3

647 20 0
                                    

"Katakan padaku, apa yang terjadi?"

Tangannya malah diraih oleh Kevin, pria itu tidak mau bicara. Pria itu malah sibuk menggenggam tangannya dan menciumnya beberapa kali.

"Kau akan terus diam?"

"Sepertinya, memilihmu adalah pilihan yang tepat."

Ayana menarik tangannya kesal. "Aku tidak mau menjadi pilihan. Tidak bisakah hanya aku. Tidak boleh ada orang lain. Hanya aku."

Kevin menatap dengan ragu.

Dengan pasti Ayana mendekat dan naik ke pangkuan Kevin. Melihat kegigihan gadis itu, Kevin menarik turun kursinya, agar Ayana tidak terpentok bagian atas mobil.

Gadis itu duduk dengan tegak di atas pangkuannya, pandangannya jatuh tidak senang pada Kevin. Seolah Kevin sudah melakukan sesuatu yang menyakitinya.

Dan memang benar begitu. Kevin mengakuinya.

"Bisakah aku tidak dijadikan pilihan? Bisakah aku menjadi satu-satunya?"

"Kau akan menerima apa pun diriku?" tanya Kevin dengan suara dalam.

"Aku menerimamu, Kevin. Sejak pertemuan pertama, aku tidak pernah menolakmu."

Kevin meraih leher Ayana, membawa gadis itu mendekat. Dia menarik dengan cukup kencang kemudian dan Ayana jatuh ke atas dadanya, bibir mereka bertemu dan keduaya berciuman dengan intens.

Tangan Kevin menyusup ke baju gadis itu, meraba ke perut ratanya yang begitu halus dan lembut. Remasan diberikan Kevin pada pinggang Ayana. Dia coba membuat akal sehatnya menghilang, hanya sejenak.

Dia hanya ingin melupakan segalanya dan membuat Ayana menjadi miliknya. Itu satu-satunya yang diinginkannya sekarang.

Gadis itu mendesah saat Kevin melepaskan beiltan lidah mereka. Tapi sebellum Kevin benar-benar hilang kendali, dia menyadarkan dirinya. Ayana masih di bawah umur.

Dia akan menjadi pria bejat kalau sampai menyentuh gadis yang emosinya tidak stabil. Dia harus menunggu. Setidaknya, kini dia tahu apa yang diinginkannya.

Kevin mendorong Ayana lembut menjauh. Membiarkan Ayana bernapas dengan normal dan Kevin terkejut saat dia menemukan mata gadis itu memerah. Tidak lama, mendung itu menitikkan airnya. Tidak hanya satu dua tetes, malah mengalir seperti anak sungai.

"Hei, hei, ada apa?" kedua tangan Kevin membingkai wajah Ayana lembut.

Ayana menggeleng. Dia berusaha turun dari pangkuan Kevin, tapi pria itu menahannya, tidak membiarkannya turun.

"Kenapa?" tanya Kevin lebih lembut lagi. "Aku menyakiti Ana?"

Ayana menggeleng.

Kevin menghela napas. "Karena aku berhenti saat Ana mau melakukannya?"

Ayana mengangguk kemudian.

"Ana, dengar, Ana masih kecil sekarang. Ana masih di bawah umur. Mana mungkin aku menyentuh Ana saat Ana sendiri tidak tahu mau apa."

"Aku mau Kevin. Aku selalu mau dirimu."

Kevin memejamkan mata. "Aku tahu. Dan aku akan memberikan diriku, semuanya. Tapi nanti kalau kau sudah berusia delapan belas tahun."

"Janji?"

"Tentu, aku janji."

Kevin tersenyum mengingat beberapa bulan yang lalu. Seperti gadis kecil, Ayana menangis hanya karena kemauannya tidak terjadi. Itu mengharuskan Kevin membuat janji dengannya. Sepertinya dia harus menepatinya sekarang. Kevin tidak mau Ayana menangis lagi. Apalagi di hari ulang tahun peri kecilnya.

"Kau sungguh mau melakukannya?" tanya Kevin memastikannya.

"Aku menantikannya."

Kevin mencubit lembut pipi Ayana. "Gadis mesum, kau pasti sering membayangkannya."

Wajah Ayana memerah. "Mungkin. Sesekali."

Kevin tersedak tawanya sendiri.

Ayana menepuk dada pria itu dengan sebal. Tapi tidak lama, wajah malu Ayana berubah menjadi wajah bergairah saat Kevin menyerbunya dengan memberikannya ciuman lembut tapi menuntut.

Ayana membalas ciuman itu dan terus merasa Kevin mendorongnya. Seolah kedekatan mereka tidak pernah cukup bagi gadis itu.

Kedua tangan Ayana terangkat saat Kevin meraih ujung baju gadis itu dan melepaskannya. Kini hanya ada bra di tubuh Ayana. Memberikan gambaran pada pandangan Kevin yang tiba-tiba merasa haus dan Ayana menjadi oase baginya.

Kevin kembali mereguk bibir manis tersebut.

Selingkuhan Suami Orang Where stories live. Discover now