part 26

7.5K 611 26
                                    

🌈Happy Reading🌈

"Emang bajingan kelas kakap sih tuh orang." gadis itu terus saja mengutuk pria yang berada didalam film drama klasik yang ia tonton bersama teman-temannya.

"Iya bener banget, udah cuma modal perasaan, ngga punya duit, brengsek pula kan mending dipotong aja ngga sih kepalanya?" ujar gadis berbando telinga kucing.

"Oh iya gue mau nanyain ini dari kemaren-kemaren tapi lupa!" sahut gadis disampingnya dengan tanpa sadar memukul paha si pemilik rumah.

"Anjirrrr sakit bego, Lo kok mukul gue sih Jane." Jane malah tersenyum kikuk seraya menggumamkan kata maaf.

Yap. Mereka adalah tiga serangkai alias Rara, Jane dan juga si anak mami Erlin.
Mereka sedang berkumpul bersama di rumah Rara untuk menghabiskan waktu akhir pekan dengan menonton marathon serial drama dan lain-lainnya.

"Nanya apa?" Erlin masih fokus dengan film yang terputar di laptop Rara.

"Lo kapan pacaran sama kak Ernest?" ucapan Jane membuat gadis itu tersedak snack yang ia makan. Rara dengan sigap memberikan sebotol air pada temannya yang masih terbatuk-batuk itu.

Jane sendiri merasa bersalah tapi ia juga penasaran dengan jawaban dari si anak mami ini. Karena aneh aja gitu kak Ernest mau deket-deket cewek selain Rara sama kak Lauren. Ya walaupun mereka juga deket tapi ini kok beda gitu.

Setelah dirasa reda, Erlin menghirup nafas dengan perlahan dan mengelap bibir dan bajunya yang sedikit basah karena terburu-buru meminum air.

"Erlin ngga pacaran sama kak Ernest kok." terkejut, ya mereka berdua terkejut mendengar jawaban yang dilontarkan gadis manis berlesung pipi itu.

"Yang bener Lo! Ngga percaya gue." Jane masih tak percaya dengan jawaban itu, ia merasa tak puas.

"Loh emang kata siapa Erlin pacaran sama kak Ernest?" tanya Erlin bingung.

"Waktu itu pas kita dipanggil ke ruangan komite disiplin, Lo kan bareng kak Ernest pake dititipin ke kita segala lagi." Rara menggaruk kepalanya yang tak gatal. Karena ia sendiri berpikir demikian, tapi nyatanya? Tidak?.

"Kita ngga ngapa-ngapain kok, kak Ernest cuma ngambil jalan yang agak sedikit jauh aja dari ruangan komite biar Erlin sedikit tenang." lagi mereka berdua menatap tak percaya padanya.

"Terus kenapa Lo selalu panggil kak Ernest ayang-ayangan mulu? Kita kira kalian emang udah kenal lama terus jadian deh." Erlin semakin tak mengerti kenapa temannya itu menganggap mereka punya hubungan.

"Ya karena kak Ernest kenal sama tunangannya Erlin, jadi Erlin sengaja manggil gitu biar tunangan Erlin mutusin hubungan itu karena Erlin sendiri ngga suka sama dia." jelas Erlin yang membuat keduanya semakin tercengang.

Teman mereka punya tunangan dan mereka ngga tahu? Sebenarnya apa lagi sih yang ia tutupi dari mereka berdua?.

"Lo udah tunangan dan ngga bilang sama kita!?" bahkan Jane hampir terjengkang saat suara Rara sedikit tinggi karena tak sabar.

"Ya lagian kita udah di jodohin sejak Erlin kelas satu smp, Erlin ngga tau apa-apa sampe pas masuk Sma mami ngasih tahu kalau Erlin udah tunangan dan sialnya dia juga seangkatan sama kita." ujarnya dengan cemberut.

"Siapa? Siapa tunangan Lo itu Er? Lo kok ngga bilang-bilang sih sama kita? Lo ngga nganggap kita temen ya." Jane menatap lesu temannya itu.

"Bukannya ngga mau ngasih tahu kalian, cuman tuh orang ngga baik buat kalian ketahui." ujar Erlin sembari merebahkan tubuhnya diatas kasur Rara.

"Ya tapi kan kita pngen tahu." Rara ikut membujuk Erlin untuk memberitahu mereka siapa yang menjadi tunangannya." namun bukannya jawaban yang mereka dapat malah mood Erlin yang mendadak bete.

"Ihh gue ngga suka ya ngomongin dia, pokoknya gak suka! dia tuh orang yang paling, paling, paling nyebelin." Erlin memukul-mukul guling sebagai pelampiasannya.

"Astaga, astaga oke Lin oke kita ngga bakal tanya lagi kok, udah ya kita pergi shooping aja yuk, rabu depan udah mulai olimpiade nih, mumpung gue lagi libur dari belajar kita seneng-seneng bentar aja." dan berhasil Erlin kini mulai semangat kembali.

"Yaudah ayolah kita pergi sekarang, masalah dia nanti hari senin aja. Kalian pasti kenal kok." Jane dan Rara berpikir sejenak, mengira-ngira siapa orang tersebut tapi semakin dipikir malah semakin pusing.

Mereka memilih untuk bersabar saja karena hari senin pun mereka akan tahu siapa orang yang menjadi tunangan anak mami ini. Mereka bersiap-siap terlebih dahulu dan setelah itu pergi meninggalkan kediaman dengan menggunakan mobil milik Jane.

*
Dilain waktu seorang pemuda nampak uring-uringan karena orang tuanya tetap pada pendirian mereka yang tidak akan membatalkan pertunangannya dengan gadis manja yang selalu membuat ia kesal.

Padahal ia sendiri yang sering menganggu gadis itu, tadinya ia berharap dengan selalu mengganggunya ia akan terbebas dari pertunangan ini karena gadis itu pasti akan mengadu pada orang tuanya.

Tapi salah, walau ia berusaha memutuskan hubungan ini, ia justru kesal karena gadis itu malah memanggil temannya dengan panggilan sayang.
Bahkan ia saja yang notabene berstatus tunangannya tidak pernah mendengar gadis itu mengucapkan hal tersebut untuknya.

Gadis itu harus diberi pelajaran agar tidak sembarangan lagi memanggil sayang pada orang lain. Lantas ia menatap photo wallpaper ponselnya yang menunjukkan seorang gadis berbando telinga kucing yang terlihat memegang seekor kucing dengan senangnya.

'Cemburu nih orang kayaknya' batin author dipojokan.

*
Dan disisi lainnya Louis bersama Carl bermain basket di lapangan komplek dengan raut yang berbeda.
Yang satu datar sementara yang satu malah terkesan menyebalkan.

"Lo pasti kalah." ujar Carl tersenyum remeh.

"Belum mulai siapa yang tahu?" sahut Louis seraya memainkan bola basket.

"Heh, Lo harusnya sopan dikit ma gue. Umur Lo kan dibawah gue manggil kakak kek gitu." Louis memutar malas bolamatanya. Dan Carl kesal dengan respon tersebut.

"Yaudah gini deh gimana kalau kita taruhan?" melihat keterdiaman Louis iapun menjelaskan kembali.

"Kalau gue menang Lo harus manggil gue kakak, kalau Lo yang menang-"

"Lo jadi babu gue selama seminggu." sela Louis hingga pemuda didepannya mengerucutkan bibir seraya mendelikkan matanya.

'Yaudah deh deal ya." mereka berdua berjabat tangan dan mulai bersiap untuk bertanding. Sebelumnya salah satu teman Carl diminta untuk menjadi wasit pertandingan mereka.

Memang di lapangan tersebut tidak hanya ada mereka berdua melainkan teman-teman Carl pun ada disana untuk berolahraga sore hari.

Yang lain lebih memilih untuk duduk ditepian menyemangati kedua pemain tersebut dan ikut bertaruh juga untuk siapa yang menang harus mentraktir mereka di kantin selama seminggu.

Menit demi menit berlalu dan kini skor berada di angka yang sama, didalam hati Carl merasa was-was takut ia akan kalah, namun ia meyakinkan diri untuk menang, karena masa ia bisa kalah dari pemuda yang berusia dibawahnya.

Itu akan sangat memalukan apalagi teman-temannya ada disini, mau ia taruh dimana mukanya jika ia kalah.

Louis kembali memainkan bola basket dengan lincah, dan Carl berusaha untuk menghalangi dan merebut kembali bolanya, namun entah mengapa kali ini terasa sulit berbeda dengan sebelumnya.

Saat akan merebut bola Louis segera menghindar dan melempar bola itu kearah keranjang bola dengan cepat hingga Carl gagal dan akhirnya bola itu masuk kedalam keranjang dengan waktu yang juga habis.

Prriittttttt......

Suara peluit menandakan pertandingan usai dengan kemenangan yang jelas diperoleh Louis. Dan wajah Carl yang mendadak masam.

Teman-temannya tak kalah heboh karena berhasil menang ataupun kalah dalam taruhan pertandingan kedua sosok berbeda usia itu.








-------------------------------------------------------------------------

Terimakasih banyak
🌈🌈😘😘

Laurencia.Donde viven las historias. Descúbrelo ahora