PROLOG CYBERPUNK: THE ARCHER

1K 143 15
                                    







Enam orang menghilang tanpa jejak malam ini. Hilangnya orang-orang setiap malam sudah mulai terjadi dari bulan lalu. Awalnya hanya satu dan dua, namun jumlah terus bertambah setiap harinya. Tempat hilangnya orang-orang bukanlah tempat layak, sebuah kawasan kumuh dari negara Rise yang hampir memakan setengah dari kawasan elit. Dilihat dari sisi manapun orang-orang dari kawasan elit yang akan di salahkan. Karenanya, angka kejahatan pun mulai naik dengan cepat setelah kejadian berlangsung. Kawasan elit dijaga ketat oleh Guardian yaitu sebuah robot keamanan dari Rising Network yang merupakan perusahaan terbesar di Rise, membuat mereka yang berasal dari kawasan kumuh tidak bisa melangkahkan kakinya ke kawasan elit.

Malam begitu sunyi dan tenang karena tidak seorangpun akan berani untuk pergi keluar dari rumah. Keluar dari rumah sama dengan mencari mencari kematian. Namun ada satu pemuda yang tengah berjalan dengan cepat disebuah jalanan sempit yang terlihat begitu kotor. Tubuhnya berjalan dengan sedikit linglung, bibirnya bergetar karena menahan tangisan. Dibawah tekanan dari udara yang terasa menipis dan perasaan takut di ikuti, pemuda manis itu mengatur napasnya yang terengah-engah sambil sesekali berbalik kearah belakang. Pemuda manis itu yakin ada seseorang yang mengikutinya dari belakang, karena itu ia mulai berlari dengan gusar menimbulkan suara yang cukup nyaring.

Sebuah tangan menariknya dari sisi lain lorong, dan menutup mulut dengan telapak tangan. Mata pemuda manis itu membulat sambil menahan teriakannya saat mendengar pemuda yang menariknya berbicara, "Aku tidak akan membunuhmu, tolong diam." Keduanya terdiam untuk waktu yang cukup lama hingga orang yang mengejar terdengar pergi menjauh. "Mereka pergi."

Keheningan kembali terjadi hingga tangisan pemuda manis yang sebelumnya ditarik pecah, namun tidak terdengar begitu keras. "Mereka," sosok manis itu terhenti beberapa saat karena berusaha berbicara walau kesulitan karena tangisannya, "orangtuaku, mereka membawa orangtuaku."





***

"Jaehyun hyung! Berhenti memanggilnya pemuda itu! namanya Jaedvin Minareth Na. Jaemin!" Jeno mendengus kesal sambil menatap kearah sosok lebih tua yang disebut Jaehyun, "Lagipula aku tidak mungkin meninggalkan dia disana, ia tidak punya tempat untuk kembali."

Jaehyun mendelik, "Kedua orangtuanya dibawa oleh shadow. Namun, Jaedvin pasti memiliki rumah untuk ditinggali."

"Dan shadow bisa saja kembali untuk membawanya atau lebih parah membunuhnya." Suara lain terdengar lembut dari ranjang Jaehyun, membuat Jeno melihat kearah pemuda cantik yang sepertinya diam-diam mendengarkan obrolan mereka. Pemuda cantik itu mendudukkan dirinya di ranjang, mengabaikan piyamanya yang terlihat sedikit berantakan. "Aku rasa tidak ada salahnya pemuda bernama Jaedvin itu tinggal disini untuk beberapa hari atau minggu."

Perasaan menang hinggap, tidak ada hal yang membuat Jeno bahagia selain seseorang setuju dengan pendapatnya. Terlebih lagi sosok yang setuju itu adalah kekasih dari kakaknya, Jeno lebih sering memanggilnya dengan sebutan Taeyong hyung. Tanpa suara Jeno mengucapkan terima kasih pada Taeyong secara berulang-ulang, membuat pemuda cantik itu tersenyum kecil lalu perlahan berdiri dari duduknya untuk menghampiri Jaehyun yang tampak berpikir dengan keras. Sebenarnya Jeno merasa kakaknya hanya berpura-pura berpikir, karena jika Taeyong sudah mengatakan sesuatu maka ia akan menurut.

"Baiklah, Jaedvin bisa tinggal." Katanya sedikit malas, lalu memeluk Taeyong saat pemuda cantik itu duduk disampingnya, memberikan kecupan singkat pada bibir Taeyong, melupakan keberadaan Jeno yang menatap keduanya malas. "Tapi aku tidak akan memberinya kamar untuk tinggal."

"Lalu dimana dia tidur?" Jeno bertanya dengan sedikit kesal, "Apa gunanya punya banyak kamar."

Jaehyun yang mendengar itu menatap kearah Adiknya tajam, "Jeno, kamar hotel untuk disewakan."

"Aku mengerti. Aku akan berbagi kamar dengan Jaemin." Setelah mengatakan itu Jeno berdiri dan keluar dari kamar Jaehyun. Kakinya melangkah cepat kearah tangga dan menaikinya, menimbulkan sebuah gema kecil.

Saat sampai dilantai dua Jeno bisa melihat Jaemin yang duduk di kursi meja makan sambil menatap kosong kearah lampu yang berada diatas, matanya terlihat memerah akibat tidak berhenti menangis. "Jeno, apa menurutmu semua ini adalah ulah dari megacorps?" sosok manis itu bertanya dengan suara yang serak.

"Rising Network?" pemuda tampan itu berjalan, dan memilih untuk berdiri disamping kanan Jaemin yang kini menatapnya.






[end of prolog]

CYBERPUNK: THE VARIEGATION BLUE • NOMINWhere stories live. Discover now