah terasa nyeri bukan kepalang. Setiap digerakkan, rasanya seperti mau patah. Kaki dan tangan pun mengalami hal yang sama. Bahkan, di ruas-ruas jari tangan rasa sakitnya sampai membuat bagian itu sulit digerakkan. Memegang alat tulis, atau bahkan membalik lembar buku saja Bian tak bisa.

Hingga saat selesai pelajaran pertama dan masuk di jam kedua yaitu olahraga, Bian membiarkan buku dari pelajaran sebelumnya masih terbuka di atas meja. Pensil dan pulpen yang menggelinding jatuh di dekat kaki pun tak bisa diambilnya. Bian pasrah. Karena, jika memaksa tubuhnya bergerak atau melakukan sesuatu, pasti akan menimbulkan nyeri yang kian mengganggu. Akan juga memengaruhi kerja jantung juga paru-paru. Oleh karena itu, ia memilih diam saja di saat teman-temannya berlalu ke gedung olahraga satu per satu.

"Bi, lo enggak ikut olahraga?" Itu suara Rayyan. Teman barunya itu hanya terlihat seperti bayangan buram yang bergerak mendekat.

Astaghfirullah, ini kenapa mata juga kena?

Sejauh apa yang ia alami sebagai pengidap Marfan Syndrome, mata adalah satu-satunya organ yang bisa dibilang cukup kuat bertahan. Tak mendapat serangan apa pun, kecuali memang sedikit blur jika melihat pada jarak jauh. Meski begitu, Bian masih menganggap itu aman, tak sampai harus menggunakan lensa kontak atau kacamata. Akan tetapi, kali ini tak hanya buram. Ada sedikit nyeri dan sensasi panas jika ia paksakan terlalu lama sepasang netranya terbuka.

"Bian." Tahu-tahu Rayyan sudah berdiri di sampingnya dan memberi tepukan ringan pada bahu Biananta.

Bian berdeham, lalu mengucap satu kata dengan suara serak. "Apa?"

"Lo gak ganti seragam? Hari ini penilaian basket, 'kan? Sehabis penilaian, kita main one on one, gimana? Berani enggak?" ujar Rayyan. Sepertinya bukan bermaksud menantang, tetapi hanya ingin mengajak Bian have fun.

"Gue enggak bisa main basket," ucap Bian pelan.

"Becanda lo?" Rayyan terkekeh, kemudian memindai tubuh Bian yang terduduk manis di kursinya.

DANCING WITH THE DEATHDove le storie prendono vita. Scoprilo ora