9

182 7 0
                                    

Ayana memikirkan pria itu berminggu-minggu lamanya. Setelah mengantarnya benar-benar sampai depan gerbang rumahnya. Pria itu pergi tanpa mengucap sepatah kata pun. Bahkan terima kasih Ayana tidak dia tanggapi dengan baik. Pria itu hanya mengangguk kecil dan tidak lagi menatap Ayana.

Itu membuat Ayana berpikir kalau pria itu marah padanya. Mungkin karena tuduhan Ayana.

Ayana memiliki nomor pria itu, tapi tidak cukup berani untuk menghubunginya. Ayana tidak tahu harus mulai dari mana, dan dia tidak pandai bicara. Dia tidak mau lebih mengacaukan lagi.

Jadi kartu nama itu hanya dia bawa dengan tanpa bisa menghubunginya. Ayana hanya akan menatap kartu nama itu cukup lama lalu akan dia masukkan lagi ke saku bajunya. Itu terus berulang setiap waktu, setiap dia memikirkan pria yang usianya belasan tahun lebih tua darinya.

Ayana masuk lift, dia sudah akan menekan nomor lantai yang akan dia datangi. Tapi sebuah suara memintanya menghentikan lift dan Ayana menekan tombol berhentinya. Pria itu menahan pintu dengan berdiri di depan pintu.

Ayana menatap pria itu tidak yakin, pria itu juga menunduk dan tidak lama seseorang masuk ke lift. Pria yang baru masuk berhenti menatap Ayana.

Pandangan mereka bertemu, Ayana segera mengalihkan wajahnya dan coba menatap ke arah dinding. Tidak yakin kenapa dia melakukannya, karena dia kenal pria yang baru masuk. Pria yang sama yang terus menjadi buah pikirannya.

Kevin Black.

Lift bergerak lagi.

"Nona?"

Ayana mengabaikan, pria itu bicara padanya. Hanya dia perempuan di sini. dan pria yang bukan Kevin itu jelas memanggilnya.

"Nona?" panggil pria itu lagi.

Ayana menatap ke depan. "Hmm?"

"Lantai berapa. Saya akan menekannya untuk anda."

"Lima belas," ucapnya langsung dan kembali sibuk menatap dinding di sampingnya. Dia bergerak mundur dan menempelkan punggungnya di paling sudut lift. Dia berharap pria itu tidak mengenalnya, melupakannya atau lebih buruk lagi tidak ingat padanya.

Tidak disangka Ayana akan bertemu dengan pria itu di hotel seperti ini. Apa yang sedang dilakukan pria itu di hotel? Apakah dia memesan wanita dan hendak tidur bersama? Oh, apa yang dia pikirkan sebenarnya.

Ayana membenturkan kepalanya ke dinding.

Beberapa benturan masih mengenai dinding dengan normal. Tapi benturan terakhir malah empuk, itu membuat Ayana menatap ke samping dan menemukan tangan Kevin yang ada di belakang kepalanya. Ayana langsung bergerak menjauh, hanya saja di setap sisi lain hanya ada dinding. Dia tidak bisa ke mana-mana.

"Ingin membuat kepalamu terluka?" tanya Kevin dengan nada santainya.

"Halo, maaf, saya tidak bermaksud mengganggu." Ayana meringis tertahan.

"Mau berpura-pura tidak mengenalku?"

"Hah?" Ayana sungguh tidak yakin. Pria itu mengingatnya?

"Pria berpayung. Bukan pembunuh berdarah dingin apalagi penjual organ manusia. Hanya murni pria yang ingin menolong gadis yang menangis di tengah guyuran hujan."

Ayana menjatuhkan kepalanya, dia lupa sedekat apa mereka. Kepala itu malah mendarat di dada Kevin. Itu mengejutkan mereka berdua sampai Ayana menjauh dengan kelabakan.

"Maaf, maaf."

"Tidak masalah. Itu tidak mengganggu." Kevin memegang dadanya. Pria itu tampak kehilangan fokus.

Ayana mengelus dahinya. Dada pria itu sekeras batu tapi juga lembut dan hangat. Ayana sepertinya sudah gila.

Pintu lift terbuka, buru-buru Ayana bergegas keluar meninggalkan dua pria yang entah menatapnya seperti apa. Dia tidak lagi menengok ke belakang dan rasanya dia mau menenggelamkan dirinya saja ke dasar samudera.

Ayana tiba di kamar ibunya, dia mengetuk dan pintu terbuka. Ibunya menatap Ayana heran.

"Wajahmu kenapa? Kau memerah seperti itu?"

Ayana menekan wajahnya dengan kedua tangan. Dia menyerahkan berkas yang dibawanya di dalam tas tadi. "Bukan apa-apa. Milikmu. Aku harus langsung pergi."

"Tidak mau masuk dulu, Ayana?"

"Tidak. Aku masih ada pekerjaan di rumah. Sampai nanti, Ibu."

Ibunya hanya mengangguk. Bahkan tidak berinisiatif mengantar putrinya.

Selingkuhan Suami Orang Where stories live. Discover now