10. Semua Orang Punya Luka

373 56 6
                                    

Jika diibaratkan, kehidupan Jendala itu sama seperti seekor burung yang terkurung didalam sangkar

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Jika diibaratkan, kehidupan Jendala itu sama seperti seekor burung yang terkurung didalam sangkar. Hidup disebuah tempat sempit tampa celah untuk mencapai sebuah kebebasan. Jendala itu seperti boneka yang hanya bisa diam ketika dirinya dipermainkan. Tidak ada yang bisa Jendala lakukan selain diam.

Sedari dulu, kehidupannya sudah diatur sedemikian rupa. Jendala hanya tinggal menjalaninya sesuai alur. Namun, itulah yang paling Jendala benci. Jendala benci jika dirinya harus menjalani segala hal yang tidak dirinya inginkan. Jendala benci jika harus berjalan tidak sesuai dengan keinginannya. Jendala hanya ingin satu hal, yaitu sebuah kebebasan. Hanya itu, tapi kenapa dua orang yang mengaku sebagai orang tuanya sama sekali tidak memberikan dirinya celah untuk mendapatkan hal kecil itu? Muak. Jendala muak dengan semua aturan bodoh dan semua yang sudah disusun oleh kedua orang tuanya!

Jika bisa, Jendala akan memilih untuk pergi dan mencari sebuah kebebasan yang dirinya inginkan.

Namun, dirinya mala terjebak disebuah situasi yang sangat memuakkan seperti sekarang.

Ruangan yang didominasi oleh warna putih itu hanya diisi oleh keheningan setelah kedua orang yang Jendala anggap sebagai orang tua memasuki ruangan itu.

“Gimana keadaan kamu?”

Tidak ada jawaban. Jendala hanya diam tampa berniat untuk membalas sedikit pun. Remaja itu lebih memilih untuk menutup kedua matanya dan berbaring dengan posisi membelakanggi sepasang suami- istri yang tengah duduk disebelah ranjang miliknya.

“Inilah yang terjadi jika kamu tidak menuruti ucapan orang tua. Apa susahnya menurut dengan ucapan ayah? Kamu kenapa nakal sekali akhir-akhir ini?” Jeda beberapa saat sebelum laki-laki paruh baya itu melanjutkan ucapannya. “Kamu jadi semakin nakal setelah berteman dengan anak bernama Kalandra itu. Jika terus seperti ini, ayah tidak akan segan-segan untuk menjauhkan kamu dengan Kalandra.” Lanjutnya dengan nada tegas.

Mendengar itu, Jendala lantas bangkit dari posisi berbaringnya, dan menatap kearah sang ayah dengan tatapan tidak suka. Ada amarah yang bergejolak dalam tatapan tajamnya itu.

“Ayah kenapa selalu ngga bisa liat aku seneng? Apa salahnya kalau aku temenan sama Kalandra?” Mati-matian Jendala menahan amarahnya. Sekuat tenaga Jendala berusaha untuk tetap bersikap sopan menanyakan alasan itu pada sang ayah.

“Dia membawa dampak buruk untuk kamu! Ngga usah temenan lagi sama dia!” Balas sang ayah dengan nada penuh akan tekanan.

Selama ini, Deon--ayah Jendala hanya diam dan terus memaafkan beberapa kesalahan yang selalu putranya perbuat. Namun kali ini, dirinya tidak bisa lagi memaafkannya. Karna jika diliat, semakin hari sikap Jendala semakin tidak bisa diatur, anak itu terus membangkang dan jarang menuruti ucapannya. Deon benar-benar tidak menyukai perubahan sikap yang terjadi pada anaknya ini. Dan ini semua terjadi, semenjak Jendala dekat dengan Kalandra. Karna itu pula, Deon dengan pemikiran sempitnya mengatakan bahwa Kalandra berdampak buruk bagi anaknya yang penurut.

HAPPINESS [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora