6

296 17 0
                                    

"Terima kasih sudah mengantarku, Kevin."

Mobil berhenti dan Kevin menatap ke arah Ayana. Mereka tiba di depan sekolah gadis itu, Ayana sudah mengambil tas di belakang dan memakai tas itu di punggungnya.

Kevin mendekatkan wajahnya, dia hendak mencium gadis itu. Tapi Ayana mendorong dengan kedua tangannya.

"Apa yang kau lakukan?"

"Kenapa? Aku tidak boleh menciummu?" tanya pria itu dengan agak kecewa.

"Kita di sekolah."

Kevin mengedarkan pandangannya. "Benar juga."

"Aku akan menciummu nanti, di pertemuan kita selanjutnya."

"Kapan itu akan terjadi?"

"Bukan aku yang bekerja di sini, tapi kau. Bukankah harusnya aku yang menanyakan kapan? Karena aku akan selalu siap menemuimu."

"Malam ini. Bagaimana?"

Ayana memanyunkan bibirnya.

Kevin dengan cepat menyambar bibir itu dan membuat mata Ayana melebar. Dia mengedarkan pandangannya ke arah luar. Beberapa orang berjalan masuk ke sekolah, tidak ada yang memperhatikan mereka.

Wajah Ayana memerah. "Kau—"

"Kaca mobilku gelap. Tidak akan ada yang tahu apa yang kita lakukan di dalam sini. Meski aku melakukan ini ...."

Kevin menyusupkan tangannya ke dalam pakaian Ayana, mencari keberadaan gundukan lembut itu dan menekannya dengan ibu jarinya.

Ayana mendesah tampak pasrah.

"Nanti, kita akan melakukannya," bisik Kevin yang begitu dekat dengan telinga Ayana.

Ayana membuka matanya, kenapa dia menutupnya? Dia harusnya tidak menutupnya.

"Baiklah, aku akan meminta Noel menjemputmu nanti."

Ayana mengangguk saja, tampak biasa. Meski dalam hati dia tidak sabar untuk pertemuan selanjutnya.

Menatap gadis itu, Kevin merasa begitu bahagia dan tenang. Dia meraih tubuh Ayana, membawa gadis itu ke dekapannya. "Teriam kasih sudah hadir di hidupku, Ana. Kau memang peri kecil yang menyembuhkan segala keresahan dan kesedihan. Aku beruntung bertemu denganmu."

"Aku juga senang bertemu denganmu, Kevin. Kau segalanya bagiku, jangan pernah tinggalkan aku. Kalau kau pergi, aku akan kesepian."

"Sungguh?"

Ayana mengangguk.

"Kalau begitu, mari berjanji tidak akan pernah saling meninggalkan apa pun yang terjadi."

Ayana mendogak merasa tidak yakin. "Apakah janjimu bisa dipercaya?"

Mata Kevin tampak buas. "Kau tidak percaya padaku?"

Ayana mendorong pria itu dan segera keluar. Dia memberikan peletan lidahnya dan meninggalkan Kevin yang sudah melajukan kendaraannya meninggalkan area sekolah. Ayana masuk ke sekolahnya dengan perasaan yang bahagia. Dia tidak dapat menggambarkan kebahagiaannya sekarang.

"Ayana!"

Ayana berjalan dengan lebih cepat.

"Ayana Rice?"

Ayana berbalik dan menemukan gurunya sudah berdiri di depannya. Perempuan dengan rok selutut ketat dan blouse putih, perempuan dengan rambut hitam panjang yang sering terurai itu menatap Ayana dengan pandangan tidak yakinnya.

"Ya, Mrs. Katie?"

"Kau datang dengan siapa? Mobil itu tampak bukan mobil ibumu."

Ayana menatap ke belakang, mobil sudah tidak ada. Kevin sudah mengebut pergi tapi masih saja tertangkap mata wali kelasnnya tersebut.

"Keluarga saya, Mrs."

"Keluarga?"

"Apa saya perlu memperkenalkan anda pada semua keluarga saya, Mrs?"

"Oh, tentu saja tidak. Aku hanya merasa mobil itu mirip dengan mobil suamiku. Mungkin memang perasaanku saja."

"Mana mungkin suami anda, Bu. Saya tidak mengenal suami anda, jadi saya tidak mungkin datang bersamanya."

"Kau benar, Ayana. Maafkan saya." Katie tersenyum dengan manis, tapi tampak kejanggalan di wajahnya tidak berkurang. Hanya saja tidak etis mendesak muridnya untuk bicara. Apalagi memang tidak mungkin suaminya akan mengantar Ayana ke sekolah. Mereka memiliki alamat rumah yang sangat jauh. Tidak ada cara bagi mereka untuk dekat. Katie berpikir berlebihan.

Selingkuhan Suami Orang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang