11. Pekara Waktu

333 59 2
                                    


Kini, Lintang dan juga Gentala kembali memasuki ruangan yang akhir-akhir ini selalu ditempati oleh Lintang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kini, Lintang dan juga Gentala kembali memasuki ruangan yang akhir-akhir ini selalu ditempati oleh Lintang. Ruangan yang didominasi oleh warna putih, dengan banyak bau obat-obatan yang memenuhinya.

Lintang duduk diam diatas ranjang rumah sakit yang dirinya tengah tempati. Sejujurnya, dirinya bingung harus melakukan apa lagi sekarang. Berada ditempat yang sama berulang kali, membuat Lintang merasa bosan. Lintang benar-benar ingin keluar dari tempat ini dan kembali melakukan aktivitasnya seperti biasa.

“Abang, bunda ngga pernah datang kesini, ya?” Lama dilanda keheningan, akhirnya ucapan itu keluar untuk untuk mengisi kekosongan didalam ruangan itu.

Gentala yang awalnya sibuk dengan lamunannya sendiri, lantas menolehkan kepalanya kearah sang adik. Gentala hembuskan nafasnya perlahan, “Bunda pernah datang,” Balas Gentala dengan ekspresi setenang mungkin. Gentala paling tidak suka jika Lintang mulai membahas tentang bunda, karna setiap kali Lintang membahasnya, Gentala selalu gagal dalam menjawab setiap pertanyaann yang dilontarkan Lintang untuknya.

Lintang mengukir senyum lebar dibibirnya kala mendengar jawaban yang baru saja dilontarkan sang abang. Ada perasaan senang yang membuncah didalam hatinya ketika mendengar jawaban itu. Lintang senang. Lintang senang sekali.

“Bunda ternyata juga khawatir sama aku, ya?” Tidak ada yang salah didalam ucapannya, tapi ucapan itu benar-benar berhasil membuat hati milik Gentala sakit.

Lintang benar-benar terlihat begitu senang ketika mendengar jawabannya itu. Namun satu yang tidak Lintang ketahui, yaitu tentang bunda yang melontarkan kalimat menyakitkan dan juga perlakuan kasar padanya. Bunda datang bukan karna khawatir, namun hanya datang untuk sekedar melontarkan ucapan menyakitkan dan menunjukkan seberapa benci dirinya terhadap Lintang.

“Aku bersyukur banget bunda mau dateng dan ngeliat kondisi aku. Kalau udah pulang nanti, aku mau ngucapin terima kasih banyak sama bunda.” Lintang berucap dengan mata berbinar bahagia.

“Bunda itu sebenarnya sayang banget sama aku kan'bang? Hanya aja, cara bunda nunjukin kasih sayangnya ke aku itu beda,” lanjut Lintang dengan suara yang kian memelan.

Gentala yang mendengar itu hanya mampu diam. Gentala benar-benar tidak dapat berucap barang sedikit pun. Lidahnya keluh, hatinya sakit.

Gentala dapat membayangkan dengan jelas jika Lintang mengetahui yang sebenarnya. Pasti adiknya itu akan merasa sakit dan kecewa lagi. Selama ini, sudah cukup bunda membuat batin dan juga fisik adiknya terluka. Sekarang, Gentala tidak akan lagi membiarkan itu semua terjadi. Jika dengan berbohong Lintang akan merasa bahagia, maka Gentala bersedia untuk berbohong saat ini juga.

“Bunda sayang sama kamu. Kamu itu anak bunda, bunda pasti khawatir dan sayang sama anaknya. Ngga usah dipikirin lagi, ya? Sekarang, mending kamu makan.” Balas Gentala setelah lama berperang dengan pikirannya sendiri.

HAPPINESS [END]Where stories live. Discover now