part 24

9.1K 939 27
                                    

🌈Happy Reading🌈

Louis terduduk dilantai dengan sebuah figura photo yang menampilkan seorang gadis dengan sebuah boneka beruang dipelukannya.

Terlihat manis bukan?. Pemuda itu menghela nafas sejenak setelah cairan bening dipelupuk matanya sedari tadi berlomba menuruni pipinya yang sedikit berisi.

Seminggu! Ini sudah seminggu setelah kejadian kecelakaan itu terjadi, dan belum ada berita bagus mengenai keberadaan kakak sepupunya itu.

Entah dimana kakaknya itu berada, sudahkah ia makan? Apakah kedinginan? Apakah dapat bertahan hidup? Apakah-?

Tidak! Tidak mungkin jika kakaknya tiada. Itu tidak mungkin! Sekalipun benar ia menginginkan jasad itu ada didepannya!.

"Aaaaaarrrrrhhhhhhh dimana!? Dimana!? Dimana!? Kak Lauren, kakak dimana?!!!" ia membanting benda-benda disekitarnya dengan sebelah tangan karena tangan yang lain masih mengenggam figura fhoto itu dengan erat.

"Aaaaarrrgggghhhhh dimana kak? Kakak dimana? Aku rindu kak!" semua orang yang mendengar kekacauan dan ratapan itu tak kuasa menahan tangisnya.

Mereka semua tak tahu harus berbuat apa pada Louis. Jangankan pemuda itu keadaan Lorenzo saja tak kalah kacaunya. Ia semakin menggila tanpa ampun menghajar habis-habisan orang yang mencari masalah padanya.

David, bocah lelaki itu terpaksa harus diantarkan pada kakek dan nenek dari pihak ibunya untuk memulihkan kondisinya yang semakin menurun.

Alvarion kini semakin kurus dengan kantung mata yang menghitam. Ia merasa sangat terpukul kehilangan adik perempuan satu-satunya. Keluarga yang ia miliki kini entah berada dimana keberadaannya.

Semua upaya sudah ia kerahkan dengan maksimal namun belum juga mendapatkan hasil. Sang istri, Valerie selalu menatap kosong sekitar. Air matanya terus saja mengalir membasahi pipinya yang semakin tirus.

Keluarga Smith benar-benar kacau atas tragedi yang menimpa mereka semua.
Tak terkecuali Ernest. Di tengah malam ia selalu berada didalam kamar Lauren untuk menenangkan pikirannya.

Ia selalu tertidur dengan memeluk bantal yang sering digunakannya saat tidur ataupun pakaian-pakaian gadis itu yang masih meninggalkan aroma khas-nya.

Mereka semua berharap bahwa Lauren masihlah hidup diluar sana, berharap akan segera kembali berkumpul bersama.
Pikiran buruk terus mereka tepis tak ingin berburuk sangka sampai semuanya mendapat kejelasan.

Kini Ernest berdiri menatap bulan dan bintang dari balkon kamar Lauren.
Diatas tempat tidur pun terdapat Louis yang beristirahat setelah kembali mengamuk di kamarnya sendiri.

Ting.

Suara notifikasi muncul dari ponsel milik pemuda itu, nomor tak dikenal membuat keningnya sedikit mengeryit bingung.

Nomor tak dikenal.

"Temui aku didepan cafe dandelion tengah malam ini jika ingin mendapat informasi mengenai keberadaan saudarimu.

Saat ini hampir tengah malam, apakah ia harus kesana? Tapi bagaimana bisa orang asing mendapat nomor telponnya? Informasi mengenai saudariku? Apakah itu tentang Laurencia?. Pikiran itu terus menerus mengelilinginya.

Berharap pada kebenaran ia bergegas pergi meninggalkan kamar Laurencia setelah mengusap kepala Louis dengan sayang dan membenarkan selimut yang ia kenakan.

Bruumm brumm brummm

Suara motor sport terdengar nyaring di malam itu, Ernest segera tancap gas menuju lokasi yang sangat ia hapal karena cafe itu selalu ia datangi bersama Lauren.

Pikirannya berkecambuk dan perasaannya semakin berdebar seakan memang ada hal yang ia tunggu-tunggu selama ini.
Ia semakin melajukan motornya dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai disana.

15 menit berlalu ia sudah tiba didepan cafe tersebut, pandangannya mencari seseorang yang ia tunggu kedatangannya.
Hatinya mendadak takut akan hal yang tak terduga. Apa pesan tadi hanya main-main?
Apa pesan tadi hanya sebuah jebakan? Jika benar ia akan menghabisi siapapun orang itu.

"Oyyyy beruang!!!!" seru seseorang dari dalam mobil di seberang jalan. Ernest mengalihkan pandangan pada orang tersebut, ia merasa pernah melihat mobil tersebut tapi dimana? Pikirannya yang kacau sulit untuk diajak berpikir akhir-akhir ini.

Seseorang yang ternyata seorang pemuda itu turun dari mobilnya dan segera berlari menyebrang mendekati Ernest.

"Lo-"

"Udah ayo ikuti gue, ntar disana gue jelasin semuanya. Lo kangen dia kan." ujar pemuda itu menyela ucapan Ernest.

"Kemana?" pemuda itu menepuk pundak itu singkat lantas segera kembali berlari menuju mobilnya.
Setelah didalam mobil ia memberi kode untuk mengikutinya pergi dari tempat itu.

Ernest tanpa kata segera menyalakan motor dan menyusul mobil yang sudah berlalu dari pandangannya.

Hatinya semakin tak karuan seperti perasaan bahagia yang tiba-tiba masuk kedalam rongga perasaannya.
Namun ia semakin sedikit was-was saat mobil itu berkendara semakin jauh kedalam hutan yang dikelilingi dengan pepohonan yang besar dan lebat.

Suasana sekitar sangat sunyi, tak ada suara serangga malam atau apapun itu. Hanya suara mobil dan motor saja yang saling bersahut-sahutan.

Di kejauhan dapat ia lihat sebuah tembok tinggi dengan kawat-kawat berduri mengelilingi atas tembok tersebut dengan sebuah gerbang yang hampir menyamai tembok itu juga.

Saat mobil didepannya menyalakan klakson pintu gerbang itu terbuka menampilkan sebuah mansion mewah dengan nuansa gelap.

Kedua kendaraan itu kini sudah berada di teras depan mansion dengan beberapa maid dan pengawal berjajar didepan pintu masuknya.

"Ayo kita masuk." ajak pemuda itu dengan menepuk pundaknya dan berjalan masuk kedalam mansion setelah mengangguk kecil pada para pekerjanya.

Mansion ini cukup mewah walau dengan nuansa gelap. Banyak barang-barang antik yang terbilang mahal dan langka juga disetiap sudut rumah maupun menempel dipermukaan dindingnya.

"Mari tuan muda Ernest kita naik kelantai 5 dimana anda akan bertemu dengannya." ujaran sopan itu malah membuat Ernest menatap pemuda didepannya dengan dingin dan tajam.

"Lo ngga usak sok dekat sama gue." sahut Ernest memasuki lift dengan senyuman kecil terukir di bibirnya.

"Hahaha....ayolah jangan terlalu kaku seperti itu." tawa renyah menggema didalam lift tersebut.

"Kukira kau sudah mati karena tak pernah memberi kabar pada siapapun." Ernest menatap pintu lift dengan raut sedih yang terlihat jelas dimata pemuda itu.

"Tega sekali kau berkata seperti itu." hanya anggukkan samar respon dari orang yang berada disampingnya.

Ting.

Lift tersebut tiba dilantai 5, saat pintunya terbuka hanya ada lorong temaram di kanan kirinya.

"Kau kehabisan uang?" tanya Ernest dengan mata yang melihat kesana kemari dengan kesal.

"Kenapa?" bukannya menjawab pemuda itu malah kembali bertanya yang membuat ia semakin mendinginkan tatapannya.

Tak ada lagi percakapan hingga mereka berdua tiba di sebuah ruangan dengan pengawal di depan pintunya.

Ceklek.

Saat pintu terbuka cahaya lampu didalamnya begitu terang dengan bau obat-obatan yang cukup menyengat.

Pemuda itu masuk kedalam namun Ernest kakinya seakan sulit untuk digerakkan, ia merasa ada sesuatu didalam sana. Sesuatu yang ia tunggu selama ini.

"Masuklah, kau ingin bertemu dengannya bukan?" suara si pemuda menyadarkan ia dari keterdiaman sesaatnya didepan pintu.

Dan saat ia melangkah masuk, disana terdapat hal yang membuat ia menahan air matanya untuk tidak turun dari pelupuk matanya walau nafas yang ia rasa tercekat didalam tenggorokannya.

"Kau merindukannya bukan sepupu?" pemuda itu tersenyum kecil padanya.

Laurencia.Where stories live. Discover now