Chapter 10 Noda

142 27 2
                                    

Di dunia ini memang tidak pernah ada yang namanya kebetulan. Hanya ada, permainan nasib atau rencana manusia. Lana memandang sinis pria di hadapannya, pria itu sekarang hanya terdiam.

Begitu lama berdiaman. Kakinya gemetar, Lana menahan diri supaya tidak terjatuh.

"Lana. Aku ..." Gio berkata, sulit untuk bicara. "Lama nggak bertemu."

Kata-kata itu terdengar menjijikan, oh, semua tentang lelaki itu sekarang membuat Lana kelu.

"Kamu benci aku, Lana? Ya, aku tahu kamu pasti marah." Gio berbicara diulang-ulang seperti gema.

"Licik sekali." Setelah sekian lama diam, Lana memutuskan untuk menghadapi lelaki di hadapannya. "Jadi ini rencanamu?"

"Aku tahu kamu akan datang."

"Oh ... hebat." Lana kali ini memperhatikan dengan benar. Siapa namanya Gio? Efran? Entahlah dia punya seribu topeng, wajar saja punya beberapa nama.

Rambutnya tersisir rapi dan sedikit basah, kemeja bewarna pastel dan celana melekat sempurna. Dia jauh berbeda dengan penampilan ala mahasiswa dulu. "Kamu hidup dengan baik sepertinya," lanjut Lana.

"Apa kamu dendam padaku, Lana?" Efran sedikitpun tampak tidak ingin membantah kata-kata Lana. "Duduk dulu, Lana."

Lana enggan, biar saja dia berdiri sampai mati. Tak sudi mengikuti keinginan pria itu.

"Kamu bertanya apa aku dendam padamu? Awalnya, ya, selama bertahun-tahun, aku menyimpan keinginan di dalam hati. Saat kita bertemu lagi, aku ingin membunuhmu."

Lana menahan nafas, tetapi sorot matanya masih tajam. Lekat menatap pria itu, seolah melihat kembali pada kebodohan di masa lalunya.

"Lana."

"Tetapi pada akhirnya, aku mulai menerima semuanya. Aku sudah mengikhlaskan apa yang terjadi." Sungguh, Lana berusaha.

"Lana, aku ... aku mencarimu selama ini."

"Mendengar kalimat itu, aku sangat muak. Kamu tahu, Efran, aku sungguh berharap nggak bertemu denganmu lagi sekarang. Jadi, pergi dari hidupku sekarang juga. Jangan mengusikku."

"Lana, aku bisa jelaskan."

"Hentikan, nggak perlu bicara lagi." Lana merasa darahnya mengalir cepat, naik ke kepala.

"Lana, apa kamu lupa. Kalau aku adalah ayah dari anakmu. Bagaimanapun, darahku mengalir di nadinya."

Beraninya dia! Sialan! Beraninya dia bahkan mengungkit itu?! Namun kalimat itu, sesuatu yang amat Lana takutkan.

"Kamu laki-laki sialan."

"Lana, aku tahu aku salah. Biarkan aku bertemu anak kita."

Lana tertawa keras. "Kenapa sekarang kamu menjadi ayahnya? Cukup lakukan seperti yang selama ini kamu lakukan! Berpura-puralah kita nggak pernah bertemu dan ...." Gigi Lana bergemeletuk. "Menghilang selamanya seperti selama ini." Lana berbalik, dia tidak sudi berhadapan lebih lama dengan pria itu.

Gio menghambur dan menarik tangan Lana. "Lana, kasih aku kesempatan. Sekarang sudah bisa."

Dengan tenaga yang tersisa, Lana memukul keras wajah Gio.

"Jangan sentuh aku." Lana bergegas keluar ruangan, seluruh wajahnya merah. Dia mempercepat langkahnya. Mendengar pria itu memanggil. Samar, Lana berusaha bertahan, berteriak memohon agar dia tetap sadar. Dengan gemetaran dia menelepon Rania.

"Nia, tolong aku," rintihnya.

***

"Lana pergi ke kantor MM event organizer, Pak dan sampai sekarang belum pulang." Disa berkata saat Lazuardi mencari Lana. "Dia pergi dengan supir kantor," lanjutnya.

Pendar (Masa Lalu Berselimut Jelaga)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang