01| Culik aku

5.2K 145 0
                                    


Suara grasak-grusuk mengganggu ketenangannya, cowok yang memiliki garis rahang tegas dan hidung Bangir itu mengetuk ujung meja, menunggu orang penyebab keributan depan pintu.

Tak berselang lama, pria berambut klimis masuk tergopoh, berdiri di depannya dengan perasaan campur aduk.

“Pak Jeffrey, Nona Caramel menghubungi, katanya dia tidak mau makan kalo bukan anda yang suapi.”

Seseorang yang di panggil Jeffrey mengangguk, tangannya terulur meraih gagang telepon, mendekatkan di telinganya.

Suara Isak tangis langsung menyapa gendang telinga, namun bocah di sebrang belum juga bersuara.

“Kenapa, Cara?”

“Papa Jepp, Cala gak mau makan, Lala jahat paksa-paksa Cala. Cala Ndak mauuu... Cala maunya Papa Jepp, hikss... kangen ” Suara cadel dari bocah empat tahun itu terdengar sedih tapi juga menggemaskan.

Setelah tadi siang emosinya terkuras, seputar masalah pembangunan sebuah pusat perbelanjaan yang dia kelola, Jeffrey sedikit melunak.

“Papa masih di luar kota sayang. Cara nurut sama Bi Lala dulu, ya?”

Doni sebagai asisten pribadi lega, dia mengamati raut wajah atasannya dalam diam. Terhitung sudah enam bulan Jeffrey mulai menggarap lahan terbengkalai yang ada di daerah Bandung.

Seorang Jeffrey Graciano tidak akan repot-repot datang ke sini, jika pembangunan mall dan hotel yang sedang berlangsung tidak ada masalah.

Tapi, beberapa pekerjaan di sana mengeluh tentang mandor mereka yang tak kompeten, uang yang seharusnya untuk pekerja lembur malah di pakai buat kepentingan pribadi.

Jeffrey marah, semua orang kena semprot si Boss. Bahkan tanpa perlu banyak kata, Jeffrey langsung memecat si mandor di tempat.

“Tapi, Cala gak mau!” Sentaknya, Jeffrey menghela, berusaha sabar.

“Bi Lala nya ada di mana? Kasih telponnya ke Bi Lala.” Ucap Jeffrey melembut, Caramel nurut.

“Halo, Pak Jeffrey ini saya Lala.” Katanya menjeda, lalu suara Jeffrey terdengar. “Dari tadi siang Non Caramel gak mau makan nasi Pak, cuma minum susu saja, itu juga tadi.”

“Terus gimana demamnya, udah mendingan?” Jeffrey hapal bocah itu, saat sakit Caramel cenderung sangat rewel. Dia menghela, “Ya sudah, saya malam ini juga pulang, tetap bujuk Caramel buat makan makanannya.”

“Baik, Pak Jeff.”

Sambungan terputus.

“Pak Jeffrey malam ini pulang?” Doni mengikuti langkah Jeffrey, melirik jam yang melingkar di lengannya ragu. “Sudah pukul 8 malam, apa sebaiknya Bapak pulang besok saja? Sesuai rencana awal.”

“Kamu sendiri tahu sikap Caramel, bocah itu keras kepala.” Dengkus Jeffrey, beranjak mengemasi barang-barangnya, “Kamu. Pulang sesuai jadwal saja, malam ini saya naik mobil sendiri.”

Doni ingin protes, tapi Jeffrey sudah lebih dulu meninggalkan kamar yang mereka sewa. Dia menghela nafas, jika bukan karena gaji yang lumayan, Doni tidak akan mau repot kerja sama dengan Jeffrey Graciano Pradana.

Selain setiap ucapan yang terlontar gak bisa di bantah, pemilik perusahaan Prada kontruksi itu juga tempramen, kadang dia merasa miris sama pekerjaan nya.

“Hati-hati di jalan Pak, jika di rasa ngantuk, istirahat dulu!”

Jeffrey samar-samar mendengar suara Doni, teman karibnya itu pasti sedang kesal setengah mampus.

Tak ingin ambil pusing, Jeffrey masuk ke salah satu mobil yang terparkir rapih, menyalakan mesin tak lupa memutar musik sedikit kencang.

Jalanan menghening, Jeffrey tidak yakin dengan rute jalan yang dia tempuh. Dia mendesah, sudah hampir dua jaman dia bolak-balik di jalan yang sama, sepertinya kesasar.

Tin
Tinn

Cowok itu membunyikan klakson keras-keras, seorang gadis berdiri tepat di tengah jalan. Bukannya menepi, dia malah merentangkan tangan seolah pasrah untuk di tabrak.

Jeffrey yang kesal semakin bertambah kesal, bocah salah pergaulan, pikirannya. Keluar, dia mencengkram erat tangan gadis di depannya.

“Kamu gila! Mau mati saya tabrak?!”

Suara kerasnya terngiang di hening malam, seorang gadis tanpa aba-aba langsung memeluk pinggangnya erat.

Jeffrey berusaha melepaskan lilitan tangan di perutnya, frustasi dengan bocah mabuk ini dia menyentak kasar, gadis itu mendongak.

“Aku gak mau lepasin sebelum Om janji bawa aku pergi, culik aku.”

Jeffrey tertegun,

***

Tepat pukul dua dini hari, Jeffrey sampai di rumahnya. Lala, seorang wanita paruh baya yang  hampir dua puluh tahun bekerja di rumahnya terheran-heran.

Semenjak kerja di rumah ini, jauh sebelum Jeffrey sebesar sekarang dia tidak pernah melihat majikannya bawa wanita ke rumah.

Lala heran, tapi juga tersenyum maklum membukakan pintu untuk tuanya. Ia mengikuti dari belakang, Jeffrey meletakan gadis penuh tanah itu di atas ranjangnya.

Balik badan. “Bibi tolong bersihkan dia, saya mau ke kamar Cara sebentar.”

Jeffrey pergi selepas dapat anggukan Lala, dia ke Caramel di kamar sebelah. Ponakannya itu memang mirip sekali dengan mendiang adiknya, di tempelkan telapak tangan besarnya pada dahi Cara, suhu tubuh anak itu kira-kira 39° ke atas.

Sebelumnya Jeffrey pergi, dia sudah peringatkan untuk tidak makan es krim. Namun bocah keras kepala ini ngeyel, Jeffrey hampir ada niatan untuk membuang ponakannya, untung lucu.

“Uuhh... Cala sakit,”

Caramel mengerjap, mengucek kedua matanya linglung. Beberapa detik, Caramel duduk tegak, kaget.

Jeffrey mengulum senyum, merentangkan kedua tangannya yang di sambut pelukan rusuh Caramel, bocah itu terisak, mendusel menempelkan ingusnya di baju Jeffrey.

“Papa Jepp jahat! Papa Jepp jahat! Cala sakit Papa gak ada, liat.”

Cara menarik ingusnya lucu, dia ingin menunjukkan pada Jeffrey kalau dia benar-benar sakit. Jeffrey mencubit pipi tembam Cara berniat mengejek, tapi setelahnya dia kembali mendapat pukulan dari tangan ajaib Cara.

“Jahat, jahat!”

“Sst, jangan keras-keras, nanti kakaknya bangun.”

Cara mengerjap. “Kakak siapa?”

Jeffrey diam, memilih beranjak kembali ke kamar, mengetuk pintu kayu di depannya untuk berjaga-jaga.

Cara melihat sendiri dengan kening mengkerut, seorang gadis yang sedang memejamkan mata, dia bingung mendongak ke arah Jeffrey.

“Mamanya Cara?” Tanyanya polos.

Jeffrey membulat, menggeleng tidak setuju. Bagaimana gadis dekil itu di sebut mama? Sangat beda jauh dengan adiknya yang memiliki kulit putih terawat, mata Cara harus segera di periksa.

Anak perempuan tengil itu tersenyum jenaka, mencolok kedua lubang hidung Jeffrey. “Cieee, Papa punya pacal, Cala punya Mama baru dong?”

Jeffrey geleng-geleng prihatin, semakin gak waras bocah ini. “Kamu besok-besok Papa gak bolehin main lagi sama Om Doni, ya?”

“Weelkkk...”

Cara memeletkan lidah, berontak turun lalu naik ke atas ranjang yang di tempati gadis yang Jeffrey bawa.

Dari atas hingga bawah, Cara menilai, memperhatikan Lala yang masih mengelap tangan gadis itu walaupun sudah ganti baju dengan daster miliknya.

“Papa, Mamanya gak papa? Kok gak bangun?”

Jeffrey menepuk jidat, membopong tubuh Cara untuk dia bawa ke kamar anak itu. Sayangnya, Cara malah merengek ingin tidur dengan gadis yang di sebut Mamanya.

“Kakak nya biarin tidur dulu, kecapean abis lari-lari. Papa juga capek, mau bobo. Besok kita panggil dokter, ya?”




[©143_jjae]

𝘿𝙄 𝘾𝙐𝙇𝙄𝙆 𝙈𝘼𝙎 𝘾.𝙀.𝙊Where stories live. Discover now