EPILOG

537 46 12
                                    

“Yang tersisa dari sebuah kehilangan hanyalah kenangan menyakitkan. Yang ketika diingat, hanya akan menorehkan luka semakin dalam.”

HAPPINESS BAGIAN AKHIR.

Hujan

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Hujan. Gentala sangat membenci hujan. Karena ketika hujan turun, sebuah tragedi menyakitkan itu selalu melintas di kepalanya. Ketika hujan turun, ia selalu merindukan seseorang. Ternyata benar, merindukan orang yang telah tiada, benar-benar menyakitkan.

Ia rindu, namun tidak bisa bertemu. Gentala bingung, harus mengobati rasa rindunya dengan cara seperti apa. Karena jika dicoba berbagai cara untuk mengobatinya, tetap tidak bisa. Rasanya seperti ada sesuatu yang kurang.

Tiga hari setelah kepergian Sang Adik, Semuanya berubah. Semua terasa kosong dan selalu menyisahkan kesedihan tanpa akhir. Dan yang paling membuat Gentala semakin sakit adalah Bunda.

Orang yang paling membenci kehadiran adiknya, menjadi orang yang paling merasa kehilangan. Siang dan malam, perempuan paruh baya itu hanya diam terduduk di kamar Lintang. Pandangannya kosong, wajahnya menampilkan raut kesedihan serta penyesalan.

Sedih melihat kondisi Bunda yang semakin mengkhawatirkan, Gentala memutuskan untuk berbicara dengan Sang Ibunda.

Perlahan, ia langkahkan kakinya untuk mendekat ke arah Bunda yang tengah duduk diam di atas ranjang Lintang.

“Bunda, tolong berhenti,” ujar Gentala pelan dengan air mata yang berusaha ia tahan.

Indah menoleh ke arah putra sulungnya, lalu tersenyum getir. Berhenti? Bagaimana bisa ia berhenti menyesal setelah perbuatannya yang sangat buruk selama ini?

“Bunda ngga salah,” Gentala kembali mengeluarkan suara.

Hati milik Gentala sakit saat melihat Sang Ibunda secara terus-menerus menyalahkan diri sendiri. Gentala hancur saat Bunda selalu menyakiti dirinya sendiri.

Indah hanya mampu diam dengan air mata yang kembali menetes. Sudah tidak terhitung lagi seberapa banyak air mata yang terus turun dari pelupuk mata miliknya. Hatinya sesak. Rasa menyesal terus meremas dadanya, hingga membuatnya terasa sakit bukan main.

“Ikhlasin, adek, Bun....,” pertahanan Gentala runtuh. Remaja laki-laki itu menangis tak tertahan sama seperti sang Bunda.

“B-bunda belum sempat minta maaf, Genta,” ucapan itu terdengar sangat pelan.

Hening sejenak sebelum Gentala berucap, “aku yakin, adek udah maafin bunda. Adek sayang banget sama bunda,” ujarnya kemudian.

HAPPINESS [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora