0,10%

820 107 22
                                    

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


***

"Lo mau ngomong apa?"

Wilona bertanya dengan sebelah alis terangkat menatap Galen yang hanya diam sejak mengajaknya bertemu di caffe milik sepupu Biru. Sungguh tatapan matanya sangat tak bersahabat itu yang membuat Galen sedari tadi segan untuk memulai pembicaraan.

"Lo bisu ya? Gue gak punya banyak waktu buat ngeladenin lo"

Wilona kembali bersuara dengan ketus.

"Gue bakal tanggung jawab soal Rai, tolong izinin, Wil."

Terjadi keheningan selama beberapa waktu saat Galen dengan gamblang mengutarakan maksudnya mengajak salah satu sahabat Rai untuk bertemu.

Helaan napas terdengar begitu berat. Wilona akui kalau dirinya cukup terkejut mendengar ucapan dari seorang Galen terlebih lagi yang dikatakan adalah perihal tanggung jawabnya pada Rai. Orang yang selama ini terus dipandang rendah oleh Galen, orang yang tengah mengandung darah dagingnya.

Ada secuil kelegaan di hati gadis itu begitu harapannya terwujud. Bahwa Galen bersedia menerima Rai serta bayinya.

"Seyakin apa lo buat tanggung jawab?" tanya Wilona, santai. Padahal dalam pikiran Galen gadis itu akan setidaknya sekali melempar tamparan atau paling tidak memakinya mengingat seberapa kerasnya sahabat Rai satu ini.

"Gue jamin seratus persen, Wil. Gue gak mau anak gue gak kenal sama bokapnya sendiri" sahut Galen, lugas.

Sekali lagi, Wilona menghela napas dengan raut wajah tak terbaca. Hal itu membuat Galen sangat was-was.

"Gue ikut keputusan Rai. Gimana maunya dia gue bakal dukung," Wilona menjeda ucapannya, ia membasahi bibirnya yang tiba-tiba terasa kering. "Tapi gue gak tau sama Biru. Dia orangnya pendendam, dan asal lo tau sewaktu kami tau kebrengsekan lo, dia hampir mau nyamper ke rumah lo" lanjutnya.

Galen tertegun.

"Lo harus bisa ngeyakinin Biru sama Rai, Galen. Mungkin untuk Rai itu gak susah, tapi buat Biru gue gak begitu yakin dia orangnya keras."

"Kali ini gue minta tolong, Wil. Gue gak mau terlambat" Galen memandang Wilona penuh harap. Wilona benar-benar harapan terakhirnya.

Mendengar itu Wilona berpikir keras.

Bohong jika Wilona tak tersentuh atas tindakan Galen dan kesungguhannya dalam berbicara, tapi semua memang rumit. Tak semudah yang dibayangkan.

"Gue bakal bantu ngomong ke Biru. Tapi Gal," Wilona menatap Galen dengan sendu. "Gue juga minta tolong ke lo tolong jangan sakitin Rai lagi, Gal. Dia udah rapuh, jangan hancurin dia lagi. Gue mohon buat itu"

Setelah mengatakan itu Wilona beranjak pergi. Meninggalkan Galen dengan keterdiamannya yang merasa sedikit lebih lega.

Disisi lain, Biru menatap Rai hanya terdiam sejak keluar dari kelasnya yang telah usai. Keduanya kini tengah berada di kantin untuk mengisi perut. Bahkan semangkuk bubur ayam dan siomay sudah tersaji di hadapan Rai dan Biru.

☽︎❥︎ it's fate [slow]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora