18| Trigonometri

1.2K 50 0
                                    




Ruangan temaram dengan sorot lampu tidur itu terlihat familiar, Biru mengerjap. Tubuh terlentang nya dia dudukan di sisi ranjang, ini kamar Jeffrey. Bagaimana bisa dia ada di sini?

Di lihat dari pantulan cahaya yang tertutup gorden, ini masih siang, Biru mengambil handphone melihat jam yang ada di bagian look screen. Baru jam dua siang.

Karena haus, dengan berat hati pada akhirnya Biru memilih meninggalkan tempat tidur. Sebelum membuka pintu dia sempat melirik pakaiannya, kaos oblong warna hitam dan celana pendek di atas lutut. Itu berarti Jeffrey sudah mengganti pakaiannya.

Walaupun masih ngantuk dia jelas ingat kejadian hari ini. Lain kali Biru tidak akan pergi ke sana lagi, bukan apa, masalahnya setiap ke sana dia selalu mengacau.

“Udah bangun?”

Uhukk

Biru merasakan hidungnya di penuhi air, dia tersedak. Gadis itu lantas balik badan, mengelus dada menatap si pelaku tanpa minat.

“Mas Jeffrey kalo mau buat Biru mati muda caranya gak gini.”

“Dari pada buat kamu mati, lebih baik buat kamu desah, kan?”

Jeffrey mengecup dahinya, tanpa Biru sadari tangan laki-laki itu juga menepuk punggungnya beberapa kali. Menghela, pada akhirnya dia kembali luluh dengan perlakuan manis Jeffrey.

“Lama-lama aku ketularan mesum kalo terus deket sama Mas Jeffrey.”

Tak ayal Biru mengulurkan tangannya mengalung di leher Jeffrey, masih ngantuk agaknya makanya gak sadar tempat.

“Di depan ada yang mau ketemu kamu? Mau ke sana?”

“Siapa?”

Jeffrey gak menjawab tapi laki-laki itu langsung menggendongnya ala koala.

Biru menyamakan posisi, otaknya masih loading makanya cuma diam dari tadi. Sebenarnya dia juga mau balik ke kamar tapi berhubung rasa penasarannya lebih mendominasi, mau tidak mau dia ikut Jeffrey.

Sesampainya di sana, Biru di buat kaget dengan kehadiran keduanya. Jeffrey mendudukkannya di salah satu sofa, sementara laki-laki itu tetap berdiri di samping dengan sorot wajah tanpa minat.

“Mbak Biru pacarnya Kak Jeffrey, ya?.”

Biru hampir kembali tersedak dengan panggilan Mbak yang di lontarkan, dia menatapi penampilan dua gadis di depan dengan tatapan rumit.

Melirik Jeffrey sejenak, Biru dehem. “Bukan. Kami sepupu.”

“Loh, Kata Kak Jeffrey...”

“Dia emang jahil, dek.” Jeffrey menyela, dia mengangkat tubuh Biru dan membawa gadis itu dalam pangkuannya.

Biru mendengus samar, tetap dalam posisinya dengan lengan Jeffrey yang menahan pinggangnya erat.

Ini konsepnya gimana? Biru tahu laki-laki itu suka cari kesempatan dalam kesempitan, parahnya lagi gak tahu tempat. Tapi, ini loh. Ada tamu, Biru gak enak.

“Omo! Nad, gue mau punya pacar kek gini. Tolong, tolong... pegangin Gue mau jingkrak-jingkrak.”

“Kek nonton Drakor live,” Tambah Nadira.

Biru hampir menjatuhkan rahang dengan respon keduanya, mereka gak risih tapi malah suka. Ini dia yang terlalu kaku atau anak-anak Ibukota yang terlalu santai.

“Kenalin! Kenalin Mbak Biru, Gue Kayla. Kedatangan gue kesini mau minta tips biar bisa gaet cowok kaya plus bucin.”

“P-panggil Biru aja.” Kayla mengangguk.

“Gue Nadira, salken Biru...?”

“Kalian seumuran,” Itu Jeffrey.

“Gue bilang apa, dia masih muda. Pendek lagi. Sok-sokan Lo suruh gue panggil Mbak.” Kayla berbisik, tapi sayangnya suaranya terlalu keras.

Ehem! Kalian baru pulang sekolah?” Biru berujar, berusaha mengakrabkan diri.

“Tadi guru nya ada rapat, kita pulang cepet. Eh! Di jalan angkot kita rusak mesin, untung ketemu Kak Jeffrey.”

“Gak pulang? Eh! Aku gak maksud ngusir, cuma tanya biasa.” Biru gelagapan, dia emang paling kikuk masalah begini.

Kayla nyengir. “Kak Jeffrey lagi beli bakso, katanya buat Lo. Kita penasaran secantik apa pacarnya, jadinya ngikut.”

Biru beroh, pantas saja dia melihat bekas mangkuk di atas meja.

“Bi, bentar telpon dari Mama.”

Biru mengernyit, sejak kapan mereka akur? Tapi melihat Jeffrey yang sudah pergi dia jadi urung bertanya. Atensinya kembali terfokus ke Kayla dan Nadira. Melihat seragam sekolah itu, entah kenapa dia kangen lingkungan sekolahnya.

“Bi, Lo kelas dua belas, kan?” Yang di tanya ngangguk. “Udah masuk bab trigonometri? Mau ajarin gue materi itu gak, gue ada PR.”

“Boleh,”

Biru sebenarnya belum masuk materi itu, dia keburu di Culik di hari pertama masuk sekolah setelah libur tengah semester. Tapi berkat guru lesnya dia mungkin bisa, pasti mereka juga memiliki satu contoh soal sebagai petunjuk.

“Nih, Bi. Bagian satu sama dua gue lumayan paham, tapi bagian tiga nih. Gak ngerti gue, Nadira yang pinter juga gak tahu, dia nyontek google.”

Biru ikut duduk lesehan. Buku bersampul kotak-kotak dengan tulisan BIG BOSS CAMPUS di bagian bawah itu sudah beralih ke hadapannya.

Sepersekian detik gadis itu terlihat mematung, pupil mata yang tampak berbinar itu mengerjap perlahan. Tulisan tangan Kayla tergolong sangat rapih.

Biru membalik setiap lembar hingga lembar terakhir, soal trigonometri yang selalu memiliki ciri khas cos dan sin. Cuma ada tiga soal di sana, semuanya belum di isi.

1. Himpunan nilai x yang memenuhi
   √3 sin 2x - cos 2x = 1 (0 ≤x≤ 2 )4
    adalah...

2. Jika sin(x - y) = 5 cos(y - x) dan tg x =
    2, maka tg y sama dengan...

3. Diketahui 0 ≤a≤ ½ dan 0≤ b ≤ ½. Jika
    sin a - sin b =⅗ dan cos a + cos b = ⅘
    maka sin (a + b) =...

Mendongak. “Boleh minta satu lembar? Buat corat-coret takut salah.”

“Gak usah terlalu sungkan, malahan di sini gue yang harus terima kasih.”

Biru meringis malu, tapi setelahnya dia mulai mencoret ulang soal di kertas miliknya, lantas menulis kata Jawab.

“Jangan terkecoh sama ½, ⅗, ⅘. Caranya sama kaya di contoh soal, mungkin yang bikin bingung cuma per-peran nya aja. Tulis ulang (Sin a- Sin b)² = ⅗² ,..... ”

Keduanya mengangguk, Biru kembali mencorat-coret kertasnya. Sembari tak berhenti menjelaskan hingga mereka mendapatkan nilai; ½ akar 3 dari soal tersebut.

Jawab;

(Sin a - Sin b)² = ⅗²
(Cos a + Cos b)² = ⅘²

• Sin² a - 2 Sin a Sin b + Sin² b = 9/25
• Cos² a + 2 Cos a Cos b + Cos² b = 16/25

1 + 2 (Cos a Cos b - Sin a Sin b) +1 = 1

• 2 Cos (a+b) = -1
• Cos (a+b) = -½
::: Sin (a+b) = ½ √3

Kayla tepuk tangan heboh, dia terlalu aktif dalam mengekspresikan diri. Berdecak kagum, bahkan sampai sujud saking berlebihannya.

“Lo pinter njir! Gak heran Kak Jeffrey suka, sampe Bucin. Nih soal kalo gue yang kerjain mungkin bisa selesai satu jam kemudian, Lo? Sepuluh menit juga nggak ada. Sekolah di mana?”

Biru bergumam. “SMA Nusa bangsa.”

“Loh, Bandung?” Biru mengalihkan atensinya ke Nadira, “Gue waktu kelas sepuluh pernah sekolah di sana, tapi baru satu bulan udah pindah.”

“Lo beneran dari Bandung, jauh banget.”

***

𝘿𝙄 𝘾𝙐𝙇𝙄𝙆 𝙈𝘼𝙎 𝘾.𝙀.𝙊Where stories live. Discover now