2

735 26 0
                                    

"Cincin?"

Kevin mengambil cincin itu dan meraih tangan kiri Ayana, dia kemudian memasukkan cincin ke jari manis gadis itu. "Untukmu yang istimewa karena kau istimewa."

Ayana memeluk Kevin. Dia bahagia. Kevin ingat ulang tahunnya sudah sangat membahagiakannya. Apalagi dengan hadiah yang diberikan pria itu.

Elusan lembut Kevin membuat Ayana memejam.

Tapi dia membuka mata saat merasakan ada ukiran di dalam cincing, Ayana coba melihat dan menemuka inisial namanya dan Kevin yang bersanding. Itu membuat Ayana merasa melambung.

"Pasangannya, di mana?" tanya gadis itu penasaran.

Kevin menatap bingung.

Ayana menunjukkan cincinnya. "Bukankah ini cincin pasangan?"

Kevin mengangguk.

Ayana mencari jemari Kevin. Melihat satu per satu jari pria itu dan tidak menemukan cincin di sana. "Kau tidak memakainya?"

Kevin membuka kancing kemejanya. Mengeluarkan sebuah kalung dan melihat cincin itu ada di sana, menjadi mata dari kalung tersebut. Ayana meraih cincin itu dan melihat ke dalamnya, memang ada ukiran nama mereka.

"Tidak memakainya di jari?"

Kevin bergumam kecil, dia meraih pinggang Ayana dan menarik gadis itu menempel di tubuhnya. "Lebih bagus menjadikannya kalung. Karena dekat dengan jantungku."

Gadis itu hanya manyun.

"Ayo, aku akan membawamu ke suatu tempat."

"Ke mana?" tanya Ayana tidak sabar.

"Kau akan tahu nanti." Kevin meraih tangan Ayana dan menyatukan tangan mereka. Keduanya kemudian naik ke mobil dan di perjalanan tangan keduanya tidak terlepas.

Ayana menatap jalanan, tidak sabar menunggu ke mana Kevin akan membawanya.

Setengah jam kemudian Kevin berhenti, mereka menaiki sebuah kapal yang kecil tapi di dalamnya begitu indah. Kapal itu tidak memiliki orang lain, hanya ada mereka dan sepertinya Kevin meniatkannya seperti itu. Hanya akan ada mereka.

Ayana diberikan minum. "Alkohol?"

"Tidak ada alkoholnya. Itu hanya wine."

"Aku mau alkohol."

Kevin menatap dengan pandangan penuh peringatan. "Aku tidak mau bersamamu dengan kau tidak sadar. Kau boleh minum alkohol saat nanti sudah kuliah. Sekarang, tidak dulu. Dan kau hanya boleh minum alkohol bersamamu. Mengerti?"

Ayana memanyunkan bibirnya. Dia duduk dengan nymana di sofa di mana di depannya ada kaca besar yang menunjukkan keindahan laut malam. Ayana suka di sini apalagi bersama dengan Kevin.

Pria itu duduk di sampingnya, menyentuhkan gelasnya ke gelas Ayana. Suara dentingan gelas itu menjadi suara yang begitu menyenangkan bagi keduanya.

Ayana menyesap wine yang tanpa alkohol itu dengan senyuman yang lebar. Dia melirik ke Kevin yang juga minum dengan pelan. Tapi pandangan pria itu mengarah ke depan.

Ayana bisa melihat rahang tegas Kevin dan bagaimana jakun pria itu naik turun saat minum. Tanpa sadar Ayana merasakan napasnya naik melonjak dengan suara air liurnya yang dia telan susah payah.

Dia sudah delapan belas tahun. Dia bisa melakukan apa pun dengan Kevin sekarang. Dia sudah dewasa, dan secara hukum, dia sudah bisa mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Jadi tanpa bicara, Ayana meletakkan gelasnya dan naik ke pangkuan Kevin, dia duduk di pangkuan pria itu dengan Kevin yang hampir tersedak air minumnya. Pria itu menatap Ayana dengan tidak yakin.

"Aku siap," ucap gadis itu percaya diri.

"Siap apa?"

"Kau bilang, kita bisa melakukannya setelah aku cukup umur. Aku sudah cukup umur. Kapan kau akan melakukannya denganku?"

Mata Kevin mengerjap. Dia merasa kehilangan beberapa bagian dari ingatannya dan ingatan itu membawa Kevin pada satu kejadian saat dia tanpa sadar melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dia lakukan.

"Apa yang terjadi padamu?" tanya Ayana dengan wajah tidak senang. Ayana baru saja masuk ke mobilnya dan melihat Kevin yang seperti dipenuhi dengan tekanan. Seolah ada yang begitu menyakitinya.

Kevin menatapnya, hendak bicara, tapi dia menggeleng kemudian.

Selingkuhan Suami Orang Où les histoires vivent. Découvrez maintenant