10.

2.1K 38 0
                                    

Hari minggu. Harinya para pekerja untuk istirahat dan healing dengan jalan-jalan. Berbeda dengan Enbi, gadis itu sudah siap dengan pakaian kasualnya.

"Mau part time lagi Bi?" sapa Lilo yang sedang menjemur pakaian.

"Iya Lo, rumayan gajinya bisa buat ongkos ke kantor,"

"Bagus deh biar bisa cepet biar utang," nyinyir Lilo.

"Gue cabut dulu Lo."

"Yoi."

Enbipun berjalan menuju halte jalan raya. Jarak halte dari kosnya memakan waktu sekitar lima menit kalau jalan kaki. Itulah kenapa Enbi masih bertahan di kos ini meskipun sudah sejak kuliah. Karena selain biayanya yang murah, pemilik kosnya baik, harga makananpun murah dan tetangganyapu baik nggak pernah rusuh. Hanya saja, jarak kos Enbi ke kantor membutuhkan waktu lama sekitar tiga puluh menitan.

Lima menit kemudian. Enbi sampai di halte dan tak lama kemudian ada bus datang yang sesuai tujuannya. Enbi langsung masuk ke dalam bus tersebut lalu duduk. Suasana bus hari ini cukup sepi karena ini hari minggu. Jadinya Enbi tak perlu berdiri dan bisa duduk.

Enbi turun dari bus untuk transit di halte menunggu bus selanjutnya. Tak butuh waktu lama bus tujuan Enbi sudah datang, Enbi langsung masuk ke dalam bis dan duduk. Jarak dari kos ke restoran part timenya sekitar dua puluh menitan.

Hingga dua puluh menit kemudian Enbi turun dari halte. Dia masih berjalan kaki sejauh 1km. Ya beginilah nasib orang pas-pasan. Kalau saja Enbi punya banyak uang dia pasti lebih pilih naik ojol atau beli motor. Sayangnya, Enbi tak sekaya itu.

Beberapa menit kemudian. Enbi sudah sampai di restoran tepat pukul delapan. Kedatangan Enbi sudah disambut oleh Raisa, pemilik restoran sekaligus sahabatnya sejak di Panti Asuhan.

Enbi memanglah anak panti asuhan. Sejak bayi dia dibesarkan di panti asuhan. Lalu saat SMP dia memulai kerja part time untuk mengumpulkan uang agar bisa kuliah. Hingga saat SMA, uang Enbi terkumpul bisa digunakan untuk membayar kuliah dua semester. Saat kuliahpun, Enbi masih melakukan kerja part time untuk membayar biaya kuliahnya. Hidup Enbi sangatlah berat sejak bayi.

Berbeda dengan Raisa. Gadis itu nasibnya lebih mujur karena diangkat anak oleh pejabat. Hidupnya lebih mudah darinya. Namun Enbi juga pernah diadopsi saat kelas lima hanya saja itu hanya bertahan enam bulan saja karena Enbi kabur dari rumah orang tua angkatnya. Karena Enbi disiksa dan dijadikan babu. Akhirnya Enbi terauma jika diadopsi, dia memutuskan untuk bekerja part time sambil tinggal di panti. Daripada di adopsi lagi dan dia malah disiksa.

"Bi, istirahat bentar dulu aja," panggil Raisa.

Enbi mengangguk. Karena dia sedikit lelah memang. Akhirnya Enbi duduk sebentar bersama Raisa.

"Gimana kerjaan baru lo?" tanya Raisa.

"Ya gitu Sa, enak nggak enak tetap harus gue lakuin kan butuh uang," jawab Enbi.

"Entar kalau ada rekomen loker gue kasih ke elo deh,"

Enbi mengangguk. "Iya makasih Sa. Gimana kabar suami lo?" tanya Enbi, wajah Raisa langsung berubah sendu.

"D-dia ya gitu Bi. Gue nggak bisa apa-apa," cicitnya.

Enbi menghela napas panjang. Meskipun Enbi miskin tapi setidaknya, hidup Enbi lebih bebas. Tidak seperti Raisa, dari kecil sejak di adopsi, Raisa selalu berlimpah materi. Namun tiba-tiba saat lulus kuliah, Raisa tiba-tiba dijodohkan dengan anak rekan bisnis Papanya yang sangat red flag.

Suami Raisa memanglah orang terpandang. Namun sayangnya, suami Raisa itu pecandu, penggila seks bebas dan penjudi. Kecantikan dan kepintaran Raisa sebagai Duta Provinsi dijadikan suami Raisa untuk menjadi tameng menutupi keburukan Raisa. Apalagi sekarang Ayah Raisa sedang menjabat sebagai menteri.

Sejak diadopsi, Raisa tidak dibesarkan sembarangan. Bahkan Raisa dituntut untuk selalu menjadi yang terbaik dalam segala hal. Enbi tahu itu karena ia sering bertemu Raisa dan aktif berkomunikasi lewat chat meskipun sudah pisah rumah. Bahkan Raisa merupakan lulusa luar negeri Harpard Amerika jurusan bisnis.

"Gue doain dia cepar ketangkep deh Sa. Lo juga hati-hati sa jangan sampe ikutan jadi pecandu," ceramah Enbi.

Berbeda dengan Raisa, perempuan itu mengigit bibirnya. Wajahnya pias dan terlihat panik. "Gue takut Bi kena penyakit aneh, dia seks bebas terus," cicit Raisa.

Enbi menutup matanya kesal lalu membukanya lagi. "Orang tua lo gimana?" tanyanya.

"Mereka nggak mau aku cerai, Karena Papa tahun depan mau calon walikota dan mertuaku bakal danain semua biayanya,"

Enbi menghela napas panjang. Rumit sekali kehidupan Raisa. Padahal disosmed Raisa terlihat mesra sekali dengan suaminya. Namun ternyata semuanya itu palsu hanya bisnis belaka.

"Lo harus rajin-rajin periksa ke dokter Sa," ucap Enbi.

Di saat seperti ini, Enbi hanya bisa mendengarkan cerita dna memberi dukungan pada Raisa. Kalau dukungan kuat Enbi tidak punya uang, dia saja sebatang kara. Makan saja masih minta Lilo. Jadi yang bisa Enbi lakukan hanyalah memberi dukungan moral pada Raisa.

●●●

Enbi sudah bersiap untuk pulang. Jam tangannya menunjukkan pukul empat sore. Enbi dengan senyum lebar berjalan menuju pintu keluar. Moodnya langsung meningkat saat mendapat gaji seratus ribu sehari. Karena kerjaan Enbi rumayan berat, sejak pagi dia tak henti mencuci piring dan membersihkan restoran. Tapi rumayanlah gajinya bisa buat ongkos pulang pergi ke kantor. Kalau untuk makan dia sudah mengemis pada Lilo dan berjanji akan membayar Lilo saat gajian.

Baru saja Enbi membuka pintu restoran, Enbi dikejutkan dengan laki-laki yang berjalan ke arahnya.

"Ngapain nih orang kesini? Hmm mungkin kencan sama pacarnya," gumam Enbi lalu berjalan santai menuju halte.

"Lo udah selesai?" langkah Enbi berhenti saat lelaki itu berdiri didepan Enbi.

"Selesai apaan? Naskah? Ini kan har-"

"Selesai kerja disini."

Enbi mengernyit, darimana dia tahu gue kerja disini? batinnya.

"Gue tadi ke kos Lo terus ada cewek samping kamar lo yang bilang lo kerja di resto ini dan pulang jam empat."

Enbi mendelik, ini pasti ulah Lilo. Enbi tak habis pikir bisa-bisanya Lilo memberi tahu dia berada pada orang yang jelas Lilo tak kenal. Bagaimana kalau misal yang datang itu penculik? Pasti sudah habis kan Enbi.

"Lo ngapain sih nyari gue hari minggu gini? Ini tuh bukan jam kerja!" protes Enbi, tak habis pikir kenapa lelaki didepanya ini sampai nekat datang ke kosnya.

"Ikut gue!" ucap lelaki itu lalu menarik lengan Enbi.

"Lepasin Raf. Lo apaan sih!" protes Enbi mencoba melepas tangan Rafdi.

"Bawel amat sih lo! Tinggal jalan aja susahnya apa sih!"

"Gue nggak mau ikut lo atau gue teriak nih!"

"Kalau lo teriak besok gue kasih sp."

Dasar tukang bossy

••••

NEXTT =>> Vote + komen ygy

Enbi Solo (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang