part 3

22.1K 1.7K 21
                                    

                    🌈Happy Reading🌈

Ini hari pertamaku kembali menempuh pendidikan, padahal Laurencia yang asli sudah menyelesaikan gelar S2-nya seminggu sebelum ia tenggelam di kolam renangnya sendiri.
Bahkan dikehidupan sebelumnya pun ia juga sudah lulus S2. Dan kini harus kembali belajar.

Konyol memang rasanya tapi inilah kenyataan yang harus ia jalani untuk melancarkan rencana yang ia susun sedemikian rupa.

"Lau, kau sudah siap?" tanya Ernest yang bersandar didaun pintu dengan seragam yang sama.

'Oh Tuhan, lihatlah ciptaanmu yang satu ini sangat sempurna seperti dewa yunani.' batinnya bertepuk tangan dengan meriah.

Rambut hitam sekelam malam seperti miliknya sedikit berantakan membuat visualnya seperti badboy.

"Ayo kita turun, aku sudah siap." akupun menggandeng lengan kirinya dan beriringan menuju ruang makan untuk sarapan.

Kami sarapan dalam diam dan setelah selesai kamipun lantas pergi dengan mengendarai mobil sport keluaran terbaru dan hanya ada dua di dunia ini.

Bisa kalian tebak siapa yang memilikinya? Tentu saja aku,hahahaha.
Dan yang satu aku tidak tahu siapa yang membelinya.
Terserah sajalah ya toh tidak merugikan juga.

"Ernest ayo kita ke cafe raindrop." ujarku pelan.

Pemuda itu tidak merespon hanya langsung membelokkan mobil kami ke tempat yang kusebut.
Aku yang sedari tadi sibuk dengan laptop dipangkuanku pun hanya diam tak lagi mencoba mengobrol dengannya.

'Ayolah Laura kau pasti bisa menjalani semua ini' batinku.

Ernest sudah memakirkan mobil dan aku masih sibuk mengurus dokumen perusahaanku yang sepertinya para pegawaiku ingin sekali dipecat karena tidak becus bekerja. Atau kumutasikan saja mereka ke perusahaan cabang di kota pelosok sana agar mereka kapok.

Suasana pagi ini terasa membuat otakku pusing saja, setelah membereskan permasalahan dokumen kami keluar dari dalam mobil dan berjalan beriringan masuk kedalam cafe. Kami memesan roti susu dan secangkir kopi.

Sejak sarapan Ernest terasa lebih dingin dari biasanya. Dia ini memang kulkas berjalan tapi entah kenapa aku merasa bahwa hari ini ia berbeda.

"Aku muak melihat wajah sok cool mu itu." ujarku sarkas padanya.

"Iya akupun merasa muak melihat wajah sok cantikmu itu." jawabnya dengan santai seraya meneguk kopi.

Aku memutar malas bola mataku mendengar jawaban yang sangat menyebalkan itu. Oh ayolah tidak bisakah ia melihat bahwa gadis cantik bak bidadari di hadapannya ini? Mungkin matanya sudah rabun atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

"Kau menyebalkan." ujarku memanyukan bibir.

"Tidak usah seperti itu!" sentaknya mengusap kasar wajahku.

Hancur sudah perasaanku hari ini, dari dokumen yang tidak ada habisnya dengan berbagai kesalahan, sepupu yang kurang ajar lalu saat di sekolah nanti apalagi yang harus aku hadapi? Si menye-menye itu? Mungkin baru melihat saja aku sudah ingin mencincang tubuhnya itu.

Oke. Mungkin itu terlalu kejam tapi hey!aku lelah hanya dengan memikirkannya saja.
Dan sekarang lihatlah pemuda tampan disampingku ini, ia tidak peduli dengan keadaan sekitar malah asik dengan dunianya sendiri seraya memainkan jari-jari tanganku.

Sudah sekitar satu jam kami disini dan mungkin saja gerbang sekolah sudah ditutup tapi apa peduliku? Toh aku pemilik sekolah itu jadi ya terserahku saja ingin kapan datang. Mungkin satu jam lagi kami baru akan kesana saat akan waktu istirahat tiba.

"Ernest bagaimana keadaan Louis?" tanyaku yang masih sibuk berkutat dengan laptop.

"Dia baik-baik saja dan menitipkan salam untukmu." ujarnya yang kini sibuk memainkan rambutku.

Sepertinya orang disampingku ini memiliki bahasa cinta dengan menyentuh lawan jenisnya. Karena sejak mengenalnya ia pasti akan menyentuh atau bermain dengan anggota tubuhku. Tapi hey! ingatlah para pembaca yang budiman! Maksudnya hanya beberapa anggota tubuh saja seperti pipi, rambut dan jari tangan yang ia sentuh bukan yang lainnya.

'Dasar pembaca nakal'

"Syukurlah, jika begitu sampaikan salamku kembali padanya." yang ia angguki saja.

"Baiklah ayo kita ke sekolah, 45 menit lagi waktu istirahat." ajakku.

Ernest berdiri lantas menarik tanganku dengan lembut. Kami ini hanya sepupu tapi perlakuannya seakan kami ini sepasang kekasih. Bagaimana aku tidak meleleh coba? Tapi aku memasang wajah datar andalanku ini.

Kami pun beranjak meninggalkan cafe tersebut dan segera menuju tempat dimana alur utama selalu dimulai.
Aku sedikit tidak sabar untuk melihat bagaimana nantinya jika aku terlibat didalam alur cerita ini.

Beberapa menit kemudian kami sampai dan gerbang pun dibuka oleh pak satpam yang menunduk sopan saat mobil kami masuk.
Saat keluar dari dalam mobil aku cukup takjub dengan sekolah ini.

Sunsky internasional school adalah sekolah elit di kota ini, segala fasilitas untuk menunjang sarana dan prasarana pembelajaran sangat diperhatikan agar para siswa dan siswi dapat belajar dengan maksimal.

Lulusannya sudah dipastikan mampu memasuki pendidikan jenjang kuliah ternama dan bersaing didunia kerja.

Tidak diragukan lagi sekolah ini dapat menciptakan orang-orang ternama saat ini.
Memang kebanyakan siswa dan siswi disini adalah dari kalangan orang berpengaruh namun dari kalangan biasapun bisa memasuki sekolah ini dengan tes yang sangat ketat.

Mereka yang lolos diberikan berbagai akses untuk menunjang pembelajarannya, semua biaya di gratiskan bahkan diberi uang saku perbulannya.

Ya walaupun begitu sistem kasta terkadang masih sangat jelas ada, mereka dari kalangan biasa akan selalu dijadikan pesuruh oleh kalangan atas.

Tapi jangan khawatir karena sekolah ini juga dibentuk komite disiplin sehingga bila ada kasus bullying akan segera ditindak tegas. Lalu kenapa Raquella selalu lolos? Oh tentu saja itu perintah mutlak dari Laurencia agar tidak ada yang mengusiknya siapun itu.

Baiklah sekarang kami berdua berada diruang kepala sekolah untuk menentukan kami akan ditempatkan dikelas mana.

"Nona anda ingin dikelas mana?" tanya kepala sekolah.

"Bapak kepala sekolah disini kenapa bapak malah tanya saya?" ujarku malas.

"Siapa tahu nona ingin memilih sendiri kelas yang ingin ditempati." kepala sekolah masih saja sopan.

"Dimana saja." ujar Ernest dingin.

"Huh, baiklah kalau begitu bagaimana jika nona berada dikelas 3 ipa 1A bersama tuan muda Lorenzo dan tuan muda Ernest dikelas 3 ipa 1B ?" tanyanya dengan ekspresi berpikir.

"Dimana kelas Raquella?" kepala sekolah semakin mengerutkan keningnya namun tak ayal menjawab "satu kelas dengan tuan muda Ernest."

"Tukar saja biar aku yang satu kelas dengan Raquella." ujarku yang diangguki Ernest.

"Baiklah nona, apa nona ingin masuk kelas sekarang? Saya akan panggilkan wali kelas kalian masing-masing." tawarnya dengan ramah.

"Tidak usah kami akan masuk sendiri nanti setelah pelajaran berikutnya dimulai, rasanya tanggung saja masuk sekarang karena bel istirahat akan segera berbunyi." penjelasanku ini membuat tenggorokan sakit.

"Kami akan berkeliling." ujar Ernest seraya berdiri dari kursinya.

"Kami permisi." dan kepala sekolah pun merasa lega setelah kepergian kami.

'Untung aku tidak berbuat salah' batinnya mengusap dada.

Padahal kami tidak melakukan apapun tapi kenapa juga ya beliau begitu, dasar orang tua.

Laurencia.Donde viven las historias. Descúbrelo ahora