part 2.

25.3K 1.8K 26
                                    

🌈Happy Reading🌈

Laurencia masih berbaring dengan nyaman diatas ranjang king size-nya.
Rambut hitam dengan highlight biru gelap dan silver itu begitu cantik dengan wajahnya yang terkesan tegas dan berwibawa diumurnya yang masih 18tahun.

Hari ini adalah hari dimana sekolah tempat Lorenzo beserta yang lainnya sibuk dengan pemilihan calon perwakilan sekolah untuk olimpiade bahasa dan sains yang akan dilaksanakan bulan depan.

Didalam novel diceritakan bahwa Lorenzo dan si gadis menye-menye itulah yang akan mengikuti lomba olimpiade tersebut dan berhasil memenangkannya.

Tapi sekarang ada Laura Inggrid yang akan menghancurkan alur cerita tersebut dan membuat sadar si bodoh Lorenzo yang notabenenya adalah keponakan tersayang Laurencia.

Klekk...

Pintu kamar terbuka memperlihatkan Ernest yang bersandar di daun pintu dengan wajah datarnya.

"Siapkan semuanya kita akan berangkat hari ini juga." ujarku pada Ernest.

Ia hanya mengangguk dan berlalu begitu saja setelah menutup pintu.
Sementara ia sendiri menutup mata sejenak untuk beristirahat.
Dan bergumam "permainan akan segera dimulai." dengan senyum sinis.

***

Di tempat lain.

Plaaakkk.

Suara tamparan begitu terdengar nyaring dan menyakitkan.

"Ra, bisa gak sih elo gak usah gangguin Kanaya terus?!" sentak pemuda itu pada gadis yang masih saja menunduk seraya memegang pipi kanannya yang ditampar dengan keras.

"Emang gue ngelakuin apa?" tanyanya dengan mengangkat wajah yang terlihat lebam dan sedikit mengeluarkan darah disudut bibirnya.

"Heh,elo masih nanya ngelakuin apa? Elo kan yang udah ngunciin Kanaya di kamar mandi!" sahut pemuda yang lainnya.

"Kapan? Gue dari tadi di kantin gak kemana-mana." ujarnya.

"Halah bacot tau ngga sih." sinis yang lain.

"Enzo kamu percaya mereka?" tanyanya dengan sendu.

"Faktanya udah ada Ra jadi ngga usah ngelak lagi." ujar pemuda tersebut seraya pergi dari tempat itu.

Kepergian pemuda itu diikuti oleh keempat temannya dan orang yang menampar gadis itu adalah kakak kandungnya sendiri.

"Ra, elo ngga apa-apa? Kita ke kelas yuk biar gue obatin disana." gadis berbando telinga kucing itu menggandeng lengan sahabatnya pergi dari tempat itu.

Suasana kantin mendadak hening walaupun disana terdapat banyak orang yang sedang makan atau sekadar mengobrol dengan teman-temanya.

"Kasihan ya Raquella." ujar salah satu murid disana.

"Heh bego ngapain kasihan sama mak lampir kayak gitu? Dia tuh pantes dapat pelajaran karena sering gangguin bunga sekolah kita." sinis temannya.

"Emangnya tadi Raquella kelihatan pergi dari kantin? Ngga sama sekali kan terus gimana caranya Kanaya kekunci di kamar mandi? Konyol tahu ngga pemikiran elo itu." ujarnya seraya kembali menyuapkan bakso yang dia pesan.

*skip di kelas.

Raquella kini sedang diobati oleh sahabatnya, ia sedikit terhibur melihat wajah bulat dengan pipi yang gembul itu terlihat memerah, mata bulat yang berkaca-kaca, hidung yang merah dan bibir yang melengkung kebawah menahan isakan.

"Udah gak usah mewek kayak gitu jelek tahu ngga." ujar gadis di sampingnya.

Dan pecahlah tangis cempreng yang sedang mengobati Raquella.

"Huwaaaaa... Jane kok jahat sih sama Erlin?" tanyanya dengan terisak.

"Ya lagian elo aneh, yang luka kan Raquella kenapa yang nangis malah elo?" ujarnya sengit.

"Ya kan kasihan wajah paripurnanya jadi lecet kayak gini." bela Erlin.

"Udah, udah gue ngga apa-apa kok. Makasih ya kalian mau temenan sama gue padahal reputasi gue jelek gini di sekolah, dituduh ngebully mulu." ujar Raquella menengahi kedua temannya dengan senyum yang terlihat dipaksakan.
Mereka bertiga lantas berpelukan menyemangati satu sama lain.

Raquella Stephany Jhonburg adalah anak bungsu dari keluarga Jhonburg.
Ia memiliki satu kakak laki-laki bernama Emilio Stephan Jhonburg namun sayangnya sang kakak selalu saja melakukan kekerasan verbal maupun fisik dibelakang kedua orang tua mereka.

Keluarga Jhonburg bergerak dibidang hotel dan restoran yang memiliki cabang dimana-mana. Perusahaan mereka pun bekerja sama dengan keluarga Smith.

Hanya karena seorang gadis. Gadis bernama Kanaya Saputri Wijaya dari keluarga Wijaya. Yang memiliki perusahaan kecil dibidang real estate membuat Raquella di cap sebagai ratu bullying oleh sekolah mereka.

Raquella tidak pernah melawan saat Lorenzo melakukan kekerasan padanya. Ia hanya menatap sendu dan tersenyum sedih.
Bahkan kakak kandungnya sendiri pun tak pernah absen dalam menyakiti hati serta perasaannya.

Hanya karena Kanaya! Kanaya! Kanaya! Semuanya membela gadis polos itu dan selalu menyudutkan Raquella.

*

Di lokasi yang berbeda seseorang mengamuk hebat didalam kamarnya. Semua barang yang ada diatas nakas maupun meja riasnya sudah berhamburan dilantai bahkan pecah.

"Dasar gadis licik! Kau akan menerima akibatnya karena telah melukai milikku yang berharga!" ucapnya lirih seraya mengenggam sebuah fhoto seorang gadis berjepit bunga matahari.

*

Laurencia kini berada didalam jet pribadinya, menikmati secangkir teh melati dengan beberapa kue kering.

"Nona jangan terlalu banyak mengkonsumsi yang manis nanti gula darahmu tinggi." ujar Ernest.

"Hahaha...kau kira aku akan terkena diabetes? Tenang saja sebanyak apapun aku makan dan minum yang manis-manis, maka orang disampingku akan segera mengatasinya bukan begitu tuan Ernest?" ucapnya dengan menatap mata dingin itu.

"Tentu saja nona." angguknya.

"Ernest, apa kau tidak berniat mengganti panggilanmu padaku?" tanya Laurencia.

"Apa nona keberatan?" ia malah bertanya balik.

"Tidak, hanya saja kita masih bersaudara lantas kenapa kau memanggilku seperti itu? Cukup panggil namaku saja." terang Laurencia.

"Aku hanya gabut." ujarnya dan mulai menutup mata berusaha tidur.

Laurencia memutar bola matanya jengah menghadapi sikap pemuda kulkas ini, tak peduli lagi ia memilih sibuk dengan kudapannya.

Beberapa jam kemudian mereka kini berada didalam mobil untuk pergi ke ujung kota Swiss dimana semua hal yang terjadi didalam alur cerita berada disana.

Dan akhirnya kini mereka tiba didepan gerbang Allison Mansion, para pengawal serta maid telah berada dihalaman depan untuk menyambut kedatangan Raquella.

'Nikmat mana lagi yang kau dustakan Tuhan? Ini sih wah sekali setidaknya aku hidup jadi orang kaya,hahahaha' batinnya tertawa puas.

"Selamat datang nona Laurencia, tuan muda Ernest." sambut mereka serempak.

"Kembalilah dan terimakasih banyak atas sambutannya." ujarku seraya masuk kedalam mansion.

Para pekerja dimansion ini tidak heran kenapa sikap nona mereka berubah karena saat perubahan itu terjadi seluruh pekerja langsung diberitahu agar tidak melakukan kesalahan saat bertemu dengannya.

'Cih, kekuatan orang kaya seperti ini ya rasanya.' sinisnya dalam hati.

Mansion ini mewah dan sangat elegan serta sejuk juga karena diberbagai tempat terdapat banyak tanaman yang tersusun rapi bahkan dilantai dasar dibuat taman mini dengan kolam ikannya menambahkan kesan nyaman pada huniannya.

Kini semuanya milikku, dan aku akan menjaga apa yang kau titipkan padaku Laurencia.
Kau tenanglah dialam sana bersama kedua orang tuamu, disini biar menjadi urusanku.

Laurencia.Where stories live. Discover now