13.

1.5K 30 0
                                    

"Kasihan banget si Sibel. Padahal cantik banget harus ngurung diri di kamar gara-gara dilecehin sama dosenya," ujar Enbi.

Jam didinding Lilo menunjukkan pukul sepuluh malam. Lilo dan Enbi baru saja selesai makan malam kemudian maskeran bersama. Dan sekarang mereka sedang rebahan diatas ranjang sambil bercerita tentang hari ini.

"Kebanyakan emang kek kampret sih Bi. Gue juga dulu dipegang pantat gue! Kampret banget!" umpat Lilo.

Topik mereka malam ini yaitu pelecehan seksual. Sejak kepulangan Enbi dari kost Sibel tadi. Enbi tak hentinya memikirkan Sibel. Hingga akhirnya dia memilih bercerita pada Lilo.

"Terus loe gimana Lo?"

"Ya gue tepis lah itu tangan gatel banget! Eh pas krs nilai gue E. Ngulang deh gue mata kuliah bangsat banget emang!" geram Lilo.

"Untungnya di jurusan gue nggak ada sih dosen kayak gitu, atau emang gue aja yang enggak nemu."

"Kalau dosen gue sih emang hampir semuanya cabul sih! omong-omong gimana kencan lo sama mantan?" tanya Lilo, karena semalam Enbi pulang ketika Lilo sudah tidur dan paginya juga Enbi berangkat tergesa-gesa karena hampir telat.

Sedangkan Enbi mendengus kesal. Padahal dia sudah lupa akan kemarahannya pada Lilo. Namun gadis itu malah mengingatkannya. "Lo nyebelin banget sumpah Lo! Ngapain lo sampai ngasih tahu ke Rafdi tempat gue kerja?!" omel Enbi, kini dia sudah duduk bersadar di kepala ranjang Lilo. Ingin sekali Enbi membekap wajah Lilo dengan bant.

Sedangkan Lilo, gadis itu malah tertawa kencang. Membuat Enbi makin kesal lalu menoel pipi Lilo sampai masker yang sudah kering itu retak. Lilo sontak saja menjerit, "Woi! Kampret lo Bi! Pecah kan masker gue!" teriaknya lalu ikut duduk disebelah Enbi. Lalu tanpa aba-aba, Lilu menoel pipi Enbi hingga masker Enbi juga retak.

"Asem apaan sih Lo!"

"Lo duluan yang cari gara-gara!"

"Ya salah Lo! Ngapain lo ember ke Rafdi!" omel Enbi, kini keduanya saling berhadapan dan adu mulut.

"Ya dia jauh-jauh kesini terus rela nungguin lo setengah jam, gue nggak tega dong. Mana gue udah dijemput Jerome mau kencan. Daripada dia pulang sia-sia ya gue kasih alamat kerja lo lah!" jelas Lilo.

Enbi memejamkan kedua kelopak matanya. Lalu membukanya lagi, ingin sekali dia menendang Lilo dari tempat tidur ini. Namun Lilo masih waras untuk memenuhi cacing diperutnya.

"Ya lagian kenapa sih lo ngehindarin mantan lo? Lagian Rafdi juga orangnya baik! Lo aja yang ngeselin sok ngartis banget!" cibir Lilo karena gadis itu juga mengenal Rafdi. Saat sahabatnya masih berpacaran dengan sang mantan, Rafdi memang sering main ke kost mereka untuk ketemu.

"Halah! Nggak ada mantan baik mutusin gue tanpa sebab!" geram Enbi lalu beranjak dari ranjang Lilo.

"Lah lo mau kemana Bi?" tanya Lilo.

"Baliklah!" jawabnya kesal lalu berjalan menuju pintu Lilo dan membukanya.

Brakk

Enbi menutup pintu Lilo dengan kencang. Sementara didalam kamar Lilo, dia bergumam. "Dih ngambek tuh bocah!"

Sementara Enbi, gadis itu masuk kedalam kamarnya lalu menutup pintu dan menguncinya. Setelah itu dia ke kamar mandi membasuh wajahnya. "Enak banget dia bilang Rafdi baik!" dumelnya.

Enbi tidak akan bisa melupakan,  Bagaimana Rafdi memutar balikan fakta, kalau Enbi memutuskannya. Padahal lelaki itu duluan yang memutuskan hubungannya. Hanya karena Enbi tidak punya waktu untuk Rafdi. Mulai dari jarang membalas pesan, susah diajak kencan, sampai sulit dihubungi. Padahal yang sebenarnya terjadi, ketika Rafdi sedang merengek meminta perhatian Enbi, disitulah Enbi sedang mengais rejeki untuk membayar biaya kuliahnya dan mencukupi kebutuhan hidupnya.

***

"Episode pertamanya bagus. Episode dua gimana? Udah dikirim?"

Enbi menggeleng. Sekarang dia sedang berada di ruangan Rafdi membaca episode selanjutnya dari naskah yang ia pegang.

"Sibel pembacanya turun 200 orang di episode 50. Lo harus cari cara buat naikin pembaca," Enbi hanya mengangguk saja.

"Bagus, kerja lo cukup bagus. Usahain jadwal mereka update tepat waktu," Enbi mengangguk lalu mengucapkan permisi pada Rafdi dan keluar dari ruangan lelaki itu.

Sejak didalam ruangan itu, Rafdi cukup profesional. Bahkan lelaki itu tak membahas hubungan mereka sama sekali. Enbi merasa kecewa tapi juga senang karena Rafdi tak mengungkit keinginan konyolnya kemarin.

Sampai di kubikelnya, Enbi langsung duduk mengecek kembali naskah yang tadi direview Rafdi untuk dikirimkan pada penulis.

"Bi!" teriak Nadira, padahal kubikel mereka berdampingan namun Nadira menjerit kencang sekali. Seolah Enbi ini tuli.

"Hmm," balasnya singkat karena sedang fokus merevisi.

"Hari sabtu nanti ada jadwal outing, lo ikut nggak?" tanya Nadira.

"Outing ngapain tuh kak?" Enbi berhenti menatap monitor dan mengetik, lalu menatap Nadira.

"Ya kegiatan rutin perusahaan, tiap 6 bulan sekali diadain outing beda-beda tempat, karyawan divisi komik juga ikutan barang, entar kegiatanya kek ada lomba-lombanya juga Bi," jelas Nadira.

"Kalau nggak ikut gimana Mbak?" tanya Enbi, setelah mendengar rangkaian kegiatan acara tersebut  Enbi jadi tak tertarik. Rumayan juga waktu liburnya kalau buat kerja part time Enbi bisa mengumpulkan pundi-pundi uang.

"Ya sayanglah Bi, lagian biayanya ditanggung Perusahaan Bi. Sayang banget kalau nggak ikut, kapan lagi jalan-jalan gratis?" jelas Nadira.

"Tapi gue pengen nggak ikut Mbak," jawab Enbi, sayang sekali waktu liburanya ia gunakan untuk acara seperti itu. Lebih baik ia part time untuk mengumpulkan pundi-pundi uang.

"Ikut aja lah Bi! Gue aja ikut nih, anak gue tinggal! Ya kapan lagi jalan-jalan gratis. Entar juga ada doorprize juga tau Bi. Seru lah pokoknya, sekalian healing dari kerjaan kita," cerocos Nadira.

"Doorprizenya apaan emag kak?" tanya Enbi basa-basi, padahal sejujurnya dia ingin behenti membahas outing dan ingin mencari cara supaya tidak ikut.

"Gue denger kemarin beritanya sih kali ini uang 1 juta sama sepeda listrik dan hp android cina."

Enbi langsung mendelik, otaknya langsung menyala hijau saat mendengar hadiah yang ditawarkan. "Serius itu Mbak? Gimana caranya dapat? Kayak jalan santai gitu terus diambil acak gitukah nomornya?" tanya Enbi.

"Ngapain jauh-jauh outing kalau jalan santai Bi."

"Ya terus apaan Kak?"

"Nanti ada lombanya, yang menang dapat itu hadiah."

"Lombanya individu atau kelompok kak?"

"Kalau lomba fleksibel sih Bi, soalnya nggak semua mau ikutan. Paling yang ikutan nanti pas acara bazar," jelas Nadira.

"Ada bazar juga Kak?" tanya Enbi yang dijawab Nadira dengan anggukan kepala.

"Iya nanti ada bazar buku di sekolah terdekat kita outing, kayaknya besok bakal dirapatin sih. Lo ikut aja deh daripada nanya terus," jelas Nadira.

Enbi mengangguk saja. "Gue pikir-pikir dulu Kak," Nadira mengangguk lalu kembali ke kubikelnya.

Sementara Enbi, dia kembali menatap layar monitornya. Sambil berpikir haruskah dia ikut atau tidak. Disisi lain dia ingin cari uang saja, tapi Enbi juga tergoda dengan hadiah outing. Karena sebelum-belumnya, Enbi memang terkenal ambisius jika soal hadiah doorprize dulu disekolahnya dia adalah orang nomor satu ketika ada lomba yang mendapat hadiah uang, Dan Enbi selalu berhasil memenangkannya.

Enbi Solo (21+)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora