6 November 2019

2.6K 480 106
                                    

|| E-Jazzy | 631 words ||

| Short Story |

Tema:
Buat cerita dengan genre space opera

Namanya Alabaster, seorang Terran tak berdosa yang semestinya mengikuti ulangan harian biologi pagi ini, tetapi malah terlunta-lunta di dalam penjara kapal perang Bangsa Ezeins

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Namanya Alabaster, seorang Terran tak berdosa yang semestinya mengikuti ulangan harian biologi pagi ini, tetapi malah terlunta-lunta di dalam penjara kapal perang Bangsa Ezeins.

Dia mondar-mandir di sepanjang ruang tahanannya, berpikir-pikir cara menyampaikan alasan pada gurunya, Maaf, Pak, saya diculik kapal luar angkasa. Boleh saya ikut ulangan susulan?

Itu kalau dia bisa pulang.

Pintu selnya mendadak terbuka, dan seorang gadis yang dikenalnya ada di ambangnya. Dia mengedikkan kepala menyuruh Alabaster keluar.

"Bree?" Alabaster terperangah. "Kau bergabung dengan mereka?"

Gadis itu mengenakan setelan serba kelabu dan bot tinggi, persis Bangsa Ezeins. Rambutnya yang ikal keperakan diikat ekor kuda. Matanya yang sewarna batu ambar terus-terusan menghindari tatapan Alabaster. Mereka pernah dekat, tetapi untuk alasan tertentu yang tak pernah Alabaster ketahui, Bree memutuskan hubungan. Kini mereka sama-sama menjadi sandera di tengah perang antar galaxi—bayangkan betapa canggungnya.

"Aku bisa mengeluarkan kita dari sini, kau tahu?" Alabaster mencoba membujuk, tetapi gadis itu mendorongnya lebih keras ke arah lorong. "Aku cukup fasih berbahasa Ezes. Aku bisa berunding dengan mereka, mengatakan bahwa kita tak tertarik berperang bersama mereka!"

Bree masih hening dan melangkah mendahului Alabaster. Mau tak mau, pemuda itu mengekorinya.

"Kita diculik, Bree, dan aku bisa meminta agar kita dipulangkan!" Alabaster tak menyerah di sepanjang lorong. "Terra sudah menyatakan diri di posisi netral—kita tak memihak Ezeins atau pun Vrix! Kalau kau tampak memihak Ezeins sekarang, Vrix justru akan mengincar Terra! Dan kau!"

Gadis itu menoleh sedikit, tetapi cuma itu. Dia tak mengatakan apa-apa.

"Apa ini karena warna rambut dan matamu?" tanya Albaster, yang akhirnya menghentikan langkah Bree. "Sudah kubilang, jangan dengarkan mereka, 'kan? Kau seorang Terran. Hanya karena kau terlahir berbeda, bukan berarti kau memang—"

"Ezeins," lirih gadis itu, pada akhirnya membuka suara. "Aku seorang Ezeins. Kalau tidak, mereka takkan membawaku kemari."

Alabaster mencoba membantah, tetapi dia keburu disergap oleh para Ezeins lainnya di ujung lorong. Segera saja Alabaster dipaksa mengenakan setelan perang yang serba hitam-putih, dan dijebloskan ke dalam barisan prajurit Ezeins.

Alabaster berdoa dalam hati, Mudahan kapal ini kena bom.

Dua detik pasca memanjatkan doa, seluruh ruangan meraungkan alarm dan melaporkan kebocoran kapal pada area sel tahanan. Bangsa Vrix baru saja melubangi kapal perang Ezeins.

Segalanya jadi kacau, dan Alabaster memanfaatkan ini untuk memisahkan diri. Dia tak tahu mesti ke mana dan berbuat apa sampai kemudian seseorang menyergapnya. Ketika Alabaster mencoba melawan, penyergapnya membenturkan wajahnya ke lantai lorong. Hal terakhir yang dilihat Alabaster adalah sosok Bree yang menjulang di hadapannya.

---***---

Tak sadarkan diri di tengah bunyi alarm yang meraung-raung, Alabaster dibangunkan oleh suara alarm lainnya yang lebih kecil. Ketika dia berusaha bangkit, kepalanya terantuk langit-langit rendah.

"Bree?" Pemuda itu mengerjap-ngerjap saat melihat gadis di sisinya yang memegang kemudi. Pesawat angkasa ini lebih kecil, dan Alabaster mereka tak kunjung bergerak—hanya mengambang di tengah kehampaan. "Apa yang—"

"Darkish takkan bisa bertahan lebih lama." Bree mengusap panel kendali pesawatnya, yang dinamainya Darkish, dengan penuh kasih sayang sampai-sampai Alabaster hampir cemburu. "Kita harus meninggalkannya dan menumpang ke pesawat lain yang lebih besar."

"Menumpang?" Alabaster meringis. Hidungnya masih terasa kebas bekas hantaman sebelum dirinya pingsan. "Tak bisakah kita melakukan warp ke Terra—"

"Kita mesti melakukan 700 lompatan untuk ke sana, dan Darkish bahkan takkan bertahan untuk satu lompatan pun saat ini." Bree menekan beberapa tuas saat melihat sebuah kapal lain yang mendekat, tampaknya untuk memberi sinyal. "Lagi pula, kita sudah tak diterima di Terra."

Alabaster lupa pada langit-langit yang rendah dan menegakkan punggungnya. "Apa—?"

Dengan sorot pedih, Bree memberi tahu, "Kaupikir kenapa aku memutuskanmu hari itu, Alabaster? Dan kenapa Vrix menyasar sel tahanan saat menyerang? Mereka mengincarmu."

"Aku? Seorang Ezeins?" Alabaster menepuk dadanya, lalu terkekeh sebagai tanda tak percaya. Pemuda itu lantas mengusap rambutnya yang legam, dan menunjuk warna matanya yang hijau gelap. "Tak satu pun fisikku menunjukkan aku ini Ezeins—kenapa Vrix mengincarku?"

Bree menggeleng. "Lebih tepatnya, mereka mencoba merebutmu kembali. Kau seorang Vrix."

Iyaaa, setengah mateng, I know!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Iyaaa, setengah mateng, I know!!!

>/////<

Nda sempat riset jauh,

jarang nonton space opera,

palingan cuma sebatas Guardians of Galaxy

itu pun cuma buat ngeliat Groot //plak

Untuk sekarang, segini aja dulu

Takut salah karena riset yang kurang sekali

Kita lihat nanti kelanjutan petualangan Alabaster dan Bree mencari tumpangan dan menghadapi perang antar galaxi

Tergantung tema yang cocok entar '-')

Doakan saya masih hidup sampai 24 hari ke depan ( /'-')/

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Doakan saya masih hidup sampai 24 hari ke depan ( /'-')/

Next >>> 7 November 2019

OracularTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang