Chapter 19 Sosok

157 26 2
                                    

Sekalipun Lana merasa emosi dengan sikap Lazuardi padanya. Tapi di dalam hati, jantungnya berdebar. Sudah lama Lana tidak memikirkan lelaki dalam hidupnya. Lana jadi ingat dulu, saat dia remaja hingga kuliah, banyak pria yang berusaha untuk mendekatinya. Mereka melakukan bermacam-macam cara.

Lana terlahir seolah menjadi seorang ratu, ke mana pun dia berada selalu menjadi pusat perhatian. Tapi ternyata sang ratu menjatuhkan pilihan pada lelaki yang salah, itulah titik kehancuran Lana. Peristiwa yang merubah kehidupan untuk selamanya. Membuat Lana tidak lagi berpikir untuk dirinya sendiri.

"Kamu kenapa sih dari tadi pelanga plongo?" Rania menegurnya.

Lana mencibir.

"Bagaimana perkembangan hubungan kalian?" lanjut Rania lagi. 

"Hubungan apa?"

Rania tersenyum mengejek. "Memang sejak dulu orang selalu bilang benci jadi cinta dan ternyata kejadian sama orang di sebelahku sendiri."

"Maksud kamu apa?" Lana memperhatikan Mawar yang asyik menonton televisi. Bagaimana perasaan gadis kecil itu, saat dia memiliki seorang ayah di sisinya. Apa dia akan lebih merasa gembira? Tiba-tiba Mawar berdiri dan menuju ke arahnya.

"Mama ayo kita siap-siap." Mawar berkata membuat kening Lana berkerut.

"Siap-siap ke mana?"

"Kemarin om bos ke sekolah Mawar, katanya hari ini mau ngajak Mawar sama mama nonton bioskop."

Lana terhenyak. "Apa?"

"Iya, om bos bilang mau jemput kita jam satu, sekarang kan udah jam sebelas mama, kita harus siap-siap." Mawar berkata dengan polosnya.

Apa-apaan ini? "Mawar, kita nggak ada rencana ke bioskop dan kita nggak akan pergi."

Mawar memasang raut wajah sedih. "Yah mama, padahal ada film kartun yang Mawar pengen lihat. Teman-teman di sekolah bilang bagus. Apa om bos bohong?"

Rania juga tercengang mendengarkan ucapan mawar.
"Jangan bilang kalian mau kencan?" selidiknya.

"Kencan apaan?" Wajah Lana memerah. Dia menghubungi Lazuardi dengan segera.

Pria di seberang segera tertawa sebelum Lana bicara.

"Bapak senang mempermainkan saya?"

"Soal apa lagi ini, Lana? Aku baru saja selesai mandi."

"Pura-pura nggak tahu? Kenapa pergi ke sekolah Mawar?"

"Lana jangan khawatir soal itu, aku hanya ingin melihat sekolah Mawar, apakah sekolah itu berkualitas atau nggak."

"Jangan mencampuri kehidupan saya, Pak."

"Lho, justru kamu tahu, bukankah aku sudah minta izin untuk menjadi calon papa Mawar? Aku nggak melakukannya secara ilegal."

"Dan kenapa bapaknya menjanjikan Mawar untuk nonton hari ini?" Lana mencecarnya dengan pertanyaan.

"Karena aku tahu, mengajak kencan mamanya sangat sulit. Jadi aku mengajak Mawar berkencan, dengan begitu mamanya pasti ikut. Kalau kata peribahasa, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui."

"Suka sekali bermain. Apa kami mainan?"

"Pikiran yang menjadikan kita, Lana. Kamu pernah dengar kalimat itu? Kalau kamu terus berpikir negatif sama aku, sampai kapanpun kamu akan selalu menganggap begitu. Padahal nggak ada niat sedikitpun untuk mempermainkan kamu apalagi Mawar."

"Jangan memberi harapan pada Mawar, Pak."

"Siapa yang memberi harapan? Sikap kamu yang membuatnya begitu. Bersiap-siaplah Lana, aku sebentar lagi berangkat, aku janji akan membuat Mawar tertawa hari ini."

Pendar (Masa Lalu Berselimut Jelaga)Where stories live. Discover now