9 Juni 2023

490 183 71
                                    

|| Day 9 || 1182 words ||

| Awali cerita hari ini dengan kalimat "Aku beruntung bisa bertemu dengannya" |

| Indigenous/Iridescent - Cerita Lepas |
|| Dari Azam Rudin ||

| Indigenous/Iridescent - Cerita Lepas | || Dari Azam Rudin ||

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku beruntung bisa bertemu dengannya hari itu. Kalau tidak ada dia, aku pasti mati muda diseruduk Abu pakai sepeda. Bahkan kalau aku bisa bertahan setelah ditabraknya, minimal aku harus hidup dengan pantat cedera.

Orang tidak waras, si Abu itu. Aku tidak pernah mengganggunya. Kami bahkan tidak saling kenal. Hanya karena tak sengaja berserobok pandang, dia langsung memutuskanku sebagai korban berikutnya, menambah panjang daftar nama anak-anak yang takut padanya. Meski begitu, aku tidak pernah bisa membencinya seratus persen—ada sesuatu pada dirinya yang malah membuat kasihan. Abu bertingkah seperti orang hilang arah dan kurang perhatian.

Di antara banyaknya orang yang dia rundung, salah satunya adalah teman sekelasnya sendiri sekaligus anak yang menyelamatkan nyawaku hari itu. Anak yang, meski dirinya sendiri juga dikejar-kejar Abu, masih bersedia menggendongku di tengah hujan lebat.

Lewat dia juga aku mengenal Magenta.

Sebetulnya aku bukan tipe anak yang kesulitan bergaul. Kesulitanku adalah mencari orang yang tepat untuk dijadikan teman. Kadang aku merasa dimanfaatkan, lalu merasa bersalah karena telah mengira temanku sendiri telah memanfaatkanku, dan begitulah aku kembali dimanfaatkan.

Masalahnya, orang-orang manipulatif akan berusaha menyembunyikan fakta bahwa mereka tengah memanfaatkanmu. Mereka akan membelokkan kesalahannya ke arahmu, membuatmu merasa bersalah atas kesalahan yang mereka lakukan. Meski aku cukup pandai membaca tabiat orang-orang dan sadar benar akan perlakuan mereka, kudapati diriku tetap terjebak di lingkaran setan yang sama.

Nila dan Magenta tidak demikian. Di tengah-tengah mereka, aku masuk lingkaran setan yang berbeda.

Magenta sadar diri dan tak repot-repot menyembunyikannya saat dia berusaha memanfaatkan seseorang. Mungkin orang lain akan menganggapnya tak tahu malu, tetapi sikapnya justru cocok denganku. Dia tidak berusaha membelokkan keburukannya jadi kesalahanku. Kalau pun dia pernah mencobanya, itu akan jadi hal yang bisa kutertawakan karena tak cocok untuk sifatnya. Saat aku menolak terjebak dalam taktiknya pun dia tidak menjauhi atau memusuhiku seperti teman-temanku yang terdahulu—dia cuma akan fokus mencari orang lain yang akan jatuh ke taktiknya.

Nila mirip Magenta dengan cara yang berbeda. Dia mengatakan apa yang ada di dalam kepalanya tanpa filter, jadi aku tahu dia tulus saat membantuku.

Dari Nila, lingkar pergaulanku meluas sampai ke Safir. Sejak dulu aku mengagumi Safir. Dia keren. Satu kali saat ospek SMA, dia juga menggendongku ke UKS karena aku pingsan.

Sepertinya aku menumbuhkan kekaguman aneh pada orang-orang yang menggendongku.

Kak Zamrud, kubaca chat yang masuk dari Grey, menginterupsi lamunanku saat ibu jariku tengah menggeser layar ponsel, melihat-lihat foto semasa SMA dulu. Nanti mau ikut barbeque di rumah Wilis? Dia dan adiknya mau minta maaf sama Kakak karena sudah tidak sopan waktu itu.

OracularTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang