hal yang berbeda

34 3 0
                                    


“Nyatanya mencintai orang baru itu tidak sama ketika aku mencintaimu.”

                              -Tamara-

Pagi ini Sagara berniat untuk kerumah calon mertuanya, namun niatnya itu gagal karena kehadiran sosok perempuan yang pernah dekat dengannya.

"Umma, aku bawain buah-buahan dan ciki-ciki buat Ocha." Gadis itu tersenyum ramah pada Hawa yang duduk berhadapan dengannya.

Mendengar hal itu pun bibir Hawa melengkung keatas, kemudian menjawab, "Syukron, nak, maaf ngerepotin kamu sampe bawa seperti itu."

Syukron = Terima kasih

Gadis itu kekeh mendengarnya. "Gapapa umma.. Ga ngerepotin sama sekali."

"Kak Salwa.." teriak Ocha sambil berlarian ketika melihat gadis itu berada disini. Apa lagi, hubungan mereka bisa dibilang cukup sangat dekat.

Gadis yang bernama Salwa Zalifah, itu tersenyum melihat Ocha berlarian menghampirinya, sampainya ia pun memeluknya dengan hangat.

"Rapih banget, mau kemana cantik?" tanya Salwa ketika melihat Ocha memakai pakaian yang begitu rapih dan begitu cantik.

"Ocha mau kerumah kakak cantik tadinya kak, tapi ga jadi." tuturnya dengan bibir melengkuh kebawah.

Satu alis Salwa terangkat dan berkata, "kakak cantik? Siapa itu kakak cantik?" beonya. Salwa melirik kearah Hawa.

"Tamara. Mungkin begitu masyaAllah banget wajahnya cantik jadi bilang begitu." Salwa mendengar hal itu ber oh ria dan mengangguk kepalanya.

"Kenapa ga jadi?" tanya Salwa penasaran.

"Karena ada tamu. Tadinya umma juga ikut, tapi ada kak Salwa jadi ga jadi, soalnya ga sopan." balasnya diakhiri terseyuman sampul.

Gadis itu menganggukkan kepalanya. "Oh begitu.. Maafin Salwa ya, umma.. Soalnya ga jadi berkunjung kesana."

"Tidak apa-apa, Nak. Lagian lama kita tidak bertemu, yakan?" Salwa tersenyum manis dan menganggukkan kepalanya. Gadis berjilbab hitam itu memangku Ocha.

"Maaf umma kalo Salwa lancang atau bagaimana... Tapi, Sagara dimana, ya? Soalnya Salwa mau bicara dan sekalian berkunjung kesini."

"Bang Saga lagi dikamar. Sebentar lagi kesini kok." ucap Ocha gemes.

"Mau bicarain apa Nak? Tentang perasaan lagi?" tanya Hawa. Hawa sudah cukup tau tentang perasaan gadis itu pada putranya, karena pernah membicarakan tentang hal itu padanya. Namun, putranya menolak dengan alasan ingin fokus mengurusnya.

Ia terdiam ketika mendengar hal itu. Memang betul untuk membicarakan tentang itu pada Sagara, apa lagi ia terasa tergantung padanya.

"Sejujurnya iya, umma.. Tapi, untuk lebih jelasnya Salwa minta menjelasan dari Sagara." Salwa menyengir sengit.

"Menjelasan apa lagi Salwa? Bukannya saya sudah bilang, kalo saya mau fokus urusin umma, saya ga mau berurusan yang namanya cinta. Kamu tau kan?" Sagara mempertegaskan ucapannya tepat dimana ia berjalan dan mendengar membicaraan itu.

Salwa menghelakan nafasnya kasar, ia pun mengusap-usap puncak ramput Ocha, ketika ia fokus memperhatikan anak itu."Cantik, kak Salwa boleh minta sesuatu? Ocha kekamar dulu, ya? Sekalian bawa ciki-ciki yang kak Salwa bawa." Ocha menganggukkan kepala tak mengerti. Ocha membawa jajanan dan pergi untuk kekamarnya.

"Sagara.. Apa selamanya kamu ga mau belajar untuk mencintai perempuan? Apa selamanya akan seperti itu!?"

Sagara mendecak kesal. Sungguh gadis di depannya itu sangat keras kepala! Harus memakai bahasa apa lagi agar gadis itu ngerti?

"Saya harus memakai bahasa apa lagi buat kamu ngerti, Salwa? Ada saatnya saya akan mencintai seorang perempuan, tapi bukan sekarang! Kamu ga perlu menungguin saya. Cukup kamu membuka hati untuk layak memilikinya." tegas Sagara. Lagi-lagi Sagara dibuat sabar karena Salwa terus saja memaksa.

"Jangan terlalu mengejar seseorang, Salwa. Karena takdir ada dua, kematian atau jodoh yang akan terjadi." nasehat Hawa padanya membuat kepalanya menunduk, dan terdiam.

                                  🍃🍃🍃

"Tumben lo ngajak ketemuan. Ada apa masalah hidup apa lo, Nay?" Tamara mulai membuka suara ketika ia datang dan hendak duduk disampingnya.

Tadi pagi kata Naya mumpung libur sekolahan, Naya ingin ngobrol dengannya, karena kadang tidak ada waktu untuk ngobrol dengan sahabatnya itu karena mengurusi masalah asmara.

"Gue ga ada masalah hidup nih. Cuma lo yang punya masalah, Mar." ujar Naya membuat Tamara menatap bingung kearahnya.

Naya melirik lalu memutarkan bola matanya malas, "Gausah kaya ga punya masalah lo, Mar. Gue langsung the point aja, ya? Kemarin Galen cerita sama gue, tentang Areksa. Dia berharap lebih sama lo, persis kaya dulu, tapi gue tau kok hubungan lo sama dia kan uda ga ada hubungan spesial lagi, istilahnya mantan." putusnya.

Tidak ada jawaban apapun dari gadis yang duduk bersebelahan dengannya. Naya dibuat kekeh dengan hal itu. "Nyatanya lo masih suka sama Areksa dari pada orang yang baru masuk dikehidupan lo. Tapi kenapa seolah-olah perasaan itu ga ada?"

"Perasaan itu kemana, Mar? Apa lo ga punya rasa apapun lagi sama Areksa? Atau semua itu cuma pura-pura?" tuduh Naya.

Gadis itu menggelengkan kepalanya lemah, wajahnya murung, kepalanya menunduk, bibirnya melengkung kebawah. "Gue juga bingung, Nay. Nyatanya gue ga suka sama Sagara, mencintai orang baru itu beda ketika gue mencintai Areksa."

"Tapi kenapa lo deket sama dia? Bahkan lo deket sama adeknya. Itu kenapa!?" geram Naya ingin sekali marah-marah, namun ditaman banyak anak kecil yang lagi main bersama orang tuanya.

Tamara diam sejenak, lalu menoleh kearah Naya. "Nay... Gue dijodohin sama bokap dan nyokap gue, pas hp gue disita. Gue nolak mati-matian berakhirnya gue sendiri yang mutusin Areksa, dan.. Kalian seenaknya nyalahin gue gitu aja? Gue udah bujuk papah dan banyak rayuan tapi tetap aja, kaya lo ga tau aja bokap gue kaya gimana." jelas Tamara.

Naya terdiam ketika mendengar menjelasan dari sang sahabatnya itu. Bingung harus menjawab apa padanya. "Mar, gue mau satu hal. Lo lakuin apa yang lo harus lakuin. Untuk saat ini Areksa itu amnesia, dan dia ga inget tentang masalah waktu lo mutusin dia. Tolong, bersikap seolah-olah kaya dulu lagi, Mar. Jangan berubah, gue ga mau Galen marah sama lo, dan buat hal yang nantinya bahaya." perintahnya.

Tamara memijat kepalanya. "Ga semudah itu. Gue terima perjodohan agar gue bisa deket sama Areksa, nyatanya.. Ga semuda apa yang gue kira. Apa lagi.. Kemarin gue udah kerumahnya Sagara, buat batalin perjodohan tapi..."

"Tapi apa?" Naya terus saja menatap Tamara, karena ia sungguh penasaran. Lama sekali gadis itu curhat padanya, karena ia sangat suka jadi pendengar yang baik dari ia harus di dengar oleh orang lain.

"Katanya dia ga mau nyerah, Nay. Gue harus apa? Gue ga bisa lakuin apa pun kalo itu, dia punya hak untuk suka sama orang kan? Lagian ni, ya, Nay.. Gue pikir dia baik kok,"

"Baik di depan bukan dibelakang lo, lo ga tau kan nantinya dibelakang lo gimana?!"

"Dia baik, apa lagi keluarganya. Ramah banget, Nay. Kalo lo deket pasti seneng, dia anak bu kyai dia anak santri, Naya. Dia tau cara mencintai cewe gimana, apa lagi menghormati wanita dia pasti tau. Dia baik, pasti jodohnya baik bukan kaya gue, cewe akhir zaman."

Naya memutarkan bola matanya malas dan menghelakan nafasnya kasar sampai terdengar oleh Tamara. "Tapi kalo jodohnya itu elo, gimana Mar? Apa lo siap berjodoh sama orang yang ngga lo cintai? Apa lo siap merelakan orang yang lo cintai pergi dan menjalin hubungan sama orang lain?"

"Jalaludin Rumi berkata, ajarin hatimu untuk menerima kekecewaan bahkan dari orang yang kamu cintai."

Segitu dulu ya.
Jangan lupa vote, dan komen.
Tandai kalo ada yang typo atau yang lainnya.
Kalo penasaran bisa follow ig yang ada bio akun ini, soalnya ada spoilernya.

Jangan lupa bahagia. Assalamualaikum.

ANTARA DUA SURGA { SELESAI }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang