08| Rebutan Bumil

2.8K 70 0
                                    





















Biru terperangah, di sampingnya Jeffrey tersenyum simpul sembari menepuk-nepuk pelan punggung tangannya. Beberapa ibu-ibu yang melihat kelakuan laki-laki itu tersenyum takjub, Biru pasrah. Saat ini mereka ada di klinik ibu hamil, menunggu giliran di tempat tunggu.

Biru tidak tahu mengapa dia ada di sini, ini pure idenya Jeffrey. Dia sedari tadi menunduk malu karena tingkah Jeffrey yang mengundang perhatian ibu-ibu hamil di sekitarnya.

Biru semakin beringsut mendekat, mendongak lalu berbisik pelan. “Mas Jeffrey, aku mau pulang aja. Aku udah gak papa, yuk? Pulang ya?”

“Sebentar lagi nama kita, sabar ya?”

Lagi tangan Jeffrey menepuk-nepuk punggung tangannya, Biru menghela jengkel. Seorang ibu-ibu hamil yang duduk di samping menyentuh pundaknya, Biru terkejut, ibu-ibu tadi tersenyum lembut.

“Maaf ibu, ada yang bisa aku bantu?” tanyanya kikuk. Jeffrey ikut menoleh, diam melihat interaksi Biru dan Ibu-ibu hamil tadi.

Menggeleng. “Eneng nya hamil berapa bulan?”

“Hah?!” Biru membulat.

Jeffrey tersedak ludahnya sendiri, hampir saja tawanya membludak. Dia berdehem menetralkan pita suaranya yang gatal ingin terbahak, perkataan ibu-ibu tadi menggelitik perut.

Tolong humornya setipis tisu, apalagi sejak tadi Biru merengek minta pulang, dia tahu gadis itu malu berada di tengah-tengah ibu hamil seperti ini. Tapi, Jeffrey memaksa karena tak tega melihatnya terus jalan seperti bebek, menghela nafas Jeffrey memilih lebih mengeratkan pelukannya pada pinggang Biru.

“Atuh suaminya meni kasep pisan, bersyukur atuh neng, perhatian lagi. Ibu jadi ngidam mau di elus perutnya sama Mas kasep.”

Biru tak tega. Sebelum kepalanya mengangguk dia mendongak melihat ekspresi Jeffrey, Biru mengelus lengan Jeffrey.

“Gak papa Mas, ibunya lagi ngidam. Kasihan nanti kalo gak di turutin anaknya ileran, mau ya?”

“Kalo gitu sekalian Mbak, siapa tahu anak saya gantengnya sama kayak suami mu.” Tutur ibu-ibu lain.

Jeffrey membulat, masalahnya sekarang Biru melotot mengancam. Mau tidak mau dia mengangguk, agaknya kutukan Doni yang menginginkan si Boss jadi babu terkabul.

“Bu Biru Anindya Beril!”

Biru mengangkat tangan, Jeffrey ikut berdiri. Biru mengernyit, hendak protes namun urung. Yang paling membuatnya terkejut adalah di sini Jeffrey yang lebih antusias.

“Maaf, apa suami juga bisa ikut? Istri saya masih malu-malu.”

Si perawat tersenyum maklum. “Bisa Pak, silahkan.”

Belum sempat Biru berujar, Jeffrey lebih dulu mengangkatnya. Keduanya masuk ke sebuah ruangan, seorang wanita berjas putih sudah menunggu, Jeffrey mendudukkan Biru di sana.

Dokter bername tag Larasati Wijaya itu tersenyum ramah, seperti sudah terbiasa dengan keuwuhan pasutri baru atau pasangan Bucin yang dia tangani. Sayangnya Jeffrey maupun Biru bukan salah satunya, lagi on the way ke sana mungkin.

“Mari saya periksa ya Bu, saya bantu berbaring.” Katanya.

Biru menurut saja, padahal dalam hati dia takut jarum suntik. Di tengah rasa takutnya, Jeffrey berdehem menahan lengan si dokter dengan muka lempeng lalu berujar.

“Istri saya gak hamil, Dok.”

Bubur kacang yang tadi pagi masuk seakan mau Biru keluarkan lagi, istri dari mana? Biru menggigit bibirnya malu. Ditambah tatapan Jeffrey yang tak lepas darinya, apa yang akan laki-laki itu katakan tentang keluhan yang membuatnya datang kesini? Biru tidak mau dengar.

𝘿𝙄 𝘾𝙐𝙇𝙄𝙆 𝙈𝘼𝙎 𝘾.𝙀.𝙊Where stories live. Discover now