1

1K 24 0
                                    

Keluar dari ruangan, Ayana menatap ke arah balkon. Gerimis tampak mengundangnya untuk melihat. Dia berjalan ke balkon dan benar saja, hujan hampir datang menyerbu dari arah langit. Gelapnya langit tidak menghalanginya melihat bagaimana gerimis itu berubah menjadi rintik hujan.

Ayana berdecak, bukan tidak senang dengan hujan yang datang, melainkan dia resah. Dia takut kalau malam ini hujan akan terus turun dan tidak ada tempat baginya untuk berjalan pergi.

Dia akan terjebak di gedung tua ini sendirian.

Salahkan dirinya, kenapa dia memaksa tinggal hanya karena ingin sedikit lebih paham pada rumus yang tidak dia mengerti. Dia harusnya tidak memaksakan diri.

Dengan sedikit doa dalam hatinya, dia bergerak menuruni anak tangga. Berharap hujannya tidak terlalu deras dan dia bisa pulang dengan sedikit basah. Jangan sampai semua air mengguyur tubuhnya karena tubuh Ayana memang mudah sekali jatuh sakit. Sedikit kena hujan, dia akan menderita.

Tapi Ayana juga tahu, dia begitu menyukai hujan. Bukan airnya melainkan kisahnya. Bukan kedatangannya, melainkan hadirnya.

Ayana menggeleng, tidak ingin mengingat masalalu.

Dia sudah sampai di bawah dan berada di depan gedung sekarang. Hujan yang tadinya rintik kini mulia membesar. Bahkan saat Ayana mengadahkan tanganya ke arah air hujan itu, dia bisa merasakan derasnya. Gadis itu mengetuk kakinya ke lantai. Apa yang harus dia lakukan sekarang?

Ayana meraih ponselnya, mencari nomor yang bisa dia hubungi. Hanya ada nomor ibunya dan satu nomor yang jelas tidak akan pernah dia telepon.

Jadi, dia menelepon ibunnya. Dijawab pada derig terakhir.

"Ayana, jangan sekarang, Sayang, Ibu sedang berada di tengah pertemuan. Kita bicarakan nanti, ya?"

"Tapi, ibu—"

Sambungan terputus dan seperti biasa, Ayana yang sudah lama tahu ibunya hanya akan bersikap demikian tidak terkejut. Dia sudah terlalu lama merasakan bagaimana ibunya hanya peduli pada pekerjaan dan uang dibandinkan putri satu-satunya. Jadi, Ayana menyimpan ponselnya kembali ke saku.

Dia mengingat, besok seharusnya hari minggu.Tidak masalah kalau dia sakir, dia hanya harus menahannya.

Dengan tas di atas kepalanya, Ayana siap berlari menerobos hujan. Dia sudah mengambil ancang-ancang dan siap pergi tapi sebuah tangan meraih pinggang rampingnya, membawanya kembali dan masuk ke dalam dekapan hangat seseorang.

Tasnya berada di satu tangannya dan dia bergerak tidak nyaman dalam belitan tangan besar tersebut. Saat Ayana mendongak untuk melihat siapa yang sudah dengan kurang ajar menyentuhnya, Ayana malah merasa dia beku di tempatnya.

"Kevin?"

Senyum kecil pria itu mendebarkan perasaan Ayana. Senyuman Kevin selalu mendebarkan perasaannya, selalu membuat Ayana seperti memiliki mentari di dalam bola matanya. Senyuman itu menghilangkan kegundahan sekaligus dingin perasaannya.

"Bagaimana kau bisa—"

"Kenapa tidak menghubungiku?"

"Huh?"

"Kau menelepon ibumu, kenapa tidak meneleponku? Aku bisa datang menjemputmu kalau memang aku tidak berada di sekitarmu."

Ayana menunduk. "Kau bekerja. Kau bilang malam ini akan lembur, jadi aku tidak mau mengganggu."

Kevin menarik kepala Ayana ke dadanya, meletakkan dagunya di puncak kepala gadis itu. "Kau selalu menjadi pengertian, Peri Kecil. Kenapa kau tidak bersikap egois sekali saja."

Ayana mendorong dada Kevin dengan kepalanya. "Itu bukan karena aku pengertian, tapi aku hanya tahu kalau kau pria dewasa yang memang memiliki dunianya sendiri. Aku tidak akan mengganggu."

"Aku benci kau menjadi begitu paham seperti ini."

Ayana mendongak."Sungguh benci?"

"Sedikit."

Gadis itu mencibir. "Kau mencintaiku, bukan?"

"Sangat. Tidak perlu dipertanyakan."

Ayana memerah.

"Dan ...,"

Ayana menjauh saat Kevin terus maju padanya. Wajah pria itu sangat dekat dengan wajah Ayana. "Dan apa?"

Kevin menyodorkan kotak. "Selamat ulang tahun, Ayana Rice. Terima kasih sudah bersama denganku selama satu tahun ini. Aku sangat-sangat menghargainya."

Ayana mengambil kotak dengan bahagia, saat membuka dia terpukau.

Selingkuhan Suami Orang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang