Chapter 5 Dalam Gelisah

185 35 1
                                    

Efran?

Ini tidak mungkin, itu pasti bukan lelaki itu. Mereka tidak pernah bertemu setelah sekian tahun, jadi mana mungkin hari ini ...

Lana berbalik, dia segera melangkah pergi. Sikapnya membuat Rania terkejut dan seketika mengejar. Berjalan ke luar dari tempat reuni mereka, Lana berlalu begitu saja melewati teman-temannya. Dia bahkan tidak berpamitan.

"Lana." Tidak ingin menimbulkan keributan, Rania menahan diri untuk tidak berteriak memanggilnya. Dia hanya mengikuti Lana.

Di luar, Rania lagi-lagi menarik tangan Lana untuk kesekian kali.

"Lana ada apa?"

Lana terdiam, menenangkan diri, namun wajahnya sepucat kapas. Dia memang telah melatih dirinya seandainya bertemu dengan pria itu lagi, akan tetapi, dia tetap tidak siap. Lana bahkan belum memastikan apakah pria itu Efran atau bukan.

Sudah sekian tahun mereka tidak bertemu, mungkin saja, dia sudah berubah. Menjadi lebih kurus, atau lebih gendut. Sosok Efran di matanya, bisa jadi sudah berbeda. Atau orang itu hanyalah seseorang yang mirip dengannya.

"Yang membuatmu seperti ini kalau berkaitan dengan Mawar." Rania segera mendesaknya.

Rania bukanlah teman yang sok tahu ataupun ingin ikut campur urusan orang lain. Tetapi Lana adalah sahabat terdekatnya, Rania mengetahui bagaimana penderitaannya selama ini. Mereka berbagi suka dan duka, dan menurut Rania, terkadang Lana bisa menjadi sangat tidak dimengerti ketika menyangkut urusan Mawar.

"Apa itu dia?" Rania bertanya.

Tanpa Rania perlu menegaskan, Lana mengetahui arah pertanyaan itu. Lana menggeleng.

"Jangan bohong, Lana. Kalau memang itu dia, hadapi."

Lana menelan ludahnya.

"Kamu bilang ayah Mawar meninggal, tapi aku memang nggak pernah yakin. Sebenarnya kenapa kamu nggak ingin bertemu dengannya lagi? Kenapa harus takut?"

"Aku nggak ingin dia merebut Mawar." Lana akhirnya berkata, kata-kata yang sejak dulu tidak pernah ingin dia ungkapkan pada siapapun.

"Bagaimana mungkin dia bisa merebut Mawar, kalau sejak lahir dia nggak pernah ada." Rania berkata datar.

Bibir Lana bergetar, dia hanya terlalu takut kalau menyangkut anaknya. Saat ini, hanya dia yang dimiliki Mawar, bahkan kakeknya saja sudah menelantarkan mereka. Walaupun memang Lana belum pernah bersimpuh memohon ampun pada sang ayah, atas apa yang terjadi di masa lalu. Dia hanya tidak ingin ayahnya mengetahui yang sebenarnya, karena janji yang telah dia buat di masa lalu membuatnya berada dalam pusaran kebimbangan tanpa akhir.

"Kamu nggak akan tahu bagaimana manusia bisa menjadi begitu serakah, Rania. Kalau dia melihat Mawar ...." Lana menahan nafas, "dia pasti akan jatuh cinta padanya." Pada Mawar, anaknya.

"Tunjukkan yang mana orangnya, aku yang akan menghadapi dia," desak Rania. "Lana, bukannya dulu pada saat kita masih di bangku sekolah kamu pernah berkata padaku, sebesar apapun masalah yang datang kalau kita terus-terus menghadapinya, maka pada akhirnya kita akan menjadi lebih kuat. Dan sekarang aku mengatakan itu padamu, aku akan selalu ada untukmu dan Mawar Lana. Kamu nggak sendirian."

"Rania, lebih baik sekarang kita pulang aja." Lana menolak.

"Kamu pulang sendiri." Rania berbalik meninggalkan Lana, bergegas masuk kembali ke dalam restoran.

"Rania!" Lana ingin mengejarnya, akan tetapi dia enggan.

Lana tahu, Rania pasti ingin mencari sosok itu. Sejak dulu Lana berbagi rahasia dengannya, kecuali masalah Efran. Karena saat itu, Lana berkuliah di luar dan Rania tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Pendar (Masa Lalu Berselimut Jelaga)Where stories live. Discover now