12

147 12 0
                                    

Tidak.

Itu jawaban yang ingin dikatakan Ayana. Dia sungguh tidak mau mendengarnya. Dia tidak mau Kevin bercerita soal wanita yang satu ranjang dengannya. Tentang wanita yang menemaninya saat pria itu tidak sedang bersama Ayana.

Ayana sungguh tidak ingin mendengarnya.

Tapi dia sudah memulainya, tidak ada jalan mundur. Dia mengangguk, mengambil resiko sebanyak mungkin.

"Bolehkah aku mengatakannya besok malam?"

"Kenapa sekarang?" tanya Ayana. Kali ini mendesak. Karena tiba-tiba keraguan Kevin memberikannya keberanian.

Tangan Kevin meraih leher Ayana, membawa kepala gadis itu mendekat. Dahi mereka menyatu dengan suara napas Kevin yang lembut menenangkan. "Aku tidak mempersiapkan diri. Kau membahasnya terlalu mendadak. Terlalu lama bersamamu tanpa pernah kau membahas masalah ini, aku pikir bisa langsung memberitahumu. Ternyata aku cukup pengecut."

Ayana diam. Dia tidak tahu, apakah dia harus lega atau dia harusnya mulai merasa terancam. Apakah Kevin tidak bisa mengatakannya karena saat dia bicara, maka hubungan mereka selesai? Ayana ketakutan, tapi dia tidak mau menunjukkannya.

"Maukah kau menunggu?"

"Aku akan menunggu. Aku selalu akan menunggu. Meski kau meninggalkan aku, meski kau mengatakan aku harus meninggalkanmu. Aku tetap akan menunggu. Menunggu kau kembali padaku. Karena aku percaya, tidak ada yang lebih mencintaimu dari pada aku, Kevin."

"Kau benar. Memang tidak ada."

Keduanya berbagi senyuman.

Beberapa saat setelahnya, mereka mandi bersama dan masuk ke mobil setelah Ayana merapikan penampilannya.

Ayana tampak tidak bahagia saat Kevin menyetir mobilnya membawa Ayana ke rumahnya. "Aku tidak ingin pulang. Aku ingin terus bersamamu."

Kevin meraih tangan Ayana dan menggenggamnya. "Aku ada acara malam ini. Tidak bisa bersamamu. Besok aku akan menjemputmu dan membawamu ke rumahku. Bagaimana?"

"Rumahmu? Kita tidak ke hotel?"

"Tidak. Aku tidak mau terus-terusan membawamu ke tempat seperti itu. Terasa tidak menghargaimu jika kulakukan."

"Kau memiliki berapa rumah?"

Kevin diam sejenak. Dia menatap sebentar dan tersenyum tipis. "Tiga."

Ayana mendesah. Jadi Kevin akan membawanya ke rumah lain. Bukan rumah di mana istri Kevin tinggal. Itu lebih baik.

Ayana tidak mau saja mendengar Kevin memiliki pernikahan terbuka. Di mana istrinya setuju saja dia berhubungan dengan wanita lain. Tanpa memedulikan perasaan pasangan. Lebih baik kalau istri Kevin tidak setuju saja.

Mobil berhenti. Ayana menatap Kevin tidak rela.

Kevin meletakkan tangannya di kepala Ayana. "Patuh, ya?"

Ayana mengangguk. Dia mencium pipi Kevin dan meninggalkan mobil. Ayana menunggu mobil Kevin pergi lalu masuk ke rumah. Di ruang tamu sudah ada ibunya yang sedang duduk santai.

Dengan tidak peduli Ayana hendak melanjutkan langkah ke anak tangga.

"Ayana," panggil ibunya menghentikannya.

"Ya, Ibu?"

"Siapa yang mengantarmu?"

Ayana menatap keluar. "Kakak Layla. Ibu mengenalnya."

"Kakak Layla membeli mobil semewah itu? Ibu tidak tahu kalau mereka memiliki banyak sekali uang. Terakhir ibu lihat, mobilnya sangat sederhana."

"Bukankah banyak hal yang kau tidak tahu tentangku?"

Emma Rice berdeham mendengar putrinya yang sarkas. Dia tidak dapat membela diri untuk itu.

"Aku harus ke kamar, Ibu. Sampai nanti.'

"Ibu ada undangan pesta. Kau harus ikut."

"Kenapa? Aku tidak mau pergi ke pesta."

"Aku mengatakannya, bukan untuk menanyakannya, Ayana. Aku meminta ikut jadi kau harus ikut. Aku akan mengenalkanmu pada rekan-rekanku di sana. Mereka semua ingin melihatmu."

"Tapi, Ibu—"

"Ayana, ini penting untukku, mengerti?"

Ayana diam dan akhirnya mengangguk saja. Dia kemudian naik anak tangga dengan geram. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk melawan ibunya. Karena pada kenyataannya, dia masih menumpang hidup pada wanita itu.

Selingkuhan Suami Orang Où les histoires vivent. Découvrez maintenant