14. Gagal

325 48 4
                                    


Hari ini sama seperti hari-hari biasanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari ini sama seperti hari-hari biasanya. Dimana Lintang dan juga Gentala akan disibukkan dengan aktivitas belajar-mengajarnya disekolah. Namun, hari ini ada sesuatu yang berbeda dirumah kecil itu. Hari ini, tidak ada kehadiran bunda.

Lintang menatap sendu beberapa masakkan yang terhidang di atas meja makan. Untuk kedua kalinya, dia gagal lagi untuk bertemu dengan bunda. Mendadak rasanya, Lintang ingin sekali membenci dirinya yang begitu lemah semalam. Harusnya, Lintang kuat menahan rasa kantuknya. Jika Lintang berhasil menahannya sedikit lagi, mungkin semalam ia sudah bertemu dengan bunda.

Niat hati dirinya ingin menemui bunda pagi ini, tepat sebelum berangkat ke sekolah. Namun lagi-lagi gagal, karna bunda sudah terlebih dahulu pergi bekerja dari pagi-pagi sekali. Mendadak Lintang merasa, bunda selalu menjauh darinya. Apakah bunda tidak tau bertapa rindunya Lintang pada dirinya?

"Kenapa diem aja? Ada yang sakit?" Gentala yang sejak tadi hanya diam memperhatikan Lintang, lantas mulai membuka suaranya.

Lamunan Lintang seketika buyar ketika mendengar pertanyaan yang baru saja dilontarkan untuknya. Lintang menggelengkan kepalanya perlahan untuk menjawab pertanyaan yang barusan dilontarkan untuknya. Demi apapun, Lintang benar-benar tidak ingin berbicara sekarang. Bahkan rasanya, ia tidak ingin melakukan hal apapun.

"Kenapa ngga makan? Masakkan abang ngga enak, ya?" pertanyaan itu sukses membuat Lintang merasa tidak enak pada Gentala.

Namun lagi-lagi, hanya gelenggan kepala yang bisa dirinya tunjukkan untuk pertanyaan itu. Entahlah, rasanya mulut miliknya ini benar-benar tidak ingin mengucapkan barang sepatah kata pun.

"Abang kenapa ngga bangunin aku tadi pagi?" Lintang mulai merubah topik pembicaraan.

Gentala yang mendengar itu, sontak menghentikan acara makannya dan menatap kearah sang adik. Dari sini, dirinya dapat melihat dengan jelas sorot penuh kekesalan yang terpancar dari pandangan mata milik sang adik.

"Abang ngga tega bangunin kamu, soalnya tidurmu pulas banget." jawab Gentala lembut. Selembut mungkin Gentala berucap dan berharap dengan alasan itu, Lintang bisa meredakan sedikit kekesalannya. Gentala sangat tau tentang sang adik. Lintang itu sangat menyayanggi bunda, dan semua yang berhubungan dengan bunda, akan sedikit sensitif bagi Lintang.

Lintang hanya diam setelah mendengar jawaban Gentala barusan. Meski di dalam hatinya, rasa kesal itu mulai membuncah tidak karuan. Lintang ingin marah, namun dirinya sadar, Gentala sama sekali tidak memiliki kesalahan apapun dalam hal ini.

"Bentar lagi bisa telat, buruan habisin sarapannya." pintah Gentala kepada sang adik.

"Kita langsung berangkat aja, bang. Aku udah kenyang." Lintang bangkit dari posisi duduknya dan dengan segera berjalan pelan menuju luar rumah.

Sementara Gentala hanya bisa diam tanpa berniat untuk menghentikan Lintang. Gentala sebenarnya ingin memaksa adiknya itu sebenarnya untuk makan, namun ketika melihat perubahan suasana hati adiknya yang memburuk, membuat niatnya itu diurungkan. Gentala lebih baik menunggu Lintang selesai dengan masalah yang ada di dalam dirinya, barulah nanti Gentala akan mencoba membujuk.

HAPPINESS [END]Where stories live. Discover now