***
"Gak pa-pa, itu tadi karena guncangan kecil yang mengakibatkan perut terasa nyeri. Lain kali nak Rai harus hati-hati ya? Kamar mandi adalah tempat yang wajib diwaspadai jangan sampai jatuh lagi."
Mengingat ucapan sang dokter tadi, Rai meringis menahan malu. Biru dengan kelebayan-nya memang pantas untuk Rai pukul.
Ini semua berawal dari siang tadi saat Biru datang kerumahnya dengan sekotak box pizza dibuat terkejut oleh pekikan Rai yang rupanya terpeleset di kamar mandi. Taak ada pendarahan sama sekali tapi memang perutnya terasa sedikit sakit. Rai yakin jika ia istirahat sebentar sakit itu akan hilang. Biru lekas membawa Rai kerumah sakit padahal ia sudah bilang dia tidak apa-apa. Namanya Biru, keras kepala mana bisa dibantah.
Jadi disini Rai berjalan beriringan bersama biru untuk segera pulang setelah cek kandungan.
Sebelum akhirnya netra kucing Rai bertemu tatap dengan seseorang yang sanggup membuat keduanya terkejut.
"Rai?" Galih bersuara tak percaya baru saja melihat Rai dan Biru keluar dari ruang konsultasi kandungan. Ruangan milik Ayahnya.
"G-galih kenapa bisa ada disini?" Itu bukan Rai, melainkan Biru yang sama-sama paniknya. Ia bahkan tak sadar sudah menggenggam tangan Rai dengan kuat.
"Rai l-lo ngapain disini? Lo hamil"
"Gak!" kilah Biru dengan tubuh yang menegang. Sedangkan Ray menunduk seraya meremat ujung bajunya.
Galih tertawa sarkas. "Terus ngapain disini kalo gak hamil? Gak mungkin kalian nyasar sampe ke dokter kandungan kan?" Kata Galih dengan datar.
"Yang hamil gue!" Biru masih berkilah yang mana hal itu justru semakin membenarkan asumsi Galih.
"Gue tau lo orangnya gimana Tian. Sejak kapan Juliansyah berani nyentuh lo?"
Biru dibuat skakmat oleh ucapan Galih yang sepenuhnya benar.
Sejak tadi Rai hanya diam sembari menunduk. Sama sekali tak berani untuk sekedar melirik kearah Galih saat ini. Rai panik, gelisah, dan ketakutan. Takut rahasianya akan terbongkar. Ia takut saat Galih menerka dengan 100% benar tentang kehamilannya.
"Anak Galen kan?"
Rai dan Biru terbelalak kaget. Bahkan sampai mendongak untuk balas menatap Galih.
"Gotcha! Tebakan gue bener, ayahnya sahabat gue sendiri." Ujar Galih yang terdengar miris. Benar kan? Dia harus patah hati, sebab Rai sudah benar-benar menampung benih Galen. Dia bahkan tak ada kesempatan lagi kecuali Galen enggan tanggung jawab, maka Galih siap untuk menggantikannya.
"G-galih—"
"Galen udah tau?" potong Galih dengan cepat. Wajahnya berubah datar dengan kedua tangan terkepal erat.
YOU ARE READING
☽︎❥︎ it's fate [slow]
Romance𝘙𝘢𝘪 𝘬𝘦𝘤𝘦𝘸𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪. 𝘈𝘯𝘥𝘢𝘪 𝘮𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘪𝘵𝘶 𝘪𝘢 𝘵𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘬𝘴𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘣𝘦𝘬𝘦𝘳𝘫𝘢, 𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘪𝘯𝘪 𝘪𝘢 𝘵𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘢𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘶𝘢. (w.) bxb ⚠️ gyuvin...