Chapter 6 Cela

181 31 3
                                    

"Lana, Lana dan Lana! Jadi selama ini apa yang kalian lakukan?!" Akhirnya kesabaran Lazuardi tak bisa terbendung lagi, event kali ini, tim yang dia pilih nyaris tidak bisa memaparkan secara mendetail acara yang akan mereka gelar. Padahal, gelaran ini menggelontorkan biaya yang cukup besar. Proposal yang ditawarkan menarik dan unik, sehingga pengajuan dana untuk kegiatan itu di-ACC oleh head office.

"Maaf, Pak. Biasanya untuk urusan itu, Mbak Lana yang melakukannya." Salah seorang stafnya takut-takut mengatakan.

"Iya, Pak," timpal yang lain.

"Kita akhiri saja rapat ini." Lazuardi memotong dan membubarkan tim itu. Dia bergegas kembali ke ruangannya.

Dan Lana, sepertinya dia berada di atas angin. Mengetahui kalau Lazuardi menariknya dari proyek, Lana melarikan diri ke lapangan, beberapa kali Lazuardi memerintahkan sekretarisnya untuk memanggil Lana, namun dia tidak ada di ruangan. Dia berkata akan melakukan pengecekan pada salah satu distributor mereka.

Memang salahnya, dia mendepak Lana dari proyek yang perempuan itu inisiasi. Dan meeting kali ini, bisa dikatakan tidak menemukan hasil yang signifikan. Walaupun begitu, Lazuardi terlalu gengsi untuk menarik ucapannya dan memasukkan Lana kembali ke dalam tim, biarkan saja. Dia mungkin lebih bersyukur karena tidak dilibatkan. Bukankah Lana memiliki anak? Dengan begitu dia tidak akan terlalu sibuk untuk bekerja lembur.

Persoalan Lana yang mempunyai anak lagi-lagi mengusiknya. Bukannya dia penasaran pada perempuan itu, tapi sebagai seorang atasan hal-hal semacam ini rasanya perlu dia ketahui. Apalagi peristiwa yang menimpa anak Lana berhubungan dengan abangnya.

Pintu ruangan Lazuardi diketuk.

Apalagi sekarang? Sekalipun dia memperoleh posisi sebagai manajer karena ayahnya, dia tetap tidak ingin dijuluki sebagai atasan karbitan. Ditambah lagi, dia sekarang memiliki kompetitor terberat di kantor, seorang wanita pula. Bukan dia meremehkan Lana hanya karena perempuan, Lazuardi merasa kalau dia memang sebaiknya memang menjadi atasan dari perempuan itu.

"Pak."  Sekretaris masuk dengan beberapa staf yang bersikap takut-takut.

"Ada apa?"

"Begini, influencer utama dalam acara yang akan kita gelar dalam project mendatang berkata kalau dia hanya mau bekerja sama dengan Ibu Lana."

"Apa?" Lazuardi mengerutkan kening, nyaris dia menghentak tangannya ke meja.

Kenapa seorang staf seolah-olah memiliki kemampuan untuk melakukan hal semacam ini? Lazuardi jadi berpikir, jangan-jangan Lana memiliki pendukung besar di belakangnya.

"Manajernya bilang kalau sejak awal mereka sudah membahas inti kegiatan bersama Ibu Lana, jadi ...," lanjutnya.

"Katakan saja dan nggak usah ragu-ragu begitu." Lazuardi kesal.

"Pihak mereka beranggapan kalau yang lain menggantikan Ibu Lana untuk meng-handle acara. Kegiatan yang direncanakan sejak awal akan berubah dari tujuan yang semula, Pak."

"Kenapa dari tadi cuma masalah yang kalian bicarakan?" ujar Lazuardi kesal.

Lazuardi berpikir, masa untuk hal semacam ini, dia harus meminta bantuan ayah atau abangnya? Dia tidak mengenal secara langsung influencer utama yang akan diundang dalam acara mereka, sekarang Lazuardi membayangkan wajah Lana yang tertawa, seolah-olah mengatakan kalau dia memang anak baru yang tidak tahu apa-apa.

***

Bulir air mata jatuh di kusen jendela, hidup sudah setua ini terasa amat melelahkan, Lana berbisik. Sebenarnya sudah sejak lama dia tidak merasakan perasaan ini lagi, lebih tepatnya dia sudah mati rasa. Namun, pertemuan sekilasnya dengan sosok itu, membuat Lana kembali berpikir. Bagaimana kalau pria yang dia lihat memang Efran?

Pendar (Masa Lalu Berselimut Jelaga)Where stories live. Discover now