12 Juni 2023

2 0 0
                                    

Happy Reading 🤍🌹

.
.
.
.

Matahari bersinar, di tengah hari monyet sedang menyusuri pantai mencari kelapa muda. Sebelum pergi ke pantai, dia sudah menggunakan sunscreen dengan perlindungan ekstra. Tidak lupa, dia menggunakan sandal yang didesain dengan sistem pendingin, serta kacamata hitam. Satu hal yang kurang, dia tidak menggunakan outer penyejuk seperti hewan lainnya.

Di tahun 2075, bumi mengalami peningkatan panas ekstrem. Manusia berlomba-lomba menciptakan teknologi untuk mengatasi keadaan tersebut. Sayangnya, tidak semua makhluk memiliki kondisi ekonomi yang sama. Bangsa monyet contohnya, mereka hidup sederhana, hanya beberapa yang memiliki outer pendingin dan AC di rumah.

"Oi monyet, kenapa kau berkeliaran di siang bolong begini?" Teriak Buaya dari tepi pantai. Buaya termasuk bangsa yang kaya, saat ini dia berenang di laut dengan perlengkapan komplit. Ada kacamata hitam, outer pendingin, serta aksesoris pendukung lainnya.

"Aku sedang mencari kelapa untuk melegakan dahaga, buaya."

"Berani sekali kau, tidak kah kau takut bertemu laba-laba penghisap darah di pohon nanti?"

"Aku pemberani, tidak takut dengan laba-laba."

"Bagus monyet."

Monyet enggan mendekati buaya, tapi kali ini Buaya tidak seperti biasanya, wajahnya tampak sedih. "Kau kenapa wahai Buaya?"

"Aku sedih monyet, istriku sedang sakit. Saat ini dia sedang tidur, aku pergi sebentar untuk menghibur diri." Jelas Buaya, kemudian dia menambahkan, "Maukah kau pergi ke rumah ku? Datanglah, dengan begitu istriku pasti lekas membaik."

Monyet diam, dia berpikir sejenak, lalu berbicara, "Aku ingin sekali menjenguknya, tapi aku tidak bisa berenang wahai Buaya. Rumah mu di pulau sebrang sana, jauh, terpisah lautan yang luas."

Buaya tertawa, "Kau bisa naik ke punggung ku Monyet! Ayo sekarang, nanti akan ku beri kelapa dan makanan lezat lainnya!"

Monyet berjingkrak-jingkrak girang, akhirnya dia naik ke punggung Buaya dan mengarungi lautan menuju pulau tempat Buaya tinggal.

Air laut turut panas karena suhu bumi memanas. Untungnya Buaya memiliki baling-baling penyejuk air, sehingga kaki monyet terjaga dan tidak melepuh.

Tidak lama kemudian, mereka sampai di rumah Buaya. Monyet segera menemui istri Buaya, dia terbaring lemah, namun tersenyum kala melihat monyet menjenguk.

"Apakah sudah dibawa ke dokter wahai Buaya?" tanya monyet cemas, Buaya menjawab sudah, lalu kalimat dari mulut Buaya mengagetkan monyet.

"Aku berterima kasih kau sudah mau menjenguk istriku monyet. Kata dokter, obat untuk penyakit istriku adalah hati monyet, itu adalah obat paling mujarab. Maukah kau berbaik hati menolong ku monyet?"

Monyet membeku, dia harus mencari cara supaya bisa keluar dari sarang Buaya ini. Dia menatap lama Buaya yang memberikan sorot meminta, akhirnya monyet menjawab, "Buaya, benar yang dikatakan dokter, hati monyet obat mujarab. Tapi sayang, hatiku sudah ku tinggalkan di rumah pohon, aku tidak punya mantel pelindung hati, aku tidak ingin hatiku rusak karena suhu bumi ini."

Ekspresi Buaya melunak, lalu monyet lanjut berbicara, "Jika kau ingin hatiku, maukah sekarang kau mengantarku untuk mengambilnya?"

Buaya mengangguk antusias, lalu bergegas keluar bersiap mengantar monyet ke tempat asalnya. Di tengah lautan, monyet berbicara, "Seandainya tadi kau berkata jujur Buaya, kau tidak perlu bolak-balik seperti ini."

"Maafkan aku monyet, apapun akan ku lakukan supaya istriku sembuh."

Mereka akhirnya sampai di tempat monyet tadi, setelah monyet berada di daratan, dia tersenyum, lalu berkata pada Buaya.

"Wahai Buaya, hatiku ada di dalam tubuhku, jika hati terpisah dengan tubuh aku pasti sudah mati. Terima kasih atas jalan-jalan dadakannya!" monyet berlari menuju pohon kelapa terdekat, lalu dia bergelantungan dari pohon satu ke pohon lainnya meninggalkan Buaya yang kesal karena sudah ditipu.

...

Tema : Pilih salah satu fabel di Indonesia. Recreate dengan latar waktu 2075.

|30DWCNPC2023| Wind After The AshWhere stories live. Discover now