11| Jalan tengah

1.9K 71 0
                                    












Biru menatap takjub rentetan pesan dari seorang Jaeden, Narakha Jaeden. Sosok laki-laki yang sudah dia anggap sebagai kakak, teman, sekaligus pria dominan penerus perusahaan NJ Food yang dua tahun ini menjabat sebagai tunangannya.

“Jaeden jelek!” Gumamnya. Dia sengaja baru mengikuti balik akun centang biru milik laki-laki itu.

Beberapa detik melihat-lihat, mulutnya ternganga dengan isi profil Jaeden. Kebanyakan foto produk dan dirinya nya yang laki-laki itu ambil secara diam-diam. Ternyata selama ini Jaeden juga membuat sebuah petisi tentang kehilangannya.

Dia meremat ponsel, jujur Biru gak benci laki-laki itu. Tapi, sikap Jaeden yang seenaknya selalu bikin dia kesel, gak jarang dia di buat nangis karena gak bisa lakuin apa-apa selain nurut.

Saat ini, setelah melihat semuanya, Biru sedikit terharu dengan usaha Jaeden yang mencarinya, mengetik beberapa kata lalu mengirimnya ke Jaeden.






Biru baik, Jae|
Kasih waktu, ya?|
Nanti Biru pulang|







Satu detik kemudian dia menggeleng, bukan ide bagus untuk berkirim pesan sekarang. Seenggaknya butuh beberapa hari lagi sampai lukisannya jadi, hanya sebatas itu nanti Biru akan kabari Jaeden. Namun sayangnya, dia sedikit terlambat karena pesan itu sudah dibaca.

Biru refleks melempar ponselnya menjauh, tak terlalu kencang namun masih mengeluarkan bunyi keras. Dia menelan ludahnya pahit saat suara dering ponsel berbunyi. Jaeden video call. Sial! Sial! Dia lupa bagaimana keras kepalanya pria itu.

Dering pertama sampai ke tiga Biru sengaja tolak, sayangnya sampai dua menit berlalu ponsel masih bergetar dengan layar yang menampilkan nama Jaeden. Biru menggigit pipi dalamnya ragu, menggeser ikon menerima panggilan video dari pria di sebrang sana.

“Jaeden...” lirihnya.

Dia hampir menangis karena wajah menyeramkan Jaeden, dengan rahang mengeras dan sorot tajamnya sukses buat Biru mati kutu. “Di mana, aku jemput.”

Dia memaksakan senyum, “Jaeden ada di mana? Pasti lagi sibuk, nanti Biru telepon lagi ya? Biru jelasin semuanya.”

“Aku ke tempat kamu, diem! Kirim lokasi. Sekarang!”

Biru memelas. “Gak mau,”

“By, kamu tahu aku lagi gak main-main, kan? Sebelum aku buat hal lebih, kirim lokasinya sekarang!”

Biru tetap menggeleng, bertepatan dengan itu pintu ruangan Jeffrey ke buka. Laki-laki yang beberapa saat lalu pamit, katanya ada meeting mendadak. Mereka bersitatap, dia mengamati tatapan Biru yang seolah menyuruhnya tetap di tempat, gadis itu memelas.

“Besok ya, Jae. Biru janji,” setelah mengatakan itu dia mematikan sambungan video begitu saja.

Biru keluar dari akun Instagram miliknya, men-uninstall aplikasi yang beberapa menit lalu dia download. Tatapannya kembali jatuh ke Jeffrey yang menatapnya curiga, Biru tersenyum tipis.

“Mas Jeffrey gak jadi meeting?”

Mengangguk. “Kamu tadi teleponan sama siapa? Mukanya serius banget.”

Biru tergelak, “mana ada. Aku baru punya handphone, belum ada nomor kontak orang, kecuali Mas Jeff.”

“Yakin?”

“Iya,” jawabnya.

Jeffrey memicing curiga. Namun, tidak bertanya lebih, Biru bersyukur karena laki-laki itu masih menghargai privasinya. Untuk saat ini dia tidak ingin bahas soal Jaeden.

𝘿𝙄 𝘾𝙐𝙇𝙄𝙆 𝙈𝘼𝙎 𝘾.𝙀.𝙊Where stories live. Discover now