6.

2.4K 35 0
                                    

"Iya Raf. Dari tadi dia takut banget," ucap Ciani.

Rafdi terdiam sambil sesekali menatap wajah kusut Enbi. Baru kali ini dia melihat Enbi menangis. Padahal biasanya gadis itu lebih suka marah ketimbang menangis.

"Aku mau bicara sama Enbi dulu Ci," ucap Rafdi.

Enbi mendelik, bisa bisanya Rafdi mengajaknya bicara berdua. Padahal Enbi saja sekarang ingin lenyap dari rawa-rawa karena ketauan menangis oleh Rafdi. Ya meskipun itu air mata buaya sih.

Sementara Ciani, gadis itu menampakkan wajah tak suka sama sekali. Perasaanya tak enak. Padahal saat bersama Lupi dulu, Ciani masih bisa ada diruangan ini sampai Lupi dicabut hukumannya.

"Aku temani aja Raf, nanti kamu marahin dia," alasan Ciani.

Sementara Enbi didalam hatinya berterimakasih banyak pada Ciani yang menyelamatkannya dari Rafdi si menyebalkan.

"Enggak Ci, aku harus ngomong empat mata sama dia soalnya," ucap Rafdi.

Ciani mengepalkan kedua tangannya. Baru pertama kali ini dia ditolak oleh Rafdi. Alhasil dengan wajah kesalnya Ciani melengkah lebar keluar pintu. Sementara Enbi bingung sendiri karena Ciani sudah keluar dari ruangan ini. Apes, apes, niatnya mau ngurangin hukuman malah terjebak bersama mantan kampretnya.

Ingin sekali dia ikut keluar bersama Ciani. Namun dia tak berani, takut dibilang seenaknya.

Cklek

Ya nasib dimarahin Rafdi lagi

Kriett

Eh?

Enbi mengeryitkan dahi saat tiba-tiba melihat Rafdi beranjak dari kursinya. Mau ngapain nih orang? Apa dia mau mukul gue ya? Batin Enbi.

Namun dengan cepat Enbi mengenyahkan pikiran itu. Tidak mungkin juga atasanya melakukan kekerasan kalau masih mau bekerja di sini.

"Cengeng banget lo gitu aja nangis!" ejeknya yang kini sudsh berdiri didepan Enbi. Enbi mendongakkan wajahnya menatap Rafdi tak mengerti.

"A-anda n-ngapain?" gugup Enbi yanh jantungnya kini berdebar lagi. Sial sekali, beberapa tahun ini dia belajar melupakan Rafdi. Lalu hanya berada dijarak lima centi dengan Rafdi dia berdebar lagi? Lemah sekali dirinya ini.

Enbi mendelik begitu merasakan telapak tangan Rafdi yang berada di wajahnya dan jarinya yang menyeka air mata palsunya itu. Enbi ngelag sebentar.

Nih orang maksudnya apa sih?

"Lo apaan sih Raf!" tegur Enbi. Ini salah.

Rafdi agak menjauh dari Enbi. Dia juga tidak tahu kenapa dia bisa melakukan hal ini. Hanya saja, dia tidak suka melihat Enbi menangis. Rafdi hanya diam saat mendengar omelan Enbi. Karena ia tahu dia juga salah. Percikan itu tumbuh lagi, padahal dia sudah berusaha semaksimal mungkin. Hanya karena bertemu Enbi, hatinya lemah sekali.

"Lo boleh pergi, hukuman lo batal," jawab Rafdi, dia tak tega membuat Enbi menangis karena dirinya.

"Beneran Raf?" tanya Enbi senang, Rafdi mengangguk.

"Makasih Raf,"

"Gue balik dulu," lagi-lagi Rafdi hanya bisa mengangguk sambil menatap punggunh Enbi yang menghilang dari pandangannya.

Lemah banget gue

●●●

"Gimana-gimana Bi?" tanya Nadira.

Enbi tersenyum lebar dan senang sejak keluar dari ruangan Rafdi tadi. "Gue nggak jadi dihukum Mbak," ucapnya senang.

Nadira mendelik, "serius lo? Nggak jadi benaran?" tanyanya, Enbi mengangguk.

Enbi Solo (21+)Where stories live. Discover now