7

232 11 0
                                    

Ayana masuk ke kelasnya, dia duduk di kursi dengan mata menatap lurus ke depan. Dia tidak yakin memikirkannya, tapi dia memang memikirkannya. Kenapa Katie tampak begitu kalut dengan mobil Kevin? Tidak mungkin Katie mengenal Kevin bukan?

Dan apa katanya tadi? Suaminya?

Ayana menggeleng, perasaannya berlebihan.

Suara ketukan meja mengejutkan Ayana. Dia menatap ke samping dan menemukan Layla di sana, sudah duduk dengan nyaman tapi tampak wajah jengkelnya mengarah pada Ayana. Ayana langsung memasang wajah polosnya. Perbincangannya dengan Katie terlupa begitu saja.

"Layla, kau sudah datang."

Layla memberikan gelengan kesal. "Punya kekasih lupa teman?"

"Apa yang kau katakan, aku tidak mungkin melupakanmu. Aku selalu mengingatmu."

"Oh, kau harus katakan itu kemarin. Aku sudah berdandan cantik dan rapi. Tapi kau malah mengabaikan aku dan dengan santainya kau menghubungiku hanya untuk mengatakan kalau kau akan tinggal bersama kekasihmu semalam lagi. Tidak berperasaan."

Ayana meraih lengan Layla dan memeluknya dengan erat. "Aku minta maaf, bukan salahku. Kevin menngurung dan tidak membiarkan aku pergi. Dia memakai seribu cara untuk membuat aku tinggal. Dan aku tidak bisa berbuat banyak. Kau tahu? Dia kelemahanku."

"Kelemahan? Bukankah kau kelemahan dia. Kenapa sekarang dia juga jadi kelemahanmu?"

"Kau tahu, kami melakukannya."

"Apa?"

Aku mendekat ke sisi wajah Layla. "Aku sudah tidak perawan."

"APA? KAU TIDAK PER—"

Tangan Ayana bergerak cepat membekap mulut Layla sebelum satu sekolah mendengarnya. Tidak ada yang dapat dibanggakan dengan tidak perawan di usia delapan belas tahun. Apalagi kalau sampai guru-guru mendengarnya. Ayana akan dianggap membuat rusuh dan dia bisa kena sangsi sekolah.

Mata Ayana melotot memberikan peringatan. Layla sendiri baru sadar apa yang sudah hampir dia lakukan. Dia membalas pandangan Ayana dan memberikan anggukan. Menyatakan kalau dia akan menahan suaranya dan lebih berhati-hati.

Dengan sedikit enggan Ayana melepaskan Layla, perasaannya ingin sekali membekap Layla selamanya. Dia bisa membuat masalah bagi Ayana.

Layla mendesah kecil. "Maaf, aku hanya terlalu terkejut."

"Harusnya aku tidak memberitahumu di sekolah. Reaksimu sungguh berlebihan."

"Berlebihan? Kau mengatakan itu berlebihan?"

"Bukankah memang berlebihan?"

"Aku pikir kau akan perawan sampai usiamu tiga puluh tahun. Saat aku bercerita tentang hubunganku dan Brice, bukankah kau selalu tampak jijik dan tidak senang? Aku pikir kau mendewakan keperawanan. Tidak kusangka ...."

Senyumannya lebar, Ayana duduk tegak dengan kedua lengan bersedekap di meja. "Aku memang jijik saat kau menceritakan dengan gamblang rasanya dan bagaimana kalian melakukannya. Tapi saat aku merasakannya sendiri, aku mulai mengerti apa yang kau rasakan."

Layla mendorong bahu Ayana dengan penuh pengolokan.

Ayana hanya senyum kecil menandakan perasaan bahagia dan bukannya malu.

"Kalian sungguh melakukannya. Aku tidak percauya."

"Dia cinta pertamaku. Aku memberikan segalanya padanya. Aku tidak akan menyesalinya."

"Kau yakin, Ayana? Mengingat terakhir kau cerita padaku, dia sepertinya memiliki istri."

Ayana menatap Layla dengan rasa sakit di dadanya. Temannya mengingatkannya soal itu.

"Kau sudah menegaskan padanya soal perasaanmu, kan? Aku tidak mau dia hanya menganggapmu selingkuhannya di saat dia bosan dengan istrinya. Apalagi sampai menjadikanmu pelarian hanya karena istrinya sedang tidak menyenangkan."

"Aku tidak pernah membahas apa pun soal hidupnya yang di dalamnya tidak ada aku. Itu urusannya."

"Ayana!"

"Aku tahu, aku memang bodoh. Tapi aku membutuhkannya, Layla. Kalau sampai dia pergi hanya karena pertanyaan konyolku, maka itu akan sangat melukaiku."

"Dan akan lebih melukai kalau pada akhirnya kau sendiri tahu, dia hanya datang sebagai penyakit untukmu."

Selingkuhan Suami Orang Where stories live. Discover now